Mbah Sya'roni, sapaan akrabnya, mengatakan :
Yang penting, kita harus kuat ke-NU-annya. Sebetulnya, NU dan Muhammadiyah (itu) sama. Nanti saya beri keterangan (baca: penjelasan). Jadi, Mbah Hasyim dan Mbah Dahlan waktu masih santri mondoknya di tempat Mbah Kiai Sholeh Darat Semarang. Bahkan hingga ke Mekah, beliau berdua juga nyantri bareng. Oleh karena itu, pandangan Kiai Dahlan sama dengan NU.
Saya punya kitab fiqih karangan Kiai Dahlan. Di kitab jilid tiga halaman 50 beliau menjelaskan fatwa penting dalam Bahasa Daerah. “Sholat Tarawih yoiku sholat rong puluh rokaat, saben-saben rong rokaat kudu salam. Wektune ono ing sasi poso sak wuse saben-saben sholat Isya’.” (Sholat Tarawih itu adalah sholat 20 rekaat, tiap-tiap dua rekaat harus salam. Waktunya di bulan puasa setelah sholat Isya’). Lho.. Kan jelas tho..
Masih ada banyak lagi yang bisa dipelajari dari Kitab Fiqih karya Mbah Dahlan ini. Nah, yang ‘nakal’ itu murid Kiai Dahlan yang namanya Kiai Mas Mansur dari Surabaya. Jadi, setelah itu (baca: sejak Mas Mansur jadi Ketua Umum Muhammadiyah) ada perubahan-perubahan. Dia bikin yang namanya Majlis Tarjih. Lalu, keputusannya antara lain rekaat sholat Tarawih yang 20 dengan dengan yang delapan rekaat itu lebih baik yang delapan. Jadi, ditarjih. Nah, yang baru-baru justru mengatakan yang 20 rekaat itu bid’ah dhalalah.
Kiai Mas Mansur bilang, ini organisasi bukan organisasi Dahlaniy, tapi Muhammadiyah.
red. Ibnu :' Rabassa
Wawancara lengkap : http://www.nu.or.id
No comments
Post a Comment