BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

Wednesday, October 09, 2013

Rumus 5 S - Habib Naufal bin Muhammad Alaydrus (Bagian. 1)

Muslimedianews.com ~ 5 S yang dimaksud di sini merupakan Sabar, Syukur, Sholat, Sodakoh, dan Sukses. Kelima pesan ini menurut Habib Naufal bin Muhammad Alaydrus didapat dari Kapolda Jawa Tengah. Sebelum menguraikan tentang 5 S, habib bercerita tentang ulama besar, soleh, dan hebat yang ketika ditanya mengenai gurunya, ia menjawab jika gurunya adalah wangwung. Wangwung ini tidak bisa hidup dari kotoran, jika disemprot minyak wangi ia justru mati.

Ketika ulama tersebut berjalan menuju masjid, ia melihat wangwung yang sedang berjalan di kubah masjid. Wangwung tersebut berusaha jalan menuju kubah masjid, tetapi selalu jatuh meskipun ia mencoba hingga berkali-kali. Ketika iqomah, ulama itupun masuk menuju masjid. Setelah solat dan dzikir, ia kembali melihat ke arah kubah. Saat itu ulama tersebut emlihat wangwungnya sudah ada di puncak kubah. Akhirnya ulama ini berfikir, jika wangwung saja tidak mau menyerah, dia terus berusaha dan sabar untuk sampai ke puncak kubah. Mengapa saya tidak sabar dan gampang menyerah? Sejak itulah sang ulama tidak mengenal kata menyerah. Akhirnya, ia menjadi ulama yang luar biasa, ilmunya luar biasa, dan kesolehannya luar biasa.

Orang yang sabar merupakan orang yang menyadari jika yang dialami merupakan suatu tantangan yang tidak enak, tetapi ia sabar. Sebagai contoh, seorang istri yang sering diringgal suaminya dinas keluar kota dan ia tetap sabar.

Sabar merupakan derajat awal. Agar menjadi enak, ubahlah menjadi syukur. Jika ada orang yang kepalanya tertimpa batu bata dan mengucapkan Alhamdulillah, dialah orang yang syukur. Tetapi jika mengucapkan innalillah, dia masih sabar.

Masih ingat cerita tentang Mbah Mubarid? Ketika sedang naik sepeda beliau ditabrak sepeda motor. Mbah Mubarid dan orang yang menabraknya sama-sama jatuh. Mbah Mubarid bangun lebih dulu, kemudian memegang tangan orang yang menabraknya. Beliau bertanya, “le..koe mau mangkat seko omah niat nabrak aku opo ora?” (Nak, kamu tadi berangkat dari rumah niat menabrak saya atau tidak). Setelah yang ditabrak menjawab “mboten mbah” (tidak mbah), Mbah Mubarid mengatakan “podo, aku yo ra niat njaluk mbok tabrak” (Sama, saya juga tidak niat minta kamu tabrak). Selanjutnya, Mbah Mubarid mengangkat tangan anak muda yang menabraknya dan berucap “Alhamdulillah, yuk mulih” (Alhamdulillah, mari pulang).

Mbah Mubarid bisa ketabrak dan bisa mengucap Alhamdulillah, kira-kira seperti itu mudah atau susah?

Ibu-ibu misalnya, sebagai orang tua kaum ibu memiliki derajat yang lebih tinggi karena susahnya melebihi kaum bapak. Mereka mengalami tiga kesusahan setelah menikah, pertama ketika mengandung, kedua ketika melahirkan, dan ketiga ketika merawat-menyusui hingga usia anak mencapai dua tahun. Itu waktu susah-susah yang luar biasa. Makanya, ibu-ibu pasti susah jika tidak sabar.

Pakailah prinsip ini agar bisa sabar. Dalam sebuah hadis, Rosululloh Muhammad SAW bersabda: barangsiapa dalam urusan dunia melihat yang lebih susah, dalam urusan akherat melihat yang lebih hebat, maka dia akan menjadi orang yang sabar dan syukur. Barang siapa dalam urusan dunia melihat yang lebih sukses, dalam urusan akherat melihat yang lebih rusak, maka dia akan menjadi orang yang tidak akab bisa sabar dan syukur.

Dalam hidup ini harus ada sabar dan syukur, orang yang sabar pasti bisa syukur dan sebaliknya. Oleh karena itu, agar ibu-ibu bisa sabar menghadapi suami, anak, dan masyarakat pakailah pepatah Jawa. Meskipun pendek, tapi maknanya luar biasa. Orang Jawa berkata: seng waras ngalah (yang merasa waras ngalah).Bulan Ramadhan merupakan lahan yang luar biasa untuk latihan sabar tingkat tinggi. Sesuatu yang tadinya boleh di bulan Ramadhan jadi tidak boleh setelah masuk waktu subuh. Bisa tidak kita sabar? Dan sabar itu ukurannya bukan sikap kita terhadap lawan atau manusia yang lain, sabar itu urusan kita dengan Allah SWT.
Sabar itu bisanya untuk yang enak atau nggak enak? Biasanya sabar itu dikonotasikan dengan sesuatu yang tidak enak. Padahal ketika disuntik pak dokter, setelah sakit karena disuntik dan membayar kita masih mengucapkan terima kasih sambil tersenyum. Ibu-ibu ketika melahirkan sakit dan taruhannya nyawa, begitu bayi lahir ibu pasti ngucap ke dokternya “terima kasih”. Padahal udah dibedah perutnya (bagi yang sesar) dan membayar sejumlah uang.

Artinya, dalam dua contoh tersebut kita bisa syukur. Mengapa kita bisa begitu? Karena tahu apa yang dilakukan dokter itu demi kebaikan kita. Oleh sebab itu, pakailah dua contoh tersebut dalam semua kehidupan apabila ingin bersyukur.  Dalam hidup ini Allah SWT sedang memproses kita untuk menjadi sosok yang super baik dan super hebat, masalahnya proses belum selesai banyak manusia yang protes dan menyalahkan Allah SWT. Proses belum selesai, manusia sudah merasa tidak puas. Ibarat dokter yang sedang mengoperasi dan si pasien justru memakinya karena telah menimbulkan luka.

Biji kopi itu tidak enak, yang enak itu wedang kopi (minuman kopi).  Untuk menjadi minuman yang nikmat, kopi harus ditumbuk dan disiram air panas sehingga muncul aroma yang menggairahkan. Manusia juga begitu, kalau mau enak ya harus mengalami yang nggak enak dulu. Sayangnya, dalam hidup ini kita sering tidak sabar ketika mengalami sesuatu yang tidak enak karena tidak tahu akhirnya nanti seperti apa. Kita lebih sering melihat sesuatu yang sedang dialami sekarang.

Oleh sebab itu, untuk sabar kita harus berprasangka baik terhadap Allah yang maha kuasa. Apapun yang terjadi pada kita, merupakan kehendak Allah agar kita menjadi lebih baik. Jika kita percaya kepada Allah seperti itu, apapun yang terjadi kita akan menjadi lebih baik baik dan akan berterima kasih kepada Allah. Sebaliknya, jika dikit-dikit kita sudah protes, kita akan hidup tanpa syukur dan hidupnya akan susah.
Ditabrak motor, koma, uangnya diambil orang, dan cotoh-contoh lainnya itu baik atau buruk tergantung darimana kita memandangnya. Jika ingin semua itu hasilnya baik, maka berprasangka baiklah kepada Allah yang Maha Mengatur. Karena tidak ada satupun peristiwa yang terjadi karena izin Allah. Jika kita sudah bisa berprasangka baik kepada Allah, maka hasilnya akan menjadi baik.

Masalahnya, sebagian besar dari kita masih suka berprasangka buruk. Bahkan, kita sering menggunjing orang lain. Bahkan, kini muncul menggunjing gaya pengajian seperti “astaghfirulloh . . . ibu fulanah itu lo . . . .” Padahal itu termasuk menggunjing dan itu haram. Itu ibarat orang yang akan mencuri atau minum khamr dan mengucapkan basmalah terlebih dahulu. Selain itu, menggunjing keburukan orang lain merupakan cerminan dari seringnya kita berprasangka buruk kepada Allah SWT.

Orang yang mau berdakwah juga harus memiliki ilmu, jika tidak justru akan menjadi bencana. Menasehati itu ada ilmunya, ilmu dasar ketika menasehati ialah harus melihat orang yang dinasehati itu itu lebih baik di mata Allah daripada dirinya. Misalnya ada pemabuk di tengah jalan. Bisa tidak kita menasehati tapi dalam hati dan pikiran kita, ini pemabuk merupakan calon wali. Jika susah, berarti kita masih merasa lebih baik dari orang lain. Padahal, benarkah kita lebih baik dari pemabuk itu? Kita hanya tahu punya dosa satu, yaitu mabuk. Sedangkan kita tahu jika selama hidup ini telah melakukan sangat banyak dosa. Artinya, kita sombong jika merasa lebih baik dari pemabuk tersebut. Sedangkan orang yang sombong tempatnya di neraka.


Disampaikan Habib Naufal bin Muhammad Alaydrus di Mapolres Surakarta dalam rangka HUT Bhayangkara ke-67.  Bersambung ke : Bagian.2 (Habis)

Redaktur: Pekik Nursasongko
Foto: pcnubalikpapan.or.id
« PREV
NEXT »

No comments