Islam Itu Satu, Benarkah Pernyataan Seperti Ini ?
Muslimedianews.com ~ Islam itu satu, islam itu universal, islam itu hanya satu jenis, dan islam sumber utamanya hanya al-Qur’an dan hadis. Ini kalau kita melihat islam dari kaca mata normatif dan secara global. Dalam kacamata ini, yang dimaksud dengan kata "islam" adalah agama yang diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah. Penggunaan kaca mata normatif ini adalah ketika kita membahas islam dalam kaitannya dengan agama-agama lain. Gampangnya, islam di ranah ini adalah islam sebagai sebuah nama agama tertentu.
Tapi kalau kita mau melihat islam secara detail ke internal islam sendiri, maka kita harus mengklasifikasi atau memilah islam itu ke dalam beberapa kategori supaya akurat dan tak nglantur. Klasifikasi islam ini dilakukan dengan memandang islam secara historis, yakni sebagai PEMAHAMAN orang-orang terhadap agama islam. Bukan muslimnya yang jadi objek bahasan, tapi ajaran yang diyakini dan dipraktekkan oleh sekelompok muslim yang mereka sebut sebagai ajaran islam.
Klasifikasi ini bisa macam-macam tergantung sudut pandangnya. Misalnya:
1. Dari sisi teologinya islam bisa dibagi menjadi islam sunni dan islam syiah. Masing-masingnya juga masih bisa dibagi lagi ke dalam beberapa sub bagian.
2. Dari segi fikih bisa dibagi menjadi islam mazhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, Hanabilah, Ja'fafiyah, Zaidiyah, Dhahiriyah. Yang tak mau dibilang mazhab tetapi dalam realitanya menjadi mazhab, seperti tarjih dan salafi juga bisa masuk di sini.
3. Dari segi kaku tidaknya ajaran islam dalam mendudukkan teks agama, islam bisa dibagi menjadi islam radikal, islam moderat dan islam liberal. Juga bisa juga dimunculkan istilah islam rahmatan lil 'alamin, islam wasathiyah, dan sebagainya di ranah ini.
4. Dari segi geografis bisa dibagi menjadi islam timur dan islam barat. Boleh juga lebih spesifik ke cakupan negara seperti islam Saudi, islam Indonesia dan seterusnya. Bisa juga berdasarkan suku seperti islam jawa, islam aceh dan seterusnya. Pembagian ini harus mencerminkan corak tertentu yang punya unsur pembeda. Teringat Islam Nusantara? Ya, di konteks inilah istilah itu berada.
5. Dari segi periodisasi, islam bisa dibagi menjadi islam salaf, islam abad pertengahan, islam modern, atau istilah agak aneh semisal islam post-modern. Bisa juga diambil satu titik sejarah tertentu misalkan masa kolonial lalu diklasifikasi menjadi islam pra kolonial dan pasca kolonial. Contoh lainnya adalah islam khilafah dan islam pasca khilafah.
6. Dari segi penerimaannya terhadap budaya lokal, islam dapat dipilah menjadi islam puritan, islam adaptif atau bahkan islam sinkretis.
7. Dari segi holistik tidaknya sebuah ajaran islam yang dipahami, kata islam bisa dibagi menjadi islam kaffah dan ghairu kaffah.
Dan begitu seterusnya banyak sekali. Tergantung mau melihat islam historis ini dari sudut pandang apa, cakupannya mau seluas apa dan mau memakai istilah apa sebagai identitas pembeda. Tentu saja, yang luas dan beragam ini bukan soal syahadat atau teks wahyu yang cuma satu itu, tetapi soal pemahaman manusia dan ekpresi dari pemahaman itu.
Kalau ada yang menafikan unsur historis ini dan tak mau mengklasifikasi tetapi dengan polosnya cuma mau bilang bahwa islam ya islam saja tanpa embel-embel klasifikasi apapun, itu tandanya dia ahistoris (buta realitas sejarah). Yang ahistoris ini biasanya suka berbicara atas nama islam, menukil tokoh islam, atau bahkan mengkritik islam tetapi tak jelas islam mana yang dia maksud, akhirnya hanya nglantur saja gak jelas.
Apakah klasifikasi seperti ini berarti mengkotak-kotakkan islam atau memecah belah islam? Duuuh.... Tepok jidat dah kalau dengar pertanyaan konyol ini. Klasifikasi islam dalam ranah historis dibuat supaya kajiannya fokus dan tidak gebyah uyah, kok malah dikira bikin agama baru seolah sedang membagi islam dalam ranah normatifnya. Jangan-jangan tak paham klasifikasi pula?
Aneh bin ajaib, orang yang alergi dengan klasifikasi kata islam, yang taunya hanya Islam normatif saja itu biasanya sering mengucapkan istilah islam rahmatan lil 'alamin, islam kaffah atau islam apapun kesannya positif untuk dirinya sendiri dan merasa dirinya sebagai lawan dari apa yang dia sebut sebagai islam liberal. Katanya islam ya islam saja, kok masih ada embel-embelnya? Cape deeh....
فَمَالِ هَ?ؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا
Maka mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sama sekali?” [Surat An-Nisa' 78]
Ust. Abdul Wahab Ahmad
No comments
Post a Comment