BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

OPINION

Opinion
Showing posts with label Indonesian. Show all posts
Showing posts with label Indonesian. Show all posts

Monday, November 18, 2019

NU Jatim Dirikan Markas Besar Oelama


Sidoarjo - Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur (Jatim) KH Marzuqi Mustamar meresmikan gedung Markas Besar Oelama (MBO) di Jalan Satria Nomor 181 RT 17 RW 03 Kedungrejo, Waru, Sidoarjo, Sabtu (16/11) malam.

Peresmian gedung Markas Besar Oelama ditandai dengan pemasangan papan nama yang disaksikan ratusan nahdliyin Sidoarjo dan Surabaya, juga jajaran pengurus NU Jawa Timur, utusan cabang NU se-Jatim.

Dalam pesannya, KH Marzuqi Mustamar mengatakan bahwa di tempat bersejarah ini membutuhkan proses legal guna mendapat sertifikat resmi atas nama Badan Hukum NU.

“Di sini, kita berdoa bersama agar proses tersebut bisa segera selesai. Lalu dimanfaatkan secara penuh oleh NU,” katanya melalui keterangan tertulis, Minggu.

Dengan peresmian gedung Markas Besar Oelama tersebut, Kiai Marzuqi berharap dalam pemanfaatannya nanti bisa digunakan untuk nuansa perjuangan seperti pelatihan kader-kader NU, disertai dengan acara pemberian ijazah doa serta untuk literasi sejarah perjuangan ulama bagi generasi muda.

Menurut saya, ketika kader-kader NU melakukan kegiatan yang membutuhkan penguatan spiritual, di sinilah tempatnya. Yang penting, dimanfaatkan untuk perjuangan NU dan kepentingan NKRI, tambah Kiai Marzuqi.

Tim Pengarah Revitalisasi Markas Besar Oelama, KH Sholeh Hayat menyebutkan, MBO adalah tempat berkumpulnya para ulama yang dipimpin oleh Kiai Bisri Syansuri sebagai kepala staf dan menjadi sentrum komando barisan Mujahidin yang dipimpin KH Abd Wahab Chasbullah untuk perjuangan 10 November 1945.

Peresmian gedung MBO ini merupakan langkah awal dari ikhtiar bersama untuk menjaga, merawat gedung bersejarah tersebut dan menjadikannya sebagai cagar budaya, agar tetap menjadi bukti untuk generasi yang akan datang tentang fakta sejarah perjuangan para Ulama dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Karenanya, tambah dia PWNU Jawa Timur berupaya mengembalikan rumah, aset sejarah yang berharga kembali kepada NU, kata penulis buku berjudul Kiai Dan Santri Dalam Perang Kemerdekaan tersebut.


Pewarta : Indra Setiawan
Editor : Didik Kusbiantoro
COPYRIGHT © ANTARA2019

Wednesday, May 29, 2019

Jangan Salah, Tidak Semua Keturunan Nabi itu Habib

Muslimedianews.com ~ Rabithah Alawiyah, wadah habib se-Indonesia, merespons situasi Indonesia terkini di mana sebagian masyarakat kadang bisa terprovokasi untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum. Rabithah Alawiyah juga menanggapi terkait penyebutan istilah habib yang dinilai salah kaprah. 

"Makna kata habib adalah seseorang yg dicintai dalam masyarakat Indonesia, kata habib disematkan pada seorang yang memiliki ketersambungan silsilah dengan Nabi Muhammad SAW melalui jalur Siti Fatimah Azzahra RA, yang di masyarakat menjadi tokoh yang dituakan, dengan ciri memiliki adab dan sopan santun, serta memiliki dasar keilmuan, serta selalu mengajak ke kebaikan di setiap tempat di mana beliau berada. Karena itu tidak semua yang memiliki ketersambungan silsilah yang dimaksud bisa diberikan sematan habib. Saat ini telah terjadi degradasi sebutan habib di masyarakat," demikian pernyataan Rabithah Alawiyah yang diterima, Rabu (29/5/2019).

Rabithah Alawiyah meminta siapapun yang terlibat dalam kerusuhan harus ditindak tegas sesuai aturan yang berlaku. Mereka juga mendorong aparat untuk mengedepankan pendekatan persuasif dalam mengayomi masyarakat.

"Kami meminta kepolisian RI dan aparat keamanan yang lain, menjunjung tinggi HAM, menghindari tindakan represif, dan mengedepankan pendekatan persuasif serta melakukan pembinaan terhadap anggotanya untuk mengayomi masyarakat," ujarnya.


Wadah habib se-Indonesia ini juga menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya para korban kerusuhan 21-22 Mei 2019. Rabithah meminta semua pihak tidak terprovokasi. 

"Saling menghormati pilihan politik dan mengedepankan tata cara yang baik dalam mensikapi perbedaan yang ada. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan rahmat-Nya dan melindungi negara yang kita cintai," ujarnya.

Sebelumnya, aksi yang digelar di depan kantor Bawaslu pada 21-22 Mei 2019 berujung ricuh. Sejumlah orang menjadi korban akibat kerusuhan itu. 

Polisi sudah menangkap ratusan pelaku yang terlibat dalam kerusuhan. Selain itu, ada beberapa orang yang ditangkap terkait penyelundupan senjata dan rencana pembunuhan para pejabat. Namun aktor utama di balik kerusuhan itu belum terungkap.

Di luar kejadian itu, ada juga peristiwa pembakaran Polsek Tambelangan di Sampang, Madura. Polisi sudah menahan sejumlah tersangka dan memburu 5 oknum habib yang diduga terlibat.

Pembakaran terjadi pada Rabu, (22/5/2019) sekitar pukul 22.00 WIB. Pembakaran berawal dari adanya sekelompok massa yang datang secara tiba-tiba ke Mapolsek Tambelangan.

Massa selanjutnya melempari mapolsek dengan menggunakan batu. Polisi berupaya memberikan pengertian dan melarang mereka berbuat anarkis, namun tidak diindahkan. (knv/fjp)

via detik

Tuesday, May 21, 2019

Peserta People Power Tulisan Wasiat Kredit Rumah, Motor hingga Hutang

Muslimedianews.com ~ Sebuah surat wasiat banyak menyebar di beberapa grup whatsapp, menjelang aksi 22 Mei 2019 di depan kantor KPU RI. Surat wasiat tersebut ditulis tangan, yang isinya membuat pembaca bisa mengocok perut karena bikin ngakak.

Surat wasiat tersebut berisi lima poin penting. Kelimanya berkaitan dengan hutang-hutang dan tunggakan kredit, yang dilengkapi dengan nominal dan lama tunggakan. Surat wasiat yang tidak diketahui penulisnya itu, sepertinya ditujukan kepada istrinya.

Isi surat wasiat tersebut sebagai berikut : 
1. Tunggakan kredit rumah Rp 697.000. Tunggakan sudah empat bulan.
2. Tunggakan kredit motor Rp 516.900 selama dua bulan berturut-turut.
3. Tunggakan kredit hp Rp 129.000
4. Hutang kepada Bu Attalia juga sudah ditagih. 
5. Tunggakan biaya sekolah anaknya yang belum pernah dibayar.

Si suami dalam surat wasiat tersebut berpesan kepada istrinya, vahwa ikut aksi ke Jakarta, lebih penting daripada hutang. Ke Jakarta, si suami berjihad membela penistaan agama.

Isi surat tersebut banyak menuai komentar warganet. Di antaranya Ahmad Busro asal Pamekasan. Menurutnya, aksi tanggal 22 Mei ke Jakarta untuk mendelegitimasi hasil Pemilu tidak masuk kategori jihad. Penetapan hasil Pemilu oleh KPU sudah benar karena KPU yang diberi kewenangan oleh negara untuk menyelenggarakan Pemilu dengan segala proses.

“Bukan jihad namanya kalau soal penetapan Pemilu. Justru memenuhi kewajiban rumah tangga seperti ditulis dalam surat wasiat itu jihad yang sebenarnya,” ujar Busro.

Ahnu/Taufiqurrahman/nu-pamekasan

Sunday, May 19, 2019

TK Katolik Santo Bernardus Kunjungi TK Aisyiah Bustanul Athfal Madiun

Muslimedianews.com ~ Toleransi antarumat beragama sudah sepatutnya diajarkan sejak dini. Seperti belasan siswa TK Katolik Santo Bernardus dalam kunjungannya ke TK Aisyiah Bustanu Athfal (ABA) 1 Kamis (9/5/2019). Kedatangan anak-anak yang didampingi kepala sekolah, komite dan sejumlah wali murid disambut hangat.

Cara penyambutan TK ABA 1 juga menarik. Anak-anak perempuan yang berbusana muslim serba putih menari riang gembira  menyambut kedatangan para tamu. ’’Ini menjadi tanda kasih ingin berbagi dengan saudara umat muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa,’’ kata Imelda Gurita Ulam Sari Kepala Sekolah TK Katolik St Bernardus ditemui Jawa Pos Radar Madiun.

Seluruh pelajar TK tersebut membaur dan saling bersuka cita. Pun, sejumlah siswa TK Katolik Santo Bernardus juga berbagi tasbih dan peci. Anak-anak yang menerima tasbih dan peci itupun terlihat bahagia. ’’Mengajarkan kerukunan sejak dini ini penting. Memiliki rasa menghormati, bertoleransi dan berbagi antarsesama sampai dewasa nantinya,’’ terangnya sembari meyebut tahun lalu berbagi di Jalan Pahlawan.

Kepala sekolah TK ABA 1, Ida Ayu Tristiawati mengapresiasi dengan acara yang diprakarsai oleh TK Bernardus. Sehingga menyambut dengan suka cita. Ida mengaku tidak menyangka, bahwa TK  Bernardus datang rombongan membawa, peci, tasbih serta jajajanan untuk berbuka. ’’Ini merasakan tali persaudaraan yang lebih erat antaragama,’’ ujarnya.

Ida juga berusaha menanaman nilai moral toleransi dan kerukunan umat beragama kepada anak didiknya. Mengajarkan, bahwa di Indonesia tidak hanya ada agama Islam. Melainkan juga agama nasrani dan lainnya. ’’Sehingga anak-anak tidak ada jarak antar umat muslim dan nasrani,kami sambut dengan gembira terima kasih untuk TK Bernardus,’’ jelasnya.

Untuk mengajarkan toleransi ini, TK ABA 1 telah mengajak anak didiknya mengunjungi sejumlah rumah ibadah. Ini sebagai salah satu cara untuk memperkenalkan agama lain. ’’Insyaallah kami akan bekerjasama, berkunjung ke tempat ibadah seperti terakhir ke Vihara, dan berbagi dengan teman-teman non-muslim,’’ pungkasnya. (dil/ota)

via radar madiun

Saturday, May 18, 2019

Jogja Jadi Tempat Latihan Terduga Teroris ISIS

Muslimedianews.com ~ Komplotan teroris jaringan ISIS yang beraksi di Malaysia diketahui pernah berlatih di Jogja dan berencana menyerang gereja di wilayah tersebut.

Polisi Diraja Malaysia menahan tiga tersangka teroris ISIS yang diyakini merencanakan serangan besar-besaran dan pembunuhan di Lembah Klang. Satu dari ketiga teroris itu adalah warga negara Indonesia.

Dalam sebuah pernyataan yang dilansir Bernama, Inspektur Jenderal Polisi Diraja Malaysia Abdul Hamid Bador mengatakan, para tersangka ditahan di Kedah dan Selangor secara terpisah sejak hari Selasa (14/5/2019).

Dua dari tiga teroris itu adalah warga Malaysia bernama Muhammad Syazani Mahzan dan Muhamad Nuurul Amin Azizan. Keduanya berusia 27 tahun dan ditangkap di Kuala Muda, Kedah, setelah polisi bekerja sama dengan keluarga mereka.

Sementara satu WNI yang ditangkap adalah Nuruddin Alele alias Fatir Tir (34). Dia ditangkap di Banting, Selangor, berdasarkan informasi dari publik. Ketiga orang itu, diklaim polisi berencana membunuh orang-orang terkenal yang mereka tuduh tidak mendukung Islam.

Kelompok ini juga ingin menyerang tempat-tempat ibadah Kristen, Hindu dan Budha serta pusat-pusat hiburan di Lembah Klang, Malaysia.

Dalam pernyataannya, kepala polisi mengatakan dua orang Malaysia dalam penangkapan terakhir ini sebelumnya telah menjalani pelatihan di Yogyakarta, Indonesia, pada tahun 2018.

“Di Yogyakarta, mereka belajar bagaimana membuat bom dengan triacetone triperoxide. Kedua tersangka ditemukan telah melakukan survei di beberapa gereja di Yogyakarta dengan tujuan melancarkan serangan," kata  Abdul Hamid Bador.

Muhammad Syazani, yang sehari-sehari berdagang burger, juga diduga merencanakan serangan bom bunuh diri di rumah-rumah ibadah non-Muslim di Malaysia, kata Abdul Hamid.

Sementara Fatir Tir, kata dia, terpapar ideologi ISIS saat menghabiskan lima tahun penjara di Surabaya.

Sumber : Suara.com via Harian Jogja

Jama'ah Ansharud Daulah Jateng Diduga Akan Memanfaatkan Momen Pemilu

Muslimedianews.com ~ Polri menyatakan, anggota kepolisian menjadi target sembilan anggota jaringan Jamaah Ansharut Daulah ( JAD) Jawa Tengah yang ditangkap pada Selasa (14/5/2019).

“Salah satu sasaran kan jelas, mereka kan punya prinsip bahwa siapapun yang tidak sealiran, itu adalah musuh mereka. Polisi, jelas sasarannya, kantor-kantor polisi,” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (16/5/2019).

Selain itu, mereka juga diduga merencanakan serangan dengan memanfaatkan pesta demokrasi Pemilu 2019.

Namun, Iqbal belum merinci momentum pemilu apa yang dimaksud. Menurutnya, hal itu masih didalami oleh tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri.

“Diduga juga mereka memanfaatkan momentum pesta demokrasi, diduga ada beberapa indikasi hal tersebut. Nanti kami akan sampaikan,” ungkapnya.

Ia menuturkan, tim masih terus mendalami dan mengembangkan penangkapan tersebut. Polri, katanya, terus melakukan upaya pencegahan atau preventive strike demi menjaga situasi tetap kondusif.

“Sebenarnya untuk mengantisipasi terjadinya serangan-serangan teror pada momentum pesta demokrasi, momentum Ramadhan, momentum Hari Raya Idul Fitri nanti, sehingga seluruh masyarakat dapat melakukan aktivitasnya aman, damai,” tutur Iqbal.

Sebelumnya, tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri menangkap sembilan terduga teroris pada Selasa (14/5/2019).

Sebanyak delapan terduga teroris ditangkap di Jawa Tengah, dengan inisial AH alias Memet, A alias David, IH alias Iskandar, AU alias Al, JM alias Jundi alias Diam, AM alias Farel, AS alias Tatang, dan TT alias Darma. Penangkapan dilakukan di beberapa tempat, di antaranya Grobogan, Sukoharjo, Kudus, dan Jepara.

Kemudian, satu terduga teroris lainnya ditangkap di wilayah Jawa Timur, dengan inisial JP.

via Harakatuna

Friday, May 10, 2019

Ikatan Gus: Ada Gerakan Terstruktur Mengajak Ulama NU Ikut People Power

Muslimedianews.com ~ Ketua Ikatan Gus-Gus Indonesia (IGGI) KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) mengungkapkan adanya gerakkan terstruktur dan masif dari beberapa kelompok guna mengajak ulama NU mengikuti gerakkan tidak percaya pada pemilu 2019. Gerakkan ini dilakukan dengan menghasut dan berusaha meyakinkan para tokoh dan kiai NU bahwa pilpres 2019 penuh kecurangan sehingga para ulama NU bisa ikut gerakkan People Power.

"Mbah Moen (KH Maimoen Zubair) mulai didekati, beberapa ulama sepuh lainnya juga didekati. Saya bahkan juga dihubungi beberapa orang untuk meyakinkan telah terjadi kecurangan dalam pilpres 2019," kata Gus Fahrur kepada wartawan, Kamis, 9 Mei 2019.

Sebelumnya sempat viral video seorang lelaki mendatangi KH Maimoen Zubair dan berusaha memaksa Mbah Moen mengeluarkan fatwa bahwa pilpres 2019 penuh kecurangan. Meski lelaki yang diketahui bernama Ishaq itu tampak emosional memaksa, namun Mbah Moen tetap minta semuanya menyerahkan hasil pilpres kepada lembaga yang berwenang.

"Jadi ada beberapa orang yang saya kira terstruktur menghubungi saya. Mereka sampai bertanya ke saya bagaimana hukumnya dalam Islam mendukung pemerintah yang menang pemilu secara curang," kata Gus Fahrur.

Gus Fahrur yang juga pengasuh pesantren An-Nur I, Bululawang, Malang ini mengatakan bahwa semua tuduhan kecurangan harus bisa dibuktikan secara faktual dan diselesaikan secara hukum.

Jangan sampai kecurangan hanyalah sebuah asumsi atau prasangka sepihak yang ujungnya hanya berupa informasi hoax yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.

Karenanya, Gus Fahrur minta semua pihak bisa menghormati proses demokrasi yang saat ini sedang berjalan serta bersabar menunggu hasil rekapitulasi nasional hingga diumumkan oleh KPU, sambil memperbanyak ibadah dan berdoa di bulan suci Ramadhan.

Apapun alasannya, menolak hasil pemilu dengan cara yang tidak konstitusional dan berujung pada kekerasan bukanlah cara yang baik dari kacamata agama.

"Secara tinjauan fiqh tidak diperbolehkan melakukan pemberontakan terhadap pemimpin yang sah. Pemberontakan itu disebut bughot dan harus dipadamkan misalnya kasus DI/TII dan Permesta di masa lalu. Untuk mengganti pemerintahan ya harus melalui mekanisme yang disepakati yakni pemilu yang sah. 
Ini Pemilu sudah berjalan, marilah kita hormati," kata Gus Fahrur.

Upaya untuk mengajak ulama-ulama NU agar tidak percaya pada pemerintah seperti yang belakangan masif dilakukan, kata Gus Fahrur, juga pernah terjadi pasca kerusuhan Tanjung Priok pada 1984.

"Saat itu, sekelompok orang mendatangi dan mengajak ayah saya alm KH Burhanuddin Hamid, untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah, dengan tegas Ayah saya menolak dan mengutip pendapat ulama salaf bahwa kalaupun pemerintah dzolim itu masih lebih baik daripada kekacauan dan perang," ujarnya.

Kekacauan di dalam negeri hanya akan membuat rakyat menjadi sengsara, sulit bekerja mencari nafkah dan tidak ada jaminan keamanan. Kecuali, jika seandainya pemimpin telah melarang salat dan menutup pesantren. "Maka saya akan mengangkat senjata melawan," tegasnya. (man)

via ngopibareng.id

Tuesday, May 07, 2019

Bachtiar Nasir Berstatus Tersangka Kasus Pencucian Uang

Muslimedianews.com - Polisi memanggil Bachtiar Nasir dalam rangka pemeriksaan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dalam surat panggilan, tertulis status hukum Bachtiar adalah tersangka.

"Ya betul (Bachtiar Nasir tersangka). (Ditetapkan sebagai tersangka) sudah lama, itu kasus lama," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadir Tipideksus) Bareskrim Polri Kombes Daniel Tahi Monang Silitonga saat dimintai konfirmasi detikcom, Selasa (7/5/2019).

Daniel membenarkan penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bachtiar pada besok, Rabu (8/5). Dia menyampaikan dugaan TPPU yang menjerat Bachtiar terkait dana Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS).

Berdasarkan surat pemanggilan pemeriksaan Bachtiar Nasir yang diterima detikcom, Nomor S. Pgl/ 1212/V/RES.2.3/2019/ Dit Tipideksus tertanggal 3 Mei 2019, Bachtiar diminta memenuhi panggilan pukul 10.00 WIB. Surat panggilan tersebut ditandatangani Dirtipideksus Brigjen Rudy Heriyanto Adi Nugroho.

Tertulis juga dugaan pasal yang dijeratkan kepada Bachtiar, yaitu Pasal 70 juncto Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 16/2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 28/2004 atau Pasal 374 KUHP juncto Pasal 372 KUHP atau Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP atau Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Nomor 10/1998 tentang Perbankan atau Pasal 63 ayat (2) UU Nomor 21/2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan Pasal 5 dan Pasal 6 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.


Kasus dugaan TPPU YKUS ditangani Bareskrim pada 2017. Saat itu polisi menegaskan ada aliran dana dari Bachtiar Nasir, yang merupakan Ketua GNPF MUI, ke Turki. Padahal dana yang dikumpulkan di rekening YKUS untuk donasi Aksi Bela Islam 411 dan 212. Diduga dana tersebut diselewengkan.

"Clear, ada. Nanti saya pastikan (jumlah uangnya). Tapi ada," tegas Irjen Agung Setya, yang kala itu menjabat Dirtipideksus, di kantor sementara Bareskrim, kompleks Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jl Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017).

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan polisi menemukan slip transfer uang dari Yayasan Keadilan Untuk Semua, yang menampung dana aksi 411 dan 212, ke Turki. Sementara itu, Kapitra Ampera, yang saat itu menjadi pengacara Bachtiar, membantah pernyataan Tito. Kapitra mengakui ada aliran uang dari Yayasan ke Turki, yang ditujukan ke IHH Humanitarian Relief Foundation.

Menurut Kapitra, uang itu dikirim oleh Islahuddin Akbar (pegawai bank yang menjadi tersangka penyelewengan dana yayasan) melalui rekening berbagi, bukan rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua. Kapitra menggarisbawahi transfer ke IHH tersebut dilakukan pada Juni 2016. Kurun itu jauh sebelum digelarnya aksi 411 pada November dan 212 pada Desember.
(aud/rvk)

detik

Sunday, May 05, 2019

Pemerintah RI Tetapkan 1 Ramadhan 1440 H Jatuh pada Senin 6 Mei 2019

Muslimedianews.com ~ Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan tanggal 1 Ramadhan 1439 H jatuh pada hari Senin (6/5). Hal ini disampaikan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin usai sidang itsbat yang digelar di Kantor Kemenag Republik Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (5/5).

“1 Ramadhan 1550 H jatuh pada esok hari tanggal 6 Mei 2019,” ujar Menag Lukman.

Keputusan ini diambil berdasarkan hasil hisab dan rukyatul hilal di 102 titik yang telah ditentukan.

Dalam melakukan sidang itsbat, Kementerian Agama menggunakan dua metode, yakni hisab dan rukyatul hilal. Dua metode ini, jelasnya, bukanlah dua metode yang diperhadapkan. Akan tetapi, keduanya metode saling melengkapi satu sama lain.

Hasil hisab itu, lanjutnya, perlu dikonfirmasi melalui metode rukyat. Pemerintah selalu menggunakan kedua motode sejak dahulu.

"Mudah-mudahan ini wujud kebersamaan kita sebagai sesama anak bangsa untuk menatap masa depan bangsa secara bersama-sama," kata Lukman.

Sidang itsbat ini dihadiri oleh KH Abdullah Zaini mewakili Majelis Ulama Indonesia, Ali Taher selaku ketua Komisi VIII DPR RI, sejumlah pimpinan Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam, ahli falak dan astronomi. (nu.or.id)

NU Umumkan 1 Ramadhan 1440 H Jatuh pada Senin 6 Mei 2019

Muslimedianews.com ~ NU telah mengumumkan 1 Ramadhan 1440 H Jatuh pada Senin 6 Mei 2019 selalui surat edarannya, sebagai berikut:


Saturday, May 04, 2019

Pertemuan 1500 Ulama di Jakarta Ajak Umat Jaga Stabilitas Keamaanan Pasca Pemilu

Muslimedianews.com ~ Multaqo Ulama, Habaib dan Cendekiawan Muslim Mengajak Umat Menjaga Stabilitas Keamanan & Menghindari Aksi-Aksi Inskontitusional Pasca Pemilu

Multaqo alim ulama mengajak umat Islam menjaga stabilitas keamanan dan menghindari aksi-aksi inskontitusional pasca pemilu 2019. Hal ini adalah bagian dari rekomendasi  dan kesepakatan Multaqo Alim-Ulama, Habaib, Dan Cendekiawan Muslim seluruh Indonesia di Ball Room Hotel Kartika Chandra Jakarta Selatan. Jum’at, 3 Mei 2019.

Pernyataan tersebut dibacakan oleh dai kondang KH. Manarul Hidayat. 

Stabilitas keamanan sangat erat hubungannya dengan keimanan. Ketika keimanan lenyap, keamanan akan tergoncang. Karena itu, Umat Islam  berkewajiban ikut terus aktif dan proaktif menjaga keamanan negara.

Para ulama, habaib, dan cendekiawan muslim perlu terus menjadi garda terdepan dalam membangun baldatun tayyibatun wa rabun Ghafur.

Hal tersebut disampaikan oleh Jubir Multaqo, Ust. M. Najih Arromadloni. Oleh karena itu, lanjut Najih, jika dikaitkan dengan permasalahan pemilu, ulil amrinya adalah KPU ( Komisi Pemilihan Umum), Bawaslu, dan MK. Seluruh umat Islam wajib taat kepada keputusan KPU, BAWASU dan MK jika menyangkut masalah hasil pemilu, karena mereka adalah lembaga Negara yang diberi wewenang berdasarkan UU untuk menyelenggrakan pemilu dan mengumumkan hasilnya. Sebaiknya umat Islam menghindari tindakan yang mengarah kepada bughat.

“Ketaatan di sini bisa bermakna teguh menempuh jalur konstitusional. Prinsip ketaatan ini untuk menjaga kelangsungan sistem sosial agar tidak terjadi anarki,” katanya.

Karena itu, pasca pemilu dan menyambut bulan Ramadhan ini, Najih menyampaikan beberapa poin penting dari Multaqo alim ulama hari ini. Multaqo alim ulama menghimbau ummat Islam untuk bersama-sama mewujudkan stabilitas keamanan, perdamaian, dan situasi yang kondusif, dengan mengedepankan persamaan sebagai ummat manusia yang saling bersaudara satu sama lain, daripada menonjolkan perbedaan yang bersifat kontra produktif. Sehingga, kita selama dan sesudah ramadhan akan mampu menjalankan ibadah dengan kualitas yang lebih baik, disertai keberkahan dari allah swt.

Selain itu, mengajak seluruh ummat islam di Indonesia untuk menghindari dan menangkal aksi-aksi provokasi. Selain itu, multaqo juga mengajak seluruh ummat islam di indonesia untuk tidak terpancing dalam melakukan aksi-aksi inkonstitusional.

“Hal tersebut akan sangat mengganggu berlangsungnya ibadah di bulan suci ramadhan, bahkan dapat menghilangkan pahala berpuasa di bulan ramadhan yang dilipatgandakan oleh allah swt,” pungkasnya.

Multaqo ini diinisiasi dan dihadiri oleh ulama sepuh KH Maimun Zubair dan Habib Lutfi bin Yahya yang dihadiri 1500 orang peserta dari para ulama sepuh, berbagai ormas, para habaib, para cendekiawan muslim.

Hadir juga sejumlah tokoh ulama diantaranya Prof Dr. Said Aqil Siraj, TGB Turmudi Badarudin, KH Anwar Iskandar, dan lain sebagainya. Disertai juga diskusi panel dari para cendekiawan muslim seperti Prof Dr Nasaruddin Umar, Prof. Maskuri Abdulillah, KH Masdar F Mas'udi, Habib Salim Jindan dan lainnya, serta dimoderatori oleh Dr Najib Burhani. [

Kontributor : N. Ramadhan

Friday, May 03, 2019

Komisi Fatwa MUI Serukan Percayakan Pemilu ke Lembaga Berwenang

Muslimedianews.com ~ Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta semua elemen bangsa untuk menjaga kondusivitas kehidupan berbangsa dan bernegara, senantiasa memelihara ukhuwah dan persaudaraan, serta menghindari rasa saling curiga.

"Rapat juga menyerukan untuk menghormati lembaga negara yang diberikan tugas dan kewenangan oleh konstitusi. Mempercayakan kepada lembaga yang memiliki kewenangan dan kompetensi untuk menjalankan tugas secara baik terkait dengan proses pemilu hingga tuntas. Jangan saling curiga serta menyebarkan informasi yang menyebabkan terjadinya keresahan di masyarakat. Jangan membangun opini menyesatkan yang melemahkan fungsi negara," jelas Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh seperti keterangan tertulis yang diterima Media Indonesia di Jakarta, Kamis (2/5).

Dia menjelaskan, hal itu adalah hasil rapat pleno Komisi Fatwa MUI dalam rangka sumbangsih terhadap kebaikan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan perspektif hukum Islam.

Kalau ada masukan, ketidakpuasan, kritik, atau protes, menurut dia, sebaiknya disampaikan dengan cara yang baik sesuai mekanisme yang dibenarkan. "Tidak boleh menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Tujuan yang baik harus dilakukan dengan cara yang baik, dan dampak yang ditimbulkan juga baik," kata dia.

MUI, imbuh dia, juga mengimbau agar aparatur negara bekerja dengan penuh dedikasi, amanah, untuk kemaslahatan bangsa.

Komisi Fatwa MUI juga meminta masyarakat untuk menjadikan hasil ijtimak ulama Komisi Fatwa MUI terkait masalah strategis kebangsaan dijadikan sebagai pedoman.

Terkait dengan masalah strategis kebangsaan, Forum Ijtimak Ulama Komisi Fatwa MUI telah menghasilkan beberapa fatwa. Seperti, tentang Peneguhan Bentuk dan Eksistensi NKRI (2006), Prinsip-Prinsip Ajaran Islam tentang Hubungan Antarumat Beragama dalam Bingkai NKRI (2009), Prinsip-Prinsip Pemerintahan yang Baik menurut Islam (2012), dan Menjaga eksistensi NKRI dan Kewajiban Bela Negara (2018). (X-15)

Media Indonesia

Tuesday, April 30, 2019

Tanggapi Laskar Alawiyyin, Habib Sholeh: Tak Ada Sejarahnya Habaib Memberontak di Indonesia

Muslimedianews.com ~  Habib Sholeh AlMuhdar mengkritik terbentuknya Laskar Alawiyyin yang ditengarai menjadi wadah gerakan para habaib untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang sah hasil Pemilu 2019.

"Saya tegaskan, tak ada sejarahnya Habaib melakukan pemberontakan di negeri ini, jadi kalau ada gerakan-gerakan atas nama Habaib itu harus dilihat. Jangan-jangan abal-abal," ujar Habib Sholeh di Jakarta, Senin (29/4/2019).

Habib Sholeh mengingatkan, dalam sejarah bangsa Indonesia, para Habaib selalu menjadi bagian dalam perjuangan kemerdekaan. Bukan sebaliknya, menjadi benalu yang merongrong keutuhan bangsa.

Karena itu, ia meminta TNI dan Polri mengusut siapa dibalik laskar Alawiyyin dan apa tujuan laskar ini dibentuk.

"Jika tujuannya adalah memberontak dan melawan pemerintahan yang sah hasil Pemilu Presiden 2019, maka harus dibubarkan. Mereka itu bukan habaib. Mereka tidak mewakili suara habaib di Indonesia," jelasnya.

Habib Sholeh meminta jangan dibiarkan jika ada pihak-pihak yang menunggangi nama habaib untuk kepentingan politik. Jangan gara-gara yang didukung kalah saat Pilpres, kemudian membuat rusuh dan menodai jalan suci para Habaib sesungguhnya dalam menjaga NKRI.

Sementara itu, Laskar Alwiyyin sendiri telah dideklarasikan. Laskar yang didirikan atas nama habaib ini menggelar kongres I pada Minggu, 28 April 2019 di Condet, Jakarta.

Sumber Jurnas

Saturday, March 02, 2019

Dr Mahmud Syaltout: Menghadapi Era Pembelahan Politik Identitas


Bahtsul Masail PBNU itu gak ada hubungannya ama Pilpres apalagi dukung salah satu Capres. Mau Lik Joko menang atau kalah. Ndhak ngurus. Republik dan nilai kebangsaan harus lebih utama.
Aku kebetulan langganan jurnal Foreign Affairs ini, dan baru habis baca artikel-artikelnya di edisi terbaru.
Dalam salah satu artikel, yang ditulis oleh Robert Sapolsky, Professor of Biology, Neurosurgery, and Neurology and Neurological Sciences at Stanford University and the author of Behave: The Biology of Humans at Our Best and Worst, berjudul “This Is Your Brain on Nationalism: The Biology of Us and Them”, hari ini kita menghadapi era pembelahan yang edan-edanan sebagai negara-bangsa, yang kalau ditinjau secara biologi, behaviour itu “wajar”.
Namun demikian, pembelahan karena politik identitas ini, sudah pada tahap sangat gelap, hitam, pekat.
Pembelahan ini sudah dibarengi dengan kebencian, seperti pelabelan pendukung Paklik Jokowi dengan “Cebong” vs pendukung Pak Prabowo dengan “Kampret”, yang mirip dengan pelabelan Yahudi dengan “hama” di Perang Dunia II di Eropa, orang Tutsi sebagai “kecoa” saat perang Rwanda, atau muslim dengan “teroris” saat “Global War on Terrorism” gencar-gencarnya dipromosikan oleh Amerika dan kawan-kawannya.
Kembali ke Indonesia...
Pembelahan dengan label politik identitas itu gak melulu dan khas sebagai kartu yang dimainkan hanya salah satu pasangan Capres-Cawapres, dan timsesnya serta para buzzersnya. Tapi semua!
Ya, semua!
Biar lebih jelas, bisa lihat postinganku di https://www.facebook.com/1978324239104104/posts/2339767589626432?sfns=mo, di mana aku memonitor kacau dan ruwetnya politik Indonesia di sosial media, dan bagaimana politik identitas dimainkan sudah pada tahap njelehi! Jancukan!
Label “kafir” terhadap Non Muslim dalam konteks ini pun juga dipakai oleh kedua belah pihak untuk melabeli pihak lawannya, tapi tidak pada kawannya. Pembelahan antara “us” vs “them”, atau “kita” vs “mereka” - sudah sampai pada tahap pisuhable!
Contoh, saat ada pendukung Lik Joko yang kebetulan non muslim dukung Lik Joko, maka label “kafir” itu gampang banget disematkan. Bahkan dengan narasi over generalisir simplistis “Jokowi didukung kaum kafir”. Dan begitu sebaliknya, saat Pak Prabowo ikut merayakan kegembiraan perayaan Natal bersama keluarga besar beliau, buru-buru fansboyes Lik Joko atau buzzer komentar kurang lebih begini “Itu yang kafir sebelah sana, kok sini yang dianggap kafir.”
Belum lagi hashtag #PrabowoJumatanDimana yang selalu muncul dan jadi Trending Topic di tiap hari jumat, meskipun pasca ada “serang balik” dengan adanya selebaran jumatan bareng Pak Prabowo di salah satu masjid yang jadi polemik dan viral, hashtag tersebut turun signifikan.
Belum lagi misalnya, pelabelan terhadap orang-orang dekat paslon yang kebetulan non-muslim dengan “kafir” yang sak karepe dhewe. Semisal, Pak Luhut (yang setahuku beliau sendiri sebenarnya santai-santai saja dengan labelling itu) atau Pak Harry Tanoe yang datang ke suatu pesantren, atau majelis, langsung saja dipertanyakan “Ini orang kafir kok datang pengajian sih? Kok datang ke pesantren sih?” dan seterusnya, dan begitu juga sebaliknya, saat Rocky Gerung yang mbuh ra jelas agamanya apa, atheis atau bukan, aku ra urus, datang ke pesantren, ke salah satu majelis, juga dikomentari kurang lebih senada “Itu Rocky khan kafir, kok malah disuruh ngisi ceramah?”, begitu juga terhadap Pak Hashim Djojohadikusumo adik Pak Prabowo, juga dapat label yang kurang lebih sama, dan seterusnya.
Dan debat ini ra uwis-uwis...
NU, menurutku dalam bahtsul kemarin, cukup berani, bahkan sangat berani, untuk menyuarakan hal ini.
Buatku, sebagai dosen, pengkaji, peneliti geopolitik dan hubungan internasional, harus mengakui bahwa para Kyaiku, salah satunya yang kukenal baik Romo Kyai Prof Muhammad Machasin, yang hadir dan berembug lalu memutuskan yang kalau disederhanakan dengan himbauan “please stop panggilan kafir!” terhadap saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air - ini sudah masuk dalam tahap “Prescriptive Analytics” - yang melebihi semua artikel di Foreign Affairs edisi terbaru ini yang mentok di “Diagnostic Analytics” dan “Predictive Analytics”.
Tahap “Prescriptive Analytics” merupakan maqam tertinggi dalam analisis atau kajian, di sini sudah ada value dan keberpihakan, karena di sini sudah menjawab pertanyaan “Apa yang seharusnya terjadi?” atau “Apa yang seharusnya kita lakukan?” - yang tentu saja ini melampaui “Apa yang mungkin terjadi?” dalam maqam “Predictive Analytics” apalagi “Mengapa hal ini terjadi?” dalam maqam “Diagnostic Analytics”.
Karena analisis ini sudah mengandung keberpihakan, wajar tidak bisa memuaskan semua orang. Dan, memang, NU bukan alat pemuas. Paham?
Pandangan sumir terhadap keputusan Bahtsul Masail NU ini, aku pantau kok justru malah kenceng disuarakan oleh salah satu kubu paslon, sebut saja, kubu Pak Prabowo, dan kemudian dengan gegabah melabeli NU = Jokowi. Buatku ini agak aneh dan paradoksal sekaligus over simplistis, mengapa? NU itu lebih besar daripada Jokowi maupun pendukung Lik Joko. Pesantren Bata-Bata yang menerima dengan terbuka Pak Prabowo, ya masih Pesantren NU, kultur NU, dan tidak sedikit pula pesantren NU lainnya, termasuk Kyai dan santrinya yang mendukung Pak Prabowo. Plus lagi, di keluarga dekat Pak Prabowo sendiri ada juga yang non-muslim khan?

Inilah 5 Rekomendasi Munas Alim Ulama NU Tahun 2019



Banjar - Munas Alim Ulama dan Konbes NU telah ditutup. Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj membacakan lima poin rekomendasi saat acara penutupan. 

Penutupan Munas Alim Ulama dan Konbes NU berlangsung di Ponpes Miftahul Huda Al Azhar, Citangkolo, Banjar, Jawa Barat, Jumat (1/3/2019). Rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan merupakan keputusan rapat pleno Munas Ulama NU, baik yang berkaitan dengan agama maupun organisasi.

Poin pertama yaitu istilah kafir tidak dikenal dalam sistem kewarganegaraan pada suatu negara dan bangsa. Maka setiap warga negara memiliki hak yang sama di mata konstitusi. Maka yang ada adalah nonmuslim bukan kafir.

Said Aqil dalam sambutannya mengisahkan istilah kafir berlaku ketika Nabi Muhammad SAW di Makkah untuk menyebut orang yang menyembah berhala, tidak memiliki kitab suci dan agama yang benar.
"Tapi ketika Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Tidak ada istilah kafir bagi warga Madinah. Ada tiga suku non muslim di Madinah, di sana disebut nonmuslim tidak disebut kafir," ucap Said.
Kedua, Said menjelaskan, berdasarkan konstitusi tidak boleh ada lembaga yang mengeluarkan fatwa kecuali Mahkamah Agung. Sebab Indonesia bukan darul fatwa. 

"Kalau ini hasil musyawarah ulama, bukan fatwa. Karena Indonesia bukan negara agama beda dengan negara Timur Tengah yang ada mufti. Namun sejurus dengan itu, tidak boleh ada warga negara Indonesia yang tidak beragama. Maka ada kementerian agama, tapi tidak ada darul fatwa," ujar Said.

Ketiga, terkait dengan fatwa, oleh karena hanya institusi yang diberi mandat oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan, yang sah mengeluarkan fatwa, maka NU menegaskan tidak satu pun lembaga yang mengatasnamakan dirinya sebagai mufti.

Keempat, mengenai sampah plastik yang sudah jadi permasalahan dunia. Indonesia jadi negara terbesar kedua penyumbang sampah plastik setelah China. Sampah plastik ini disebabkan oleh faktor industri dan rendahnya budaya masyarakat menyadari bahaya sampah plastik. 

"Oleh karena itu penanganan sampah plastik harus memasukkan elemen budaya. Sehingga membangun secara panjang dan prilaku masyarakat terhadap pentingnya menghindarkan diri dari bahaya sampah plastik. Tadi malam juga agak alot orang melanggar hukumnya seperti apa. Kalau tahu sampah plastik dapat mengakibatkan rusaknya lingkungan, mengganggu kesehatan, dimakan ikan lalu dimakan kita terganggu kesehatannya," tutur Said.

Hasil Munas Ulama NU yang kelima adalah money game dengan sistem Multi Level Marketing (MLM) yang mengandung unsur manipulasi, tipu daya, tidak transparan, pihak yang dirugikan, syarat menyalahi prinsip akad Islam, bukan barang tapi bonus, maka hukumnya haram.

"Kalau memenuhi syarat normatif, transparan bonus selain barang maka dihalalkan, ada ulama yang menghalalkan dengan sampai 12 syarat," terangnya.
Koordinator sidang Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah LBM PBNU Asnawi Ridwan mengatakan dalam komisi Bahtsul Masail Waqiiyah, hukum membuang sampah sembarangan adalah haram apabila nyata-nyata atau diduga membayakan. Apabila kemungkinan kecil membahayakan maka hukumnya makruh.

"Hukum awal ketika tidak dikaitkan dengan Perda atau Undang-undang pertama haram apabila nyata-nyata atau diduga membahayakan. Makruh apabila kemungkinan kecil membahayakan. Jadi kami mendorong kepada pemerintah, tidak hanya Perda tapi undang-undang yang sifatnya nasional. Maka hukumnya menjadi haram kalau buang sampah sembarangan," ujar Asnawi Ridwan.

Asnawi menjelaskan hasil komisi ini setuju pemerintah menerapkan sanksi kepada oknum yang membuang sampah sembarangan. Karena prinsip dasar syariat adalah menjaga hak azasi manusia secara umum. (detinews(

Friday, March 01, 2019

Munas NU: Non-Muslim Bukan Kafir, Mereka Warga Negara


Kata kafir seringkali disebutkan oleh sekelompok orang untuk melabeli kelompok atau individu yang bertentangan dengan ajaran yang mereka yakini, kepada non-Muslim, bahkan terhadap sesama Muslim sendiri. Bahtsul Masail Maudluiyah memutuskan tidak menggunakan kata kafir bagi non-Muslim di Indonesia. 

“Kata kafir menyakiti sebagian kelompok non-Muslim,” kata KH Abdul Muqsith Ghozali, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU di Komisi Maudluiyah pada Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019 di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2). 

Para kiai menyepakati tidak menggunakan kata kafir, akan tetapi menggunakan istilah muwathinun, yaitu warga negara. Menurutnya, hal demikian menunjukkan kesetaraan status Muslim dan non-Muslim di dalam sebuah negara.

“Dengan begitu, maka status mereka setara dengan warga negara yang lain,” terang Dosen Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Meskipun demikian, kesepakatan tersebut bukan berarti menghapus kata kafir. Penyebutan kafir terhadap non-Muslim di Indonesia rasanya tidak bijak. 

“Tetapi memberikan label kafir kepada warga Indonesia yang ikut merancang desain negara Indonesia rasanya kurang bijaksana,” kata Kiai Moqsith.

Pembahasan ini dilakukan mengingat masih adanya sebagian warga negara lain dari kelompok tertentu yang mempersoalkan status kewargaan non-Muslim. 

“(Mereka) memberikan atribusi teologis yang diskriminatif dalam tanda petik kepada sekelompok warga negara lain,” katanya.

Pembahasan ini dihadiri oleh Mustasyar PBNU Prof Muhammad Machasin, Rais Am Syuriyah PBNU KH Miftahul Akhyar, Rais Syuriyah KH Masdar Farid Masudi dan KH Subhan Ma’mun, Katib ‘Aam Syuriyah PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Katib KH Abdul Ghofur Maimun Zubair dan H Asrorun Niam Sholeh, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Ketua PBNU H Marsudi Syuhud, hingga Sekretaris Jenderal PBNU H Helmi Faishal Zaini. (NU Online: Syakir NF/Fathoni)

Wednesday, February 27, 2019

Pidato Pembukaan Munas & Konbes NU 2019 oleh Ketua PBNU


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله سيدنا محمد ابن عبد الله وعلى اله واصحابه ومن تبع سنته وجماعته من يومنا هذا الى يوم النهضة، اما بعد
Yth. Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. H. Joko Widodo beserta para Menteri Kabinet Kerja;
Para Pimpinan Lembaga Negara, para Duta Besar dari negara sahabat, para pejabat TNI/Polri; para pimpinan Partai Politik, Gubernur Jawa Barat, dan para kepala Daerah di Jawa Barat;
Rais ‘Aam PBNU beserta seluruh jajarannya, Pengurus Tanfidziyah PBNU beserta pimpinan Lembaga dan Banom di lingkungan NU, para pimpinan Wilayah NU serta para pengasuh pondok pesantren di seluruh Indonesia;
Hadirin Hadirat Tamu Undangan yang berbahagia.
Munas Alim Ulama dan Konbes NU Tahun 2019 kali ini mengambil tema “MEMPERKUAT UKHUWAH WATHANIYAH UNTUK KEDAULATAN RAKYAT.” Pemilihan tema ini dilandasi oleh situasi menjelang pelaksanaan pesta demokrasi rakyat yaitu pemilu serentak untuk memilih Presiden/Wakil Presiden serta para wakil rakyat tahun 2019. Nahdlatul Ulama perlu mengingatkan bahwa sebagai manifestasi kedaulatan rakyat, hasil pemilu harus mampu menjunjung, menegakkan dan mewujudkan kedaulatan rakyat dalam seluruh sendi kebijakan penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Mandat sejati dari kekuasaan adalah kemaslahatan rakyat, kesejahteraan sebesar-besar rakyat Indonesia:
تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة
Karena itu, Pilpres, Pileg dan Pilkada tidak boleh berhenti sebagai ajang suksesi kekuasaan, tetapi momentum penyelenggaraan kembali komitmen penegakan kedaulatan rakyat di tengah situasi zaman yang berubah dan bergerak cepat.
Salah satu perubahan itu ditandai oleh gelombang Revolusi Industri 4.0. yang bertumpu pada penggunaan massif teknologi informasi komunikasi berbasis internet (internet of things), kecerdasan buatan (artficial intelligent) dan analisis big data.  Revolusi Industri 4.0 berdampak luas, terutama pada sektor lapangan kerja. Menurut Mckinsey Global Institute, Revolusi Industri 4.0 akan menghilangkan 800 juta lapangan kerja di seluruh dunia hingga tahun 2030 karena diambil-alih oleh robot dan mesin. Khusus di Indonesia, akan ada sekitar 3,7 juta lapangan kerja baru yang terbentuk, tetapi ada sekitar 52,6 juta lapangan kerja yang berpotensi hilang akibat revolusi digital.
Bagian dari peluang positif Revolusi Industri 4.0. telah kita rasakan di Indonesia dengan kemudahan-kemudahan transaksi online untuk memenuhi sejumlah hajat hidup masyarakat. Namun, bagian dari ancaman Revolusi Industri 4.0. adalah tergusurnya sejumlah lapangan kerja di tengah masalah pengangguran dan postur tenaga kerja yang belum bersaing. Sekitar 60% angkatan kerja kita adalah lulusan SMP ke bawah. Bagaimana nasib mereka? Dalam revolusi digital, mereka terancam terus menerus menjadi korban pembangunan. Sektor pertanian adalah penyumbang terbesar kedua PDB Indonesia. Namun, di sektor tempat bergantung hidup 82% rakyat miskin ini, 30% adalah petani cangkul yang masih terseok di gelombang Revolusi Industri 1.0.
NU perlu mengingatkan bahwa manusia dan kemanusiaan harus tetap merupakan dimensi utama dalam pembangunan. Tugas pemerintah adalah mengelola peluang positif revolusi digital sekaligus mereduksi, mengantisipasi, dan merekayasa ‘mudharat-mudharat’ teknologi agar tidak mendehumanisasi pembangunan. Jepang telah bicara tentang Revolusi Industri 5.0. yang mendedikasikan capaian teknologi untuk melayani kemanusiaan (human-centered society). Indonesia, dengan segala kearifannya, harus mampu menyambut peluang-peluang baru tanpa menimbulkan jurang ketimpangan sosial yang lebih dalam.
Presiden, Rais ‘Aam, para Tamu Undangan, dan hadirin-hadirat yang berbahagia.
Nahdlatul Ulama didirikan dengan dua mandat besar, yaitu peran dan tanggung jawab keagamaan (mas’ūliyah dīniyah) dan peran dan tanggung jawab kebangsaan (mas’ūliyah wathaniyah). NU bukan hanya terpanggil untuk mengurus masalah ubudiyah, fikrah dīniyah, atau harakah Islâmiyah, tetapi juga masalah-masalah kebangsaan. Dalam kapasitas yang dimungkinkan, NU selalu berupaya membantu program-program Pemerintah yang mendukung kesejahteraan rakyat. NU juga memastikan bahwa NKRI adalah kesepakatan final yang tidak boleh dirongrong siapa saja. Karena itu, siapa saja yang mengancam NKRI, berniat menggerogoti dan merobohkan NKRI, akan berhadapan dengan NU.
Sebagai pelaksanaan dari mandat keagamaan dan kebangsaan, Munas Alim Ulam dan Konbes NU 2019 di Kota Banjar, Jawa Barat kali ini akan membahas sejumlah masalah penting yang diklasifikasi dalam Masâil Wâqi’iyah (mencakup bahaya sampah plastik, niaga perkapalan, bisnis money game, dan sel punca); Masâil Maudlûiyah (masalah kewarganegaraan dan hukum negara, konsep Islam Nusantara, dan politisasi agama), dan Masûil Dîniyah Qanûniyah (RUU Anti-Monopoli dan Persaingan Usaha agar kedzaliman ekonomi global dapat dicegah dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual). Di bagian Rekomendasi, NU tengah mengkaji agar Pemerintah mempertimbangkan kembali pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) untuk mengatasi defisit pasokan energi dalam jangka panjang.
Khusus terkait sampah plastik, NU sangat prihatin dengan status Indonesia sebagai penghasil limbah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Indonesia menghasilkan sekitar 130.000 ton sampah plastik setiap hari. Hanya separo yang dibuang dan dikelola di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sisanya dibakar secara ilegal atau dibuang ke sungai dan laut yang merusak ekosistem. Ketika sampah mikroplastik berubah menjadi nanoplastik dan kemudian dimakan ikan dan seterusnya dikonsumsi manusia, limbah plastik telah menjadi ancaman nyata bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Mengingat semakin mendesaknya polusi plastik, NU mendesak Pemerintah melakukan upaya yang lebih keras untuk menekan dan mengendalikan laju pencemaran limbah plastik di Indonesia.
Selain itu, menyadari dan menyikapi posisi dan kondisi Indonesia yang rawan bencana alam, semua pihak terutama Pemerintah harus berupaya memperkuat mitigasi dan kesiapsiagaan bencana masyarakat terutama di daerah berisiko tinggi terdampak bencana.
Nahdlatul Ulama mendorong agar hal itu dilakukan dengan cara: (1) meningkatkan kapasitas (pengetahuan dan skill) masyarakat dalam menghadapi bencana berbasis kearifan lokal terutama melalui pesantren dan madrasah; (2) Pemerintah Daerah harus menjadikan pengurangan risiko bencana terintegrasi dalam rencana pembangunan; (3) melakukan simulasi rutin penanganan bencana; (4) menyepakati sistem peringatan dini dan mekanisme penyelamatan diri saat terjadi bencana agar masyarakat dapat menyelamatkan diri; dan (5) mengalokasikan anggaran yang memadai.
Presiden, Rais ‘Aam, para Tamu Undangan, dan hadirin-hadirat yang berbahagia.
Sebagai bagian akhir sambutan, perlu saya tegaskan bahwa Nahdlatul Ulama mendukung komitmen Vatikan dan Al-Azhar yang dituangkan dalam “Human Fraternity Document” atau Dokumen Persaudaraan Kemanusiaan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab yang ditanda-tangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar Sheikh Ahmed Al Tayeb pada tanggal 4 Februari 2019.
Dukungan itu didasarkan konsepsi persaudaraan yang dianut Nahdlatul Ulama berupa persaudaraan sesama muslim (ukhuwah islamiyah), persaudaraan sebangsa dan setanah air (ukhuwah wathaniyah) dan persaudaraan sesama anak manusia (ukhuwah insaniyah atau ukhuwah bashariyah) sebagaimana didekralasikan Nahdlatul Ulama tahun 1984. Mengapa? Karena dalam pandangan Nahdlatul Ulama, “Human Fraternity Document” merupakan  bagian dari konsepsi persaudaraan  yang telah diperjuangkan dan diimplementasikan Nahdlatul Ulama sekurang-kurangnya terhitung sejak 35 tahun lalu dan konsepsi persaudaraan tersebut dapat memberi kontribusi bagi upaya untuk: (1) menghentikan permusuhan muslim dan non muslim di dunia; (2) menerima negara bangsa dan menolak khilafah; (3) menerima konstitusi dan tidak mempertentangkan dengan syariah; dan (4) mewujudkan perdamaian dunia.
Demikian dan mohon berkenan Bapak Presiden memberi sambutan sekaligus membuka acara Munas dan Konbes NU di Jawa Barat,
27 Februari 2019 - 1 Maret 2019.

شكرا ودمتم في الخير والبركة والنجاح، والله الموفق إلى أقوم الطريق
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.

Monday, February 25, 2019

Ustadz Yusuf Mansur Ikut Deklarasi Dukungan Jokowi – KH Ma’ruf Amin


Dukungan kepada pasangan 01, Ir H Joko Widodo –  KH Ma’ruf Amin terus mengalir dari berbagai penjuru tanah air. Para da’i dan muballigh di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berjumlah 500 orang menyatakan dengan tegas dukungan kepada pasangan 01. Acara berlangsung di Sleman, DIY, Senin 25 Februari 2019.

Dalam acara ini langsung dihadiri Ustadz Yusuf Mansur, dai kondang dari Jakarta. Acara ini juga dihadiri Kiai Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah, Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding, KH Asyhari Abta, KH Yasin Nawawi, KH Chasan Abdullah, KH Bardan Usman, dan lainnya dari berbagai pesantren dan majlis taklim.
Ustadz Yusuf Mansur mengajak semua da’i dan muballigh untuk membuktikan akhlaq pesantren, sehingga bisa menjadi contoh bagi semuanya.
“Mari kita buktikan akhlaq pesantren, akhlaq ulama’. Kita kampanye dengan cara berbeda, tidak balas jika dicaci, direndahkan. Kita tetap santun dan memberikan keteladanan,” tegas Ustad Yusuf Mansur.

Ustad Yusuf Mansur juga mengajak semua da’i dan muballigh untuk mujahadah dan berdoa kepada Allah SWT agar pemilu berlangsung dengan damai dan demokratis.
“Kita ini punya senjata, yakni mujahadah. Dengan mujahadah, kita meminta kepada Allah SWT agar tetap menjaga bangsa ini dengan tenang. Kita mantapkan hati para pemilih. Hanya Allah yang bisa membalikkan hati manusia,” lanjut Ustad Yusuf Mansur.