Muslimedianews.com ~
Oleh : Abdullah AniqNawawi*
Di dalam Shahih Muslim, dan beberapa kitab kumpulan hadits yang lainnya, ada sebuah riwayat dari Abu Ayyub al-Anshary bahwa Nabi pernah mengatakan "Barangsiapa berpuasa Ramadhan, dan setelahnya berpuasa 6 hari bulan Syawal maka sama halnya dia telah berpuasa setahun penuh".
Hadits ini sejatinya di jadikan hujjah oleh Imam Syafi'i untuk meng-istihab-kan (mensunnahkan) puasa 6 hari di bulan Syawwal. Imam Hanafi berpendapat bahwa puasa 6 hari di bulan Syawal adalah makruh. Pendapat serupa juga di kemukakan Abu Yusuf murid sang imam.
Alasan keduanya cukup membingungkan. Puasa 6 hari bulan Syawal di anggap menyerupai puasa ahlul kitab. Imam Malik berpendapat bahwa puasa 6 hari bulan Syawal adalah makruh, tapi dengan illah (alasan) yang berbeda dengan Imam Hanafi.
Menurut Imam Malik, beliau tidak pernah melihat orang yang berilmu melakukan puasa semacam ini, juga takut di anggap bahwa puasa semacam ini wajib. Karena ihthiyath (kehati-hatian) beliau itulah, puasa tersebut di makruhkan. Karena itu, sebagian Malikiyah (pengikut Imam Malik) ada pula yang berpendapat bahwa 'illah dari sang Imam sudah tidak relevan lagi, karena tidak mungkin seorang muslim pada saat ini beranggapan bahwa puasa itu adalah wajib.
Sebagian Malikiyyah ini lalu menganggap bahwa puasa tersebut tidaklah makruh.
Lalu munculah Qadhi 'Iyadl untuk menengahinya. Menurut sang Qadhi, pendapat Imam Malik memiliki beberapa ihtimal (kemungkinan); mungkin saja -masih menurut qadhi 'Iyadh- Imam Malik memakruhkannya ketika puasa syawal langsung di laksanakan setelah hari raya 'eid fitri, tapi jika puasa syawal di laksanakan pada pertengahan bulan tidak apa-apa.
Itulah kira-kira ragam pendapat para ulama menyangkut puasa 6 hari di bulan Syawal. Bagi kelompok yang menyatakan bahwa puasa tersebut sunnah, mereka berbeda pendapat tentang tata cara pelaksanaannya.
Menurut Imam as-Syafi'i dan al-Mubarak, baiknya puasa ini di laksanakan berturut-turut setelah 'Ied. Tetapi Imam Ahmad dan Waki' mengatakan bahwa tak mengapa puasa ini di laksanakan berturut-turut atau terpisah-pisah. Pendapat terakhir dari Ma'mar dan Abdurazzaq yang mengatakan bahwa sebaiknya puasa ini jangan di kerjakan setelah 'Ied, karena hari-hari setelah id adalah ayyamu aklin wa syurbin atau hari-hari yang di peruntukan untuk bersantap. Karena itu menurut keduanya, baiknya puasa Syawal ini di kerjakan pada pertengahan bulan.
Terlepas dari banyaknya pendapat mengenai puasa ini, ganjaran yang di peroleh oleh orang yang melaksanakannya sungguh besar. Sesuai hadits, siapa yang mengerjakannya, sama halnya telah berpuasa selama satu tahun penuh.
Menurut Qadhi 'Iyadh, maksud dari ini semua adalah bahwa semua kebaikan akan di balas sepuluh kali lipat. Itu berarti ketika kita berpuasa selama satu bulan ramadhan, maka pahalanya seperti sepuluh bulan. Dan jika berpuasa enam hari setelahnya (pada bulan syawal) maka balasannya adalah seperti mengerjakan puasa enam puluh hari. Itulah mengapa, siapa yang berpuasa ramadhan dan melanjutkan berpuasa 6 hari bulan Ssyawal, sama halnya dia telah berpuasa satu tahun penuh.
Itulah kira-kira ragam pendapat para ulama tentang puasa Syawal, juga pendapat Qadhi 'Iyadh mengenai maksud dari balasan bagi orang yang mengerjakannya.Wallahua'lam.
Oleh : Abdullah AniqNawawi*
Di dalam Shahih Muslim, dan beberapa kitab kumpulan hadits yang lainnya, ada sebuah riwayat dari Abu Ayyub al-Anshary bahwa Nabi pernah mengatakan "Barangsiapa berpuasa Ramadhan, dan setelahnya berpuasa 6 hari bulan Syawal maka sama halnya dia telah berpuasa setahun penuh".
Hadits ini sejatinya di jadikan hujjah oleh Imam Syafi'i untuk meng-istihab-kan (mensunnahkan) puasa 6 hari di bulan Syawwal. Imam Hanafi berpendapat bahwa puasa 6 hari di bulan Syawal adalah makruh. Pendapat serupa juga di kemukakan Abu Yusuf murid sang imam.
Alasan keduanya cukup membingungkan. Puasa 6 hari bulan Syawal di anggap menyerupai puasa ahlul kitab. Imam Malik berpendapat bahwa puasa 6 hari bulan Syawal adalah makruh, tapi dengan illah (alasan) yang berbeda dengan Imam Hanafi.
Menurut Imam Malik, beliau tidak pernah melihat orang yang berilmu melakukan puasa semacam ini, juga takut di anggap bahwa puasa semacam ini wajib. Karena ihthiyath (kehati-hatian) beliau itulah, puasa tersebut di makruhkan. Karena itu, sebagian Malikiyah (pengikut Imam Malik) ada pula yang berpendapat bahwa 'illah dari sang Imam sudah tidak relevan lagi, karena tidak mungkin seorang muslim pada saat ini beranggapan bahwa puasa itu adalah wajib.
Sebagian Malikiyyah ini lalu menganggap bahwa puasa tersebut tidaklah makruh.
Lalu munculah Qadhi 'Iyadl untuk menengahinya. Menurut sang Qadhi, pendapat Imam Malik memiliki beberapa ihtimal (kemungkinan); mungkin saja -masih menurut qadhi 'Iyadh- Imam Malik memakruhkannya ketika puasa syawal langsung di laksanakan setelah hari raya 'eid fitri, tapi jika puasa syawal di laksanakan pada pertengahan bulan tidak apa-apa.
Itulah kira-kira ragam pendapat para ulama menyangkut puasa 6 hari di bulan Syawal. Bagi kelompok yang menyatakan bahwa puasa tersebut sunnah, mereka berbeda pendapat tentang tata cara pelaksanaannya.
Menurut Imam as-Syafi'i dan al-Mubarak, baiknya puasa ini di laksanakan berturut-turut setelah 'Ied. Tetapi Imam Ahmad dan Waki' mengatakan bahwa tak mengapa puasa ini di laksanakan berturut-turut atau terpisah-pisah. Pendapat terakhir dari Ma'mar dan Abdurazzaq yang mengatakan bahwa sebaiknya puasa ini jangan di kerjakan setelah 'Ied, karena hari-hari setelah id adalah ayyamu aklin wa syurbin atau hari-hari yang di peruntukan untuk bersantap. Karena itu menurut keduanya, baiknya puasa Syawal ini di kerjakan pada pertengahan bulan.
Terlepas dari banyaknya pendapat mengenai puasa ini, ganjaran yang di peroleh oleh orang yang melaksanakannya sungguh besar. Sesuai hadits, siapa yang mengerjakannya, sama halnya telah berpuasa selama satu tahun penuh.
Menurut Qadhi 'Iyadh, maksud dari ini semua adalah bahwa semua kebaikan akan di balas sepuluh kali lipat. Itu berarti ketika kita berpuasa selama satu bulan ramadhan, maka pahalanya seperti sepuluh bulan. Dan jika berpuasa enam hari setelahnya (pada bulan syawal) maka balasannya adalah seperti mengerjakan puasa enam puluh hari. Itulah mengapa, siapa yang berpuasa ramadhan dan melanjutkan berpuasa 6 hari bulan Ssyawal, sama halnya dia telah berpuasa satu tahun penuh.
Itulah kira-kira ragam pendapat para ulama tentang puasa Syawal, juga pendapat Qadhi 'Iyadh mengenai maksud dari balasan bagi orang yang mengerjakannya.Wallahua'lam.
*Anggota Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCNU) Maroko
No comments
Post a Comment