Muslimedianews.com, Jakarta ~ Pemilu di semua tingkatan di Indonesia dinilai gagal melahirkan
pemimpin yang baik. Dominasi politik transaksional tidak hanya
melahirkan pemimpin yang tidak baik, tetapi juga pemilih yang berprilaku
tidak baik.
"Ternyata pemilu tidak menghasilkan pemimpin yang baik, yang mampu
memberantas korupsi di lingkungannya, atau mammpu bebas dari tindak
pidana korupsi. Pak Gamawan (Mendagri) mengatakan lebih dari 50 persen
atau 287 kepala daerah terlibat tindak pidana," kata mantan Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD di Tangerang, Senin (7/10/2013).
Setelah reformasi, ujarnya, demokrasi dalam pelaksanaan pemilu terus
dibangun, meski ditemukan banyak kecurangan di berbagai level.
Ironisnya, setiap tahun tingkat kecurangan tersebut justru meningkat.
Bila pada 1999 kecurangan dilakukan per orangan atau kelompok tertentu,
saat ini dilakukan secara sistemik.
Ia membuktikan itu saat menjabat Ketua MK periode 2008-2013. Ketika
itu, MK membatalkan 72 kursi hasil pemilu karena kecurangan di tingkat
pusat. Serta 60 kursi di tingkat daerah.
"Dari 72 kasus itu semua parpol ada wakil-wakilnya yang terlibat. Jadi dilakukan semua partai dan sistemik," ujarnya.
Ia menilai, kecurangan yang didominasi motif politik uang menjadi
marak. Karena jabatan politik lebih banyak disetir oleh cukong yang
cenderung berorientasi keuntungan finansial. Sehingga, alur pelaksanaan
pemilu yang memungkinkan sengketa hasil pemilu bisa diusut kepada
lembaga peradilan juga digunakan untuk memuluskan keinginan pihak
tertentu.
Akibatnya, politik transaksional tidak hanya terjadi di lingkup
penyelenggara pemilu. Tetapi juga merembet hingga pada mahkamah
konstitusi tertinggi sekali pun.
"Saat biaya politik semakin mahal, elite juga semakin jelek karena
sistem yang dibangun mendorong ke arah korupsi. Malaikat masuk ke dalam
sistem Indonesia pun bisa jadi iblis juga," ucap Mahfud MD.
Sumber : Republika.coid
Baca juga :

No comments
Post a Comment