BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

Thursday, April 25, 2019

Apakah Khilafah Pasti Tegak Kembali Atau Hanya Khayalan Orang HT

Muslimedianews.com ~ Umumnya aktivis Hizbut Tahrir akan meyakini demikian. Contohnya seperti status salah satu aktivis Hizbut Tahrir yang ditulis dalam laman Facebooknya berikut ini, “Tegaknya khilafah itu suatu keniscayaan. Jika ada orang yg meragukannya atau menghalanginya maka rubalah cara berfikirnya”
Sumber “keyakinan” ini, jika bertumpu pada kitab-kitab mutabanat Hizbut Tahrir adalah hadis Nabi صلى الله عليه وسلم yang berbicara fase-fase pemerintahan umat Islam yang disana menyebut “khilafah ‘ala minhaj nubuwwah”. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ahmad dengan redaksi berikut ini,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ (مسند أحمد (37/ 361)
“Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Akan ada masa kenabian pada kalian selama yang Allah kehendaki, Allah mengangkat/menghilangkannya kalau Allah kehendaki. Lalu akan ada masa khilafah di atas manhaj Nubuwwah selama yang Allah kehendaki. Kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendaki. Lalu ada masa kerajaan yang sangat kuat (ada kedhaliman) selama yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya bila Allah menghendaki. Lalu akan ada masa kerajaan (tirani) selama yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya bila Allah menghendaki. Lalu akan ada lagi masa kekhilafahan di atas manhaj Nubuwwah”. (H.R. Ahmad)
Dalam kitab-kitab mutabannat Hizbut Tahrir, hadis ini dicantumkan di antaranya pada kitab Ad-Daulah Al-Islamiyyah (sebelum daftar isi), cetakan tahun 1423 H/2002 (cetakan keenam) yang cetak oleh Penerbit Darul Ummah di Beirut. Hadis ini juga diulang-ulang pada sejumlah nasyroh resmi, dikupas di majalah Al-Wa’i, dan juga diulas di sejumlah tulisan pribadi aktivis Hizbut Tahrir. Bahkan, Hafid Abdurrahman, salah seorang tokoh Hizbut Tahrir Indonesia berani membuat tulisan yang targetnya sangat jelas ingin mengajarkan kepada aktivis Hizbut Tahrir Indonesia bahwa kedatangan khilafah ini masuk dalam perkara keyakinan dan akidah. Beliau menulis catatan kecil berjudul "Khilafah Dalam Hadis Mutawatir Bi Al-Ma’na"
Upaya “mengakidahkan” Khilafah ini jelas keliru dan melampaui batas. Minimal ada tiga alasan yang menyebabkannya.
Pertama, kitab resmi Hizbut Tahrir sendiri mengatakan bahwa khilafah itu bukan soal akidah. Jadi upaya mengakidahkan Khilafah, baik secara lugas maupun malu-malu jelas salah dan juga melanggar ide mutabannat Hizbut Tahrir. Dalam kitab Muqoddimah Ad-Dustur disebutkan,
ولكن الإمامة أي الخلافة ليست من العقيدة (مقدمة الدستور (ص: 14)
“Akan tetapi imamah itu, yakni khilafah bukan termasuk akidah” (Muqoddimah Ad-Dustur, hlm 14)
Kedua, dalil-dalil tentang kedatangan khilafah di masa yang akan datang itu semuanya adalah khobar ahad. Dalam pemikiran Hizbut Tahrir, hadis ahad status kevalidannya adalah zhonni, sehingga tidak boleh diyakini. Jadi, jika ada oknum Hizbut Tahrir yang ingin mengakidahkan kedatangan khilafah, maka dia melanggar tabanninya sendiri yang sekaligus bermakna melanggar sumpahnya. Taqiyyuddin An-Nabhani berkata,
ولهذا لا يجوز أن تعتقد، (الشخصية الإسلامية الجزء الأول (ص: 194))
“Karena itu, tidak boleh (kepercayaan yang dibangun dari hadis ahad itu) diyakini” (Asy-Syakhshiyyah Al-islamiyyah, hlm 194)
Ketiga, mengakidahkan khilafah itu adalah akidah syiah. Jika ada upaya mengakidahkan khilafah, tanpa membedakan apakah dalam aspek keharusan tegaknya ataukah dalam aspek akan kedatanganya kembali, maka doktrin ini sudah “beraroma” doktrin syiah, dna tidak ada ulama ahlussunnah yang membombastiskan kedudukan khilafah seperti cara syiah.
Adapun tulisan Hafid Abdurrahman yang berusaha membuktikan bahwa khilafah itu hadis mutawatir bil makna, maka penjelasanya sama sekali tidak membuktikan hal tersebut. Malahan, yang terjadi adalah pemutarbalikan makna hadis dan takalluf yang sifatnya emmaksa-maksa makna hadis supaya cocok dengan target kesimpulan yang diinginkannya. Cara belaiu menafsir-nafsirkan sendiri berbagai riwayat tanpa sanggup menukil ulama-ulama otoritatif dari berbagai masa snagat kelihatan dalam tulisan pendek itu. Pada semua riwayat yang dituliskannya tidak ada satu hurufpun yang menyebut khilafah masa depan secara lugas, atau khilafah yang akan tegak kembali setelah zaman runtuhnya daulah Utsmaniyyah atau khilafah yang akan tegak di akhir zaman sekalipun. Semua hadis yang disajikan hanya satu yang lugas menyebut kata khilafah dan itupun ditafsirkan secara lemah (agar cocok dengan misi Hizbut Tahrir), sementara hadis-hadis sisanya tidak ada satupun yang menyebut khilafah tetapi dipaksa-paksakan secara zalim agar bisa dimaknai sebagai khilafah yang akan tegak kembali setelah masa Daulah Utsmaniyyah.
Berikut ini saya ulas secara singkat seluruh hadis tersebut. 
Hadis pertama, tentang hadis Ahmad yang menyebut akan terjadi masa khilafah ‘ala minhaji nubuwwah setelah masa kerajaan diktator. Memang ada sebagian ulama yang menafsirkan bahwa hadis itu bermakna khilafah di akhir zaman. Saya tidak mengingkari ini. Hanya saja, saya tidak sepakat dengan pendapat tersebut dan lebih setuju dengan pendapat ulama yang mengatakan bahwa masa itu sudah terjadi karena tafsirnya sangat kuat. Khilafah ‘ala minhaji nubuwwah pada hadis itu sebenaranya sudah terjadi. Karena itu, percuma juga ditunggu-tunggu. Masa kenabian adalah masa hidup Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Masa khilafah ala minhajin nubuwwah yang pertama adalah masa khulafaurosyidin yg empat. Masa kerajaan yang menggigit adalah masa Muawiyah, Yazid dan Marwan bin Al-Hakam. Masa kerajaan diktator adalah masa Abdul malik bin Marwan yang terkenal diktator, memenggal kepala shahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Az-Zubair, dan membantai banyak ulama setelah mengangkat Al-Hajjaj bin Yusuf sebagai jendralnya. Masa khilafah ala minhajin nubuwwah tahap dua adalah masa Umar bin Abdul Aziz. Jadi , hadis itu sudah terwujud. Tidak perlu ditunggu lagi, seperti Yahudi yang menunggu Mesias pembawa kejayaan lalu lupa membersihkan diri dan menyiapkan diri bertemu dengan Allah.
Kedua, riwayat tentang bahwa Islam akan masuk ke semua rumah. Ini juga keterlaluan jika dianggap sebagai ramalan khilafah masa depan. Riwayat itu sama sekali tidak menyebut Khilafah di zaman akhir. Malahan Tamim Ad-Dari bersaksi bahwa hadis itu sudah terjadi. Memang, kalau dilihat peristiwa “sanatul wufud”, lebih tepat hadis ini dipahami sudah terjadi. Lagipula bisa saja Islam jaya diberbagai tempat dengan banyak pemimpin, tidak harus nunggu satu pemimpin dulu. Seperti yang pernah terjadi pada Daulah Abbasiyyah di Baghdad dan Daulah Umayyah di Andalus. Dua-duanya ada dan berperan membuat orang masuk Islam. Jadi, tidak harus menyebarnya Islam itu dibayangkan berkat satu pemimpin.
Hide or report this
Ketiga, riwayat Waroq Mu’allaq. Ini adalah hadis dhoif sebagaimana pernyataan Husain Salim Asad. Adz-Dzahabi juga menegaskan salah seorang perawinya yang bernama Muhammad bin Abi Humaid adalah perawi yang didhoifkan para ulama hadis. Al-Bazzar juga mengatakan ia buka orang yang kuat. Ibnu Hajar mengatakan ia adalah perawi yang matrukul hadits. Jika ini hadis dhoif, bagaimana bisa dijadikan hujjah? Lagipula dengan asumsi hadis ini sahih sekalipun, hadis ini sama sekali tidak berbicara khilafah atau ramalan khilafah masa depan. Maksud waroq mu’allaq adalah mushaf, dan itu sudah terjadi di zaman utsman sebagaimana penjelasan Abu Hurairah.
Keempat, riwayat khilafah akan turun di ardhul muqoddasah (tanah suci). Maksud “ardul muqoddasah” dalam hadis tersebut adalah Syam, dan itu sudah terjadi ketika tegak Khilafah Bani Umayyah. Jadi hadis ini sudah terjadi di masa lalu, bukan khilafah yang ditunggu setelah hancurnya Daulah Utsmaniyyah .
Kelima, riwayat bahwa Syam itu Uqru Daril Mukminin. Hadis ini sama sekali tidak berbicara soal khilafah. Apalagi khilafah setelah hancurnya Daulah Utsmaniyyah atau khilafah akhir zaman. Makna yang tepat untuk hadis itu adalah, Syam itu adalah tempat yang melahirkan ulama salih yang besar dan berpengaruh di dunia Islam. Ini memang terjadi dalam sejarah. Dalam Peristiwa perang salib dan serbuan tentara Mongol, Syam tetap bersinar. Ada ulama-ulama seperti An-Nawawi yang terus menyinari dunia Islam dengan ilmunya, meski An-Nawawi sendiri tidak pernah menyerukan kembali tegaknya khilafah pada saat daulah Abbasiyyah dihancurkan tentara Mongol .
Keenam, riwayat tentang keadilan dan kezaliman. Hadis ini dhoif sebegaimana pernyataan Syua’ib Al-Arnauth. Al-Jauroqoni juga menegaskan itu hadis munkar karena perawi yang bernama Kholid bin Thohman. Jika ia hadis dhoif, bagaimana bisa menjadi hujjah? Lagi pula dengan asumsi hadis itu sahih sekalipun, riwayat itu sama sekali tidak berbicara soal khilafah. Apalagi khilafah setelah hancurnya Daulah Utsmaniyyah atau khilafah akhir zaman. Lagipula dalam Riwayat Al-Jauroqoni ditegaskan bahwa si zalim di situ adalah Bani Umayyah sementara yang adil adalah ahlul bait. Dengan melihat matan seperti ini tampaklah riwayat tersebut ada untuk membela kepentingan syiah. Jika benar Hizbut Tahrir berpegang hadis ini, berarti Hizbut Tahrir membenarkan syiah, menjadi pendukung syiah serta penyokong tegaknya kekuasaan dikalangan syiah yang memang suka memakai riwayat tersebut. Apalagi mungkin juga ditafsirkan bahwa kholifah adil setelah masa zalim adalah umar bin Abdul Aziz. Itu sangat cocok dengan fakta sejarah.
Ketujuh, hadis Hijrah setelah hijrah. Ini adalah hadis dhoif. Al-Albani menegaskan demikian. Anehnya Hafid Abdurrahman memakai penilaian Al-Albani jika sesuai kepentingannya (seperti saat mentakhrij hadis tentang khilafah turun ditanah suci di atas) tetapi meninggalkan penilaian Al-Albani jika tidak cocok dengan kepentingannya. Jika ia hadis dhoif, bagaimana bisa menjadi hujjah? Lagipula dengan asumsi sahih sekalipun, hadis ini sama sekali tidak menyebut khilafah, apalagi khilafah setelah hancurnya Daulah Utsmaniyyah atau khilafah akhir zaman. Para ulama mengatakan (dengan asumsi riwayat itu diterima) maknanya adalah ramalan nabi akan adanya hijrah ke Syam di masa fitnah. Dalam sejarah itu sudah terjadi. Tepatnya saat tentara Mongol menghancurkan Daulah Abbasiyyah dan menyerbu berbagai tempat di dunia Islam, satu-satunya tempat yang aman adalah salah satu kota di Syam yang bernama Damaskus. Karena itulah banyak ulama yang berhijrah di kota ini dan mereka tidak terkena dampak kehancuran yang dibuat oleh tentara Mongol. Seornag ulama yang bernama At-Turibisyti yang hidup di masa kekacauan itu waktu itupun tidak menampik kemungkinan bahwa maksud riwayat tersebut adalah di masa beliau itu (Abad ke 7 H) .
Kedelapan, Hadis Ghuroba. Hadis ini sama sekali tidak menyebut khilafah, apalagi khilafah setelah hancurnya Daulah Utsmaniyyah atau khilafah akhir zaman. Justru makna hadis ini adalah bahwa Islam itu akan semakin terasing dan dianut oleh sedikit orang. Bukan malah menunjukkan bahwa akan ada khilafah dan membuat Islam jaya kembali . Adapun tafsir bahwa Ghuroba’ adalah nuzza’ minal qoba-il, maka sama sekali tidak bisa ditafsirkan khilafah, atau pendukung khilafah atau orang yang berhijrah menuju khilafah. Karena para ulama menjelaskan bahwa para ghuroba’ itu adalah orang-orang yang mereka berhijrah kepada Allah. Ini lafaz yang umum sekali. Jadi bisa saja berlaku kepada orang-orang yang memilih beruzlah seperti ashabul kahfi, atau orang-orang yang lari ke gunung2 saat fitnah Dajjal terjadi .
Kesimpulannya, tidak ada satupun dari seluruh riwayat di atas (8 riwayat) yang menunjukkan akan tegaknya kembali khilafah setelah hancurnya Daulah Utsmaniyyah atau khilafah akhir zaman. Semua adalah penjelasan “sakit” dan bermasalah. Sebagiannya riwayat dhoif, sebagiannya lagi dilebay-lebaykan tafsirnya agar bisa ditarik-tarik ke makna khilafah. 
Sedihnya, di akhir tulisan, penulis memposisikan diri seolah-olah pakar hadis, dan MENENTUKAN STATUS SENDIRI bahwa riwayat-riwayat yang dikumpulkannya bermakna hadis khilafah yang akan datang itu adalah riwayat mutawatir bil ma’na. Padahal penulis juga bukan ahli hadis dan tidak ada satupun pakar hadis yang berbicara seperti kesimpulan penulis. Karena itulah penulis gagal, lemah dan tidak mampu menyebut satu saja pernyataan ahli hadis yang berpendapat seperti pendapatnya.
Wallahua'lam.
Apakah Khilafah Pasti Akan Tegak Kembali?
Oleh : Ustadz Muafa
« PREV
NEXT »

No comments