Muslimedianews.com ~ Ketua
Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Ma'ruf Amin saat mengisi materi
Pelatihan Dai Kader Nahdlatul Ulama (NU) VIII Lembaga Dakwah NU, pada
Sabtu, 28 Juli 2012, Gedung PBNU, Jakarta Pusat, memberikan sebuah
penegasan bahwa tidak ada bentuk baku tentang apa yang disebut Negara
Islam. Dalam
sejarah, umat Islam mengalami bentuk kenegaraan yang bermacam-macam,
dari kerajaan, kekhilafahan, hingga republik.
Mustasyar Pengurus Besarh Nahdlatul Ulama (PBNU) itu juga mengkritik sejumlah kelompok yang berhasrat
'mengislamkan' Negara Republik Indonesia berdasarkan idealisme sistem
khilafah. Baginya, khilafah tidak harus dimaknai kelembagaan melainkan
spirit berkebangsaan. Menurutnya, yang penting semangat khilafahnya, bukan institusinya.
Pemerintahan yang baik, lanjutnya, adalah pemerintahan yang dapat
memenuhi tangung jawabnya. Sebagaimana kaidah fiqih, beban berat
tersebut tak lain adalah menciptakan kemaslahatan bagi segenap
rakyatnya.
KH. Ma’ruf Amin menyadari, masyarakat Islam Indonesia sedang menghadapi
tantangan sekularisme dan ekstemisme agama. Karenanya, mereka perlu
mengadakan pembentengan diri dan gerakan-gerakan sinergis untuk tujuan
kemaslahatan umat. Menurutnya, NU menjadi besar itu karena dulu
kiai-kiai sepuh, seperti Mbah Wahab mau bergerak. Beliau berdiskusi,
pindah dari tempat satu ke tempat lain untuk menyebarkan dakwah.
NKRI Sudah Final, Umat Wajib Jaga Keutuhan NKRI
Sementara,
pada Juli 2007 silam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama pemimpin
ormas-ormas Islam, mencermati perkembangan dan kondisi umat Islam di
Indonesia, dalam salah satu butir penyataan sikapnya yang disampaikan
pada acara peringatan Milad MUI ke-32 di Hotel Sultan, Jl Gatot Subroto,
Jakarta, Kamis (26/7/2007) menyatakan bahwa bentuk dan eksistensi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah final dan mengikat bagi
seluruh elemen bangsa Indonesia. Umat Islam sebagai bagian terbesar
wajib memelihara keutuhan NKRI.
"Deklarasi ini menjadi pesan yang sangat jelas bahwa umat Islam yang terwadahi dalam ormas-ormas Islam tidak mentolerir setiap upaya pemisahan diri dari NKRI (separatisme), serta upaya merubah bentuk negara kita," ujar KH. Sahal Mahfudh yang hadir pada kegitan tersebut bersama Menteri Agama saat itu Maftuh Basyuni dan sejumlah perwakilan ormas Islam.
Menurut KH. Sahal Mahfudz, komitmen tersebut sebenarnya telah diteguhkan pada 2006 melalui Ijtima` ulama. Dalam pertemuan itu, kurang lebih seribu ulama se-Indonesia turut mengamini. "Garis kebijakan MUI menyatakan bahwa perjuangan amar maruf nahyi munkar dan perjuangan lil-i`lai kalimatillah di negeri tercinta ini harus tetap dalam bingkai NKRI," ujarnya. (*)
Sementara,
pada Juli 2007 silam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama pemimpin
ormas-ormas Islam, mencermati perkembangan dan kondisi umat Islam di
Indonesia, dalam salah satu butir penyataan sikapnya yang disampaikan
pada acara peringatan Milad MUI ke-32 di Hotel Sultan, Jl Gatot Subroto,
Jakarta, Kamis (26/7/2007) menyatakan bahwa bentuk dan eksistensi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah final dan mengikat bagi
seluruh elemen bangsa Indonesia. Umat Islam sebagai bagian terbesar
wajib memelihara keutuhan NKRI."Deklarasi ini menjadi pesan yang sangat jelas bahwa umat Islam yang terwadahi dalam ormas-ormas Islam tidak mentolerir setiap upaya pemisahan diri dari NKRI (separatisme), serta upaya merubah bentuk negara kita," ujar KH. Sahal Mahfudh yang hadir pada kegitan tersebut bersama Menteri Agama saat itu Maftuh Basyuni dan sejumlah perwakilan ormas Islam.
Menurut KH. Sahal Mahfudz, komitmen tersebut sebenarnya telah diteguhkan pada 2006 melalui Ijtima` ulama. Dalam pertemuan itu, kurang lebih seribu ulama se-Indonesia turut mengamini. "Garis kebijakan MUI menyatakan bahwa perjuangan amar maruf nahyi munkar dan perjuangan lil-i`lai kalimatillah di negeri tercinta ini harus tetap dalam bingkai NKRI," ujarnya. (*)

No comments
Post a Comment