Muslimedianews.com ~ "Islam wajib menerima Pancasila, dan haram hukumnya bila menolaknya. Sila
pertama itu selaras dengan doktrin Tauhid dan (ayat) Qulhuallahu Ahad", begitu yang ditegaskan oleh KH.R. As'ad Syamsul 'Arifin, tokoh generasi awal Nahdlatul Ulama (NU), saat terjadi pro-kontra terkait penerimaan asal tunggal Pancasila pada pemerintahan Soeharto.
Di saat ribut-ribut soal asas tunggal Pancasila, untuk kesekian kalinya, Pengasuh dan Pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo itu menemui Pak Harto di Cendana. Pertemuan itu dihadiri juga oleh Menteri Agama K.H. Munawir Syadzali yang direncanakan cuma 15 menit, tapi mekar menjadi 1 jam.
Kepada Presiden ditegaskan pendirian NU yang menerima Pancasila. “Ini penting ditegaskan, karena NU sejak semula berlandaskan Pancasila dan UUD 45,” tuturnya disertai anggukan Presiden. Kemudian menegaskan kewajiban menerima Pancasila dan haramnya menolaknya.
KHR. As’ad Syamsul 'Arifin adalah sosok kyai yang dari awal telah menganut paham-paham Ahl al-sunnah wa al-jama’ah dan selalu menghiasi kehidupan dalam kesehariannya dengan budaya-budaya ke-NU an.
Beliau adalah mediator tunggal antara Syaichona Cholil Bangkalan Madura dengan Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari saat akan mendirika jam'iyyah Nahdlatul Ulama (NU).
Saat menjadi santri KH. Cholil Bangkalan, Kyai As’ad muda menjadi santri kesayangan gurunya sehingga pada masa dimana terjadi peralihan Perkumpulan Ulama dalam "Komite HIjaz" menjadi "jam’iyah", Kyai As’ad muda menjadi satu-satunya mediator dalam penyampaian isyaroh KH. Cholil kepada KH. Hasyim As’ari Jombang.
Di saat ribut-ribut soal asas tunggal Pancasila, untuk kesekian kalinya, Pengasuh dan Pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo itu menemui Pak Harto di Cendana. Pertemuan itu dihadiri juga oleh Menteri Agama K.H. Munawir Syadzali yang direncanakan cuma 15 menit, tapi mekar menjadi 1 jam.
Kepada Presiden ditegaskan pendirian NU yang menerima Pancasila. “Ini penting ditegaskan, karena NU sejak semula berlandaskan Pancasila dan UUD 45,” tuturnya disertai anggukan Presiden. Kemudian menegaskan kewajiban menerima Pancasila dan haramnya menolaknya.
KHR. As’ad Syamsul 'Arifin adalah sosok kyai yang dari awal telah menganut paham-paham Ahl al-sunnah wa al-jama’ah dan selalu menghiasi kehidupan dalam kesehariannya dengan budaya-budaya ke-NU an.
Beliau adalah mediator tunggal antara Syaichona Cholil Bangkalan Madura dengan Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari saat akan mendirika jam'iyyah Nahdlatul Ulama (NU).
Saat menjadi santri KH. Cholil Bangkalan, Kyai As’ad muda menjadi santri kesayangan gurunya sehingga pada masa dimana terjadi peralihan Perkumpulan Ulama dalam "Komite HIjaz" menjadi "jam’iyah", Kyai As’ad muda menjadi satu-satunya mediator dalam penyampaian isyaroh KH. Cholil kepada KH. Hasyim As’ari Jombang.
Beliau diutus oleh Kyai Cholil pada
tahun 1924 beliau menyampaikan satu tongkat disertai Surat Thoha ayat 17 sampai 23, pada tahun 1925 beliau kembali di utus menyampaikan hasil
istikhoroh gurunya kepada KH. Hasyim As’ari, beliau kembali ke Jombang
dengan seuntai tasbih dan bacaan Ya Jabbar Ya Qahhar sebanyak 3 kali.
Sejarah ini perlu diketahui oleh seluruh generasi muda NU sebagai penerus Nahdlatul Ulama dimasa yang akan datang.
Sejarah ini perlu diketahui oleh seluruh generasi muda NU sebagai penerus Nahdlatul Ulama dimasa yang akan datang.
Oleh : Ibnu L' Rabassa
Dikutip http://wiki.aswajanu.com
No comments
Post a Comment