Muslimedianews.com ~ Lanjutan taushiyah Habib Nauval al-Alaydrus. Tausiyah sebelumnya baca :Rumus 5 S - Habib Nauval al-Alaydrus (Bagian. 1). Berikut lanjutanya :
Dulu, Bisr al Hafi dan murid-muridnya berjalan di tepi pantai, mereka melihat sekelompok pemuda sedang bermain gitar sambil mabuk dan disampingnya ada perempuan. Melihat kejadian tersebut, murid meminta sang ulama untuk mendoakan sesuatu yang buruk kepada para pemuda. Menurut para santri, merekalah yang merusak bumi dan menurunkan bencana. Akan tetapi, Bisr Al Hafi justri berdoa, “Ya Allah, Engkau telah membahagiakan mereka di dunia ini. Maka tolong bahagiakan mereka di akherat”. Saat itu para santri protes, tetapi sang guru menjawab jika ia diperintahkan Allah untuk mengajak manusia dengan hikmah, dengan cara yang bijaksana dan nasehat yang baik. Apabila ia mendoakan kematian, berarti saya mendoakan makhluk Allah untuk masuk neraka karena wafaat su’ul khotimah. Efeknya, para pemuda yang mendengar doa tersebut insaf dan bertaubat.
Lain cerita, di Simo (Boyolali) ada seorang pemabuk bertato yang sekarat karena tersengat listrik tegangan tinggi. Masyarakat berteriak agar orang tersebut tidak ditolong. Akan tetapi, dokter yang kebetulan ada di situ tetap menolongnya. Ketika didekati dokter, pria bertato itu misuh-misuh (ngomong kotor). Setelah tau jika pria tersebut merupakan seorang muslim, dokter tersebut menyarankan untuk mengucapkan dzikir. Anehnya, sang pemabuk menurut dan terus mendzikirkan subhanalloh. Ketika dalam perjalanan menuju rumah sakit, si pemabuk mengucapkan permintaan maaf kepada dokter dan masyarakat. Setelah itu, si pemabuk kembali mendzikirkan subhanalloh dan meninggal dunia. Artinya, orang yang dipandang jelek oleh masyarakat tersebut khusnul khotimah.
Oleh sebab itu, amar ma’ruf nahi munkar harus terus kita jalankan tetapi dalam hati kita jangan sampai ada rasa sombong dan merasa lebih baik. Karena sejatinya yang mengetahui jati diri manusia hanya Allah SWT. Bisa tidak kita seperti itu? Menurut Imam Ghazali, jika melihat anak yang muda usahakan di hati muncul rasa kagum karena mereka memiliki maksiat yang baru sedikit. Dia lebih baik dari saya. Jika ketemu orang yang lebih tua, merasalah jika umurnya sudah panjang dalam ketaatan. Dia lebih baik dari saya. Jika ketemu orang yang maksiat, dia maksiatnya Cuma satu (yang terlihat secara dhohir) sedangkan saya tidak terkira. Berarti dia lebih baik dari saya. Jika ketemu nonmuslim, dia bisa meninggal dalam keadaan Islam tapi saya belum tentu meninggal khusnul khotimah. Artinya, bertemu siapapun selalu prasangka baik yang dikedepankan.
Dengan kata lain, yang pertama harus dihilangkan adalah prasangka buruk terhadap Allah SWT dan hamba-hamba-Nya. Siapapun yang bisa berprasangka baik terhadap Allah SWT, pasti ia bisa sabar dan syukur. Seperti ketika diobati dokter, kita akan nurut dengan seluruh tindakan dokter atas tubuh kita. Bahkan, kita berterimakasih dan membayar sang dokter. Yakinlah bahwa seperti apapun keadaan kita, Allah SWT memiliki rencana atas diri kita. Teruslah berprasangka baik terhadap apapun yang menimpa diri kita.
Mari kita intropeksi diri sendiri. Sudah baikkah diri kita? Mengapa kita masih sering menilai orang lain lebih buruk dari kita? Walaupun sebenarnya kita sadar jika masih banyak buruknya. Perasaan tersebut muncul karena adanya setan.
Untuk membuat hati bersih dari godaan syetan, kita harus ibadah. Ibadah inilah yang dapat membersihkan hati. Semua itu baik, dan yang terbaik dari semua ibadah adalah solat lima waktu. Ibadah ini hanya butuh waktu sekitar lima menit (tiap solat), tapi bisakah kita khusuk ketika sholat? Padahal nonton sinetron satu jam kita bisa khusuk. Bahkan, kita bisa marah jika ada yang mengganggu kekhusukkan kita dalam menonton sinetron. Sudahkah kita seperti itu ketika sholat? Bahkan, masih banyak orang yang asyik sms-an sebelum takbir sholat.
Ketika kita solat, sudahkah kita dadan? Kita masih sering menggunakan pakaian yang ‘seadanya’ untuk sholat. Padahal perintahnya jelas, pakailah pakaian yang terbaik setiap kita sholat. Bahkan, pakaian kita tidak sebaik saat kita akan memenuhi undangan orang yang sedang memiliki hajat (seperti pernikahan). Padahal yang ngundang kita sholat itu Allah, yang seharusnya lebih kita ‘hargai’ dari siapapun.
Artinya, kita masih sering menomorduakan sholat. Contoh lain, kebanyakan kita apakah rela menghentikan nonton sinetron yang sedang seru untuk bergegas sholat ketika adzan berkumandang? Itu untuk ibu-ibu. Untuk bapak-bapak, ketika adzan berkumandang dan ada transaksi uang, manakah yang lebih dipilih?
Selanjutnya, sedekah. Untuk bapak-bapak, sodakoh terbaik untuk suami adalah menafkahi istri. Sesuap nasi kepada istrimu lebih baik dibandingkan diberikan kepada siapapun. Inilah salah satu pandangan Islam yang meninggikan wanita. Dalam warisan, seolah-olah perempuan termarginalkan karena mendapat bagian yang lebih sedikit. Padahal, bagian suami wajib untuk dinafkahkan kepada keluarganya dan bagian perempuan itu hanya untuk dirinya sendiri (tidak ada kewajiban untuk menafkahi).
Ucapan baik suami yang dapat menyenangkan istri juga sodakoh. Masalahnya sekarang banyak suami yang ketika bersama istrinya justru mengucapkan sesuatu yang tidak baik, dan sebaliknya. Inilah yang menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka perceraian di Jawa Tengah.
Dulu pernah ada seorang komandan Kopassus yang bercerita kepada saya. Ia dimintai anak buahnya untuk menandatangani surat permohonan perceraian, di Kopassus untuk bercerai harus diizinkan pimpinannya. Sang komandan enggan memberi tanda tangan sebelum anak buahnya tersebut menjalankan pesannya, pasangan tersebut diminta solat berjamaah selama seminggu. Seminggu kemudian, anggota Kopassus tersebut menghadap komandannya dan tidak jadi menggugat cerai dan ingin terus bersama hingga ke surga.
Ini merupakan salah satu cermin, pada kenyataannya banyak di antara kita yang lebih sering berjamaah ketika nonton sinetron dan pertandingan bola. Sedangkan berjamaah ketika sholat, hadir di pengajian, tadarus Al-Qur’an bisa dihitung dihitung dengan jari. Artinya, kita lebih sering berjamaah untuk urusan dunia.
Termasuk sodakoh terbaik merupakan perkataan yang baik kepada istri. Untuk itu, bapak-bapak harus pandai berbohong untuk menyenangkan istri. Karena pada kenyataannya para istri senang ‘dibohongi’. Sebagai contoh, istri senang dipuji sebagai yang tercantik. Meskipun sebenarnya ia tahu bila itu bohong. Begitu juga suami, mereka senang dipuji oleh pasangannya meskipun pujian itu cukup berlebihan. Dalam rumah tangga diperlukan bumbu-bumbu seperti ini.
Dalam riwayat yang dhoif , Nabi SAW pernah bersabda (bil makna): dudukmu untuk menyenangkan pasanganmu lebih utama daripada i’tikaf di masjidku (Masjid Nabawi) selama satu tahun. Padahal kita tahu jika i’tikaf di masjid tersebut memiliki pahala yang sangat besar. Sayangnya, banyak orang yang lebih senang ngobrol dengan teman-temannya daripada dengan pasangannya.
Sedekah uang sudah sering dibahas, tapi sedekah terhadap pasangan hidupnya semacam ini masih jarang dibahas. Padahal ngomong yang baik kepada pasangannya itu adakalanya lebih baik daripada member uang. Sedekah ucapan yang baik itu lebih baik daripada menyedekahkan sesuatu tapi diikuti dengan kata-kata yang menyakiti.
Apabila diikuti 4 S tersebut (Sabar, Syukur, Sholat, dan Sodakoh) maka kita akan mendapatkan S yang terakhir, yaitu sukses. Demikian pesan Kapolda Jawa Tengah.
Jika melihat polisi kita masih sering melihat dengan pandangan yang buruk, padahal di awal tadi kita belajar untuk memandang orang lain secara positif. Jika tidak pakai helm dan ditilang kita marah, melanggar lampu merah ditilang kita marah. Jika seperti itu yang gendeng (tidak waras) siapa?
Habib Naufal mengaku mendapat pelajaran ketika beliau diundang ceramah ke Hongkong. Lampu merah di sana sangat dipatuhi, termasuk bagi pejalan kaki. Ternyata mereka di didik seperti itu sejak di sekolah. Selain karena didikan, pelanggar lampu merah di sana akan dikenai denda seribu dolar. Hasilnya, masyarakatnya tertib.
Mari bercermin kepada pekerjaan polisi. Di tengah panasnya matahari siang, mereka tetap setia mengatur jalan. Ironisnya, masih banyak yang misui (mengumpat). Jika masih seperti ini, berartui kita belum bisa menghargai jasa orang lain.
Pesan terakhir Habib Naufal untuk menyambut bulan Ramadhan dalam kesempatan ini, jangan cari kesalahan orang lain. Sibukkan diri kita untuk mengurusi dan memperbaiki kesalahan diri sendiri. Salah satu yang terpenting, perbaiki hubungan dengan orang tua kita. Manfaatkan waktu yang tersisa untuk melayani orang tua. Karena sebagian besar dari kita selama ini justru dilayani orang tua, terutama ketika puasa.
Dalam kesempatan ini Habib Naufal juga mengusulkan diadakannya Solo Bertakbir menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri. Rute yang ditawarkan habib dari Lapangan Kota Barat menuju Balai Kota, berjalan kaki sambil membawa obor dan iringan rebana.
Disampaikan Habib Naufal bin Muhammad Alaydrus di Mapolres Surakarta dalam rangka HUT Bhayangkara ke-67
Foto: youtube.comRedaktur: Pekik Nursasongko

No comments
Post a Comment