Orang yang berpura-pura sebagai pihak yang terdlolimi ini biasa istilah dengan Victim playing. Victim Playing disebut juga dengan playing the victim atau self-victimization, yaitu upaya menjadikan dirinya sebagai korban untuk berbagai alasan seperti membenarkan kesalahannya, untuk menipu orang lain, dan strategi mencari perhatian pihak lain.
Strategi Play Victim adalah seolah-olah dirinya sebagai korban yang selalu di dzolimi, ditindas, mau dibunuh, minoritas, tidak boleh ngapa-ngapain dan membuat seakan-akan mereka orang yang paling menderita dimuka bumi ini sehingga dia akan mendapat simpati orang lain yang kasihan sama dia.
Tujuan melakukan "Victim playing" adalah lebih pada mengarahkan opini orang-orang (masyarakat) agar menyalahkan seseorang atau suatu kelompok yang seakan-akan (seseorang atau kelompok) menjadi penyebab dibalik semua kemalangan di pelaku "Victim playing", seakan-akan pelaku "Victim playing" ini orang baik yang tertindas oleh orang jahat.
Saat orang bersimpati kepadanya, dia akan membuat pengembangan sebesar-besarnya dan sebebas-bebasnya untuk mencapai tujuannya. Tentu saja hal ini tidak akan dicurigai oleh orang-orang yang bersimpati kepadanya, karena dia selalu dianggap orang baik, bahkan jadi korban. Tetapi orang-orang yang mengerti mengenai strategi Victim playing akan memahami tindakan orang tersebut.
Siapa Pelaku Victim playing?
Victim playing bisa dilakukan siapapun, baik perorangan maupun kelompok tertentu yang memiliki tujuan dengan cara menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
Victim playing juga dilakukan dalam dunia politik, agama dan lainnya.Victim playing bisa dilakukan orang-orang Islam, kelompok-kelompok tertentu didalam Islam, orang non-Islam dan lainnya. Misalnya, bisa saja pihak yang minoritas menjadikan dirinya seolah-olah tertindas terhadap kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh pihak lainnya.
Saat ini, Victim playing ternyata juga dimanfaatkan oleh kalangan pendukung teroris atau pelaku terorisme. Dalam berbagai aksinya, mereka membebaskan diri mereka melakukan aksi-aksi teror, menyebarkan propaganda di masyarakat dengan mengkafirkan pemerintahan yang sah dan berbagai aksi lainnya, tetapi ketika ditangkap atau di grebek oleh pihak keamaan, mereka bertindak seolah-olah sebagai mereka adalah korban yang ditangkap atau digrebek secara dlolim.
Demikian pula, orang-orang Wahhabi atau sejenisnya yang bebas menyesatkan pihak lain melalui berbagai media cetak, online dan lainnya. Namun, ketika mendapatkan perlawanan, mereka lalu bernaung dibawah "Freedom of speech ", padahal disisi lain mereka menentangnya. Mereka juga menjadikan diri mereka seolah-olah sebagai korban dari aksi umat Islam yang menolak mereka. Mereka ingin ditolerir sementara mereka tidak bisa toleran (intoleran).
Ibnu Manshur/Berbagai sumber
No comments
Post a Comment