BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

Thursday, November 13, 2014

Agama dan Sekte : Merajut Ukhuwah Tanpa Kacaukan Akidah

Mulimedianews.com ~ Apa yg kita ketahui tntng pluralisme agama? Ikuti kultwet di penghujung malam ini. Tema: Agama & Sekte:Merajut Ukhuwah tanpa Kacaukan Akidah

1. Maraknya wacana baru di bidang keagamaan, tentu tak lepas dr pengaruh Barat yg terus menguat, mendominasi & melumpuhkn bangsa2 inferior.

2. Pada level pemikiran, bangsa-bangsa di Dunia Ketiga seakan terisolasi, dan pemikiran mereka nyaris tak bisa berkembang.

3. Secara garis besar, Dr Hamid Fahmi Zarkasyi mengklasifikasi peradaban Barat pada 2 periode penting, yaitu modernisme dan postmodernisme.

4. Modernisme adlh paham yg muncul menjelang kebangkitan masyarakat Barat dr abad kegelapan pd abad pencerahan & abad ilmu pengetahuan.

5. Ciri-cirinya adalah berkembangnya pandangan hidup saintifik yang diwarnai oleh paham sekularisme, rasionalisme, empirisisme,

6. cara berfikir dikotomis, desakralisasi, pragamatisme, dan penafian kebenaran metafisis (baca: Agama).

7. Modernisme yg terkadang disebut Westernisme juga membawa serta paham nasionalisme, kapitalisme, humanisme, liberalisme, sekularisme, dlsb

8. Sedangkan postmodernisme adalah gerakan pemikiran yang lahir sebagai protes terhadap modernisme ataupun sebagai kelanjutannya.

9. Postmodernisme berbeda dr modernisme, krn ia telah bergeser pd paham baru, seperti nihilisme, relativisme, pluralisme, & persamaan gender

10. Namun ia dapat dikatakan sebagai kelanjutan modernisme karena masih mempertahankan paham liberalisme, rasionalisme, dan pluralismenya.

11. Itulah sekurang-kurangnya elemen penting peradaban Barat yang kini sedang menguasai dunia.

12. Namun kendati bagaimana pun, para pakar agaknya bersepakat bahwa elemen terpenting dari suatu peradaban adalah agama.

13. Huntington misalnya, menyatakan bahwa, “Agama adalah sentral yang menentukan karakteristik peradaban-peradaban.”

14. Barangkali bertolak dr titik ini, dlm Clash of Civilization selanjutnya ia menunjuk Islam sebagai ancaman paling serius bagi Barat.

15. Pernyataan Huntington ini memberikan kejelasan bhwa hingga detik ini mesti terus disadari jika kita masih ada dlm zona perang pemikiran.

16. Nah, di sinilah kemudian pluralisme, salah satu unsur yang membentuk peradaban Barat, bermain.

17. Disadari atau tidak, saat ini isme tersebut kini telah menjadi salah satu konsep pemikiran yang—sayangnya—ditangkap secara mentah.

18. Sikap ini justru diambil oleh masyarakat Muslim level menengah ke atas.

19. Secara terminologis, pluralisme agama berarti hidup bersama (koeksistensi) antar agama (dalam arti luas) yang berbeda-beda.

20. Hal tersebut dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing agama.

21. Namun dari segi konteks di mana “pluralisme agama” sering digunakan dalam studi-studi dan wacana-wacana sosio-ilmiah pada era modern.

22. Istilah ini telah menemukan definisinya yang sangat berbeda dengan yang dimiliki semula.

23. Bahwa pluralisme agama, sebagaimana ditegaskan Jon Hick, adlh sebuah faham bahwa agama merupakan manifestasi2 dari realitas yang satu.

24. Dengan demikian, semua agama adalah sama, tak ada yang lebih baik dari yang lain. Begitu menurut mereka.

25. Sangat jelas, bahwa rumusan Hick tentang pluralisme agama di atas adalah berangkat dari pendekatan substantif,

26. yang mengungkung agama dalam ruang (privat) yang sangat sempit.

27. dan memandang agama lebh sbg konsep hubungan manusia dg kekuatn sakral yg transendental & bersifat metafisik ketimbang sbg sistem sosial

28. Dengan demikian, telah terjadi pengebirian dan reduksi pengertian agama yang sangat dahsyat.

29. Sesungguhnya pemahaman agama yg reduksionistik inilah yg merupakan pangkal permasalahan sosio-teologis modern yg sangat akut & kompleks

30. Yg tidak mungkin diselesaikan & ditemukan solusinya kecuali dg mengembalikan agama itu sendiri ke habitat aslinya.

31. Yaitu ke titik orbit yang sebenarnya, dan kepada pengertiannya yang benar dan komprehensif, tak reduksionistik.

32. Akan tetapi sungguh mengejutkan ternyata pemahaman reduksionistik inilah yg justru semakin populer & bahkan diterima.

33.Terutama di kalangan para ahli dari berbagai disiplin ilmu dan pemikiran yang berbeda, sebagaimana dinyatakan oleh Dr. Anis Malik Toha.

34. Hingga menjadi sebuah fenomena baru dlm dunia pemikiran manusia yg secara diametral berbeda dg apa yg sudah dikenali secara umum.

35. Kenyataan bahwa setiap agama menghendaki kedamaian antar-umat manusia, tidak mengajarkan huru-hara dan pertumpahan darah,

36. tak lantas bsa disimpulkan bhw setiap agama dlm tataran esoteris adlh sama & dg begitu pluralisme agama adlh keniscayaan absolut.

37. Menyatakan ajaran-ajaran tersebut adlh bagian dari doktrin setiap agama adlh benar.

38. namun menyimpulkan paham pluralitas keagamaan dari bagian doktrin agama tersebut adalah keliru total.

39. Sebab ajaran-ajaran tersebut tidaklah mewakili agama secara keseluruhan.

40. Selain mengajarkan kedamaian, setiap agama juga punya konsep Kebenaran, konsep Tuhan, Kitab Suci, syariat & tata-nilai yg berbeda-beda.

41. Nah, kesatuan dari unsur-unsur doktrin, ajaran, dan tata-nilai itulah yang disebut agama.

42. Maka adalah tidak proporsional jika dengan segelintir persamaan dan segudang perbedaan, lalu yang jadi dominan adalah persamaannya,

43. kemudian dengan enteng dinyatakan bahwa setiap agama adalah sama, dan dengan demikian kebenaran ada pada setiap agama.

44. Karenanya, mengharapkan kedamaian dengan pluralisme agama adalah suatu estimasi (perkiraan) yang tidak realistis.

45. Tidak jauh berbeda dengan pluralisme agama, adalah pemikiran pluralisme sekte dalam agama (Islam).

46. Jika dilakukan pembacaan scr historis/sosio-politis, pluralisme sekte tak terjadi akibat kontak dg Barat, sebagaimana pluralisme agama.

47. Sebab sekte-sekte dalam Islam telah berkembang pada periode awal.

48. Jadi, pemikiran pluralistis dlm lingkup ini (antar sekte) muncul dr umat Islam sendiri, barangkali tuk meredam konflik yg rentan terjadi

49. Mengenai hal ini, Ahmad Amin dalam Dhuru al-Islâm agaknya menilai bahwa pemikiran seperti ini mulai berkembang sejak abad pertengahan

50. setidaknya sejak al-Anbari mengambil keputusan untuk abstain dan tidak menyalahkan akidah siapa pun, baik Jabariyah maupun Qadariyah.

51. “Orang yang bilang status pezina adalah mukmin tentu benar, yang menuduh ia kafir juga tak bisa disalahkan,

52. begitu pula yg mengklaim fasik atau munafik. Sebab al-Quran memang berisyarat pada arti-arti yang beragam itu," demikian kata al-Anbari

53. Nah, saat ini, sikap yang semula dimunculkan al-Anbari ini agaknya mengalami perkembangan mengiringi perkembangan pluralisme agama.

54. Ketika pluralisme agama meniscayakan tuk mengikis habis agama2 yg ada, maka pluralisme antar2 meniscayakan org untuk melepaskan akidah.

55. sehingga dengan demikiran diharapkan tidak ada pertikaian masalah akidah yang tidak perlu dan seringkali merugikan.

56. Sebetulnya, di sini para pemeluk faham pluralisme sekte salah perhitungan dan terjebak dalam sikap absolutisme yang arogan.

57. Hal ini dapat diperjelas dg alasan.(1). Dapat dipastikan bhw siapa pun tak bisa lepas dr suatu nilai yg dianggapnya benar secara mutlak

58. Jadi, mrk yg mengajak tuk keluar dri akidah yg diyakini sebetulnya juga mengajak tuk masuk pd akidah baru yg bernama “pluralisme sekte”.

59. (2). Berdasarkan alasan pertama, maka keberadaan akidah merupakan perangkat yang paling mendasar dalam diri setiap penganut sekte.

60. Jika perangkat ini hilang, maka seseorang tidak bisa dikatakan lepas dari setiap ideologi (akidah),

61. sebab dapat dipastikan jika ia akan masuk pada ideologi baru yang diyakini kebenarannya secara mutlak.

62. Jika tidak pada pluralisme sekte, maka ia akan masuk pada faham agnostisisme atau “tidak tahu-isme” (al-lâ adriyah).

63. Dengan ini, para penganjur pluralisme sekte berupaya tuk keluar dari segenap ideologi, namun tnpa disadari ia masuk pd ideologi lain

64. Maka, keyakinan bahwa “hanya firqah dan kelompok saya yang benar” adalah hal yang fitrah dan karenanya tak perlu dirisaukan.

65. Kita tinggal menunggu untuk membuktikan, apakah kebenaran itu mampu melewati seleksi dan mampu mengatasi ujian waktu atau tidak?

66. Kenyataan ini telah membuyarkan mimpi kalangan yg mendambakan terjalinnya persatuan umat dg cara mengikis habis warna-warna ideologis,

67. Sebab selain tak mungkin & absurd, dg logika tadi, sejatinya kalangan ini hendak menarik setiap sekte tuk masuk pada ideologinya sendiri

68. Sehingga yg terjadi di sini bukan ajakan tuk berjalan bersama, namun tetap pd konflik pemikiran dan ideologi yang terjadi sebelumnya.

69. Artinya penganjur persatuan umat yg memberikan solusi agar mengacuhkan keyakinan2 ideologis itu, juga larut dlm peperangan ideologis.

70. Alhasil, menciptakan persatuan, kebersamaan, kehidupan tenteram, dan suasana damai dalam dunia Islam, sejatinya bukanlah proyek yg tabu.

71. Mengupayakan kejayaan peradaban Islam di tengah kotak2 sekte dg tetap mempertahankan akidah adalah hal yg mungkin dicapai.

72. Justru adalah absurd, jika mimpi persatuan itu diharapkan muncul dari ranah yang memang berhadap-hadapan secara diametral.

73. Bagaimana mungkin dipersatukan jika standar yg dipakai tuk itu (akidah) juga berbeda? Tidakkah nantinya malah berbuah kekacauan akidah?

74. Maka, kesadaran akan perbedaan akidah ini, mengharuskan kita tuk mencari celah ukhuwah di ranah lain, yakni pada ranah non-teologis

75. Bahwa dalam konteks pluralitas (bukan pluralisme) agama di Madinah di masa Rasulullah Islam menawarkan pendekatan non-teologis.

76. Karena secara teologis, Islam sudah tuntas, final, dan tak perlu dilakukan pembahasan ulang,

77. Sehingga penyelesaian yg mendesak adlh penyelesaian praktikal administratif; bagaimana mengatur kehidupan bersama, berdampingan, dll.

78. Semua itu dilakukan di luar ranah teologis, dan aturan2 administratif itu diwujudkan dalam bentuk Piagam Madinah (Dustûr al-Madînah).

79. Jadi, pada masa Rasulullah Piagam Madinah mengatur hubungan antara umat beragama secara administratif & tak menyinggung masalah teologis

80. Jadi secara historis, ukhuwah seperti itu sudah dibuktikan oleh sejarah dg keberhasilan Nabi Muhammad dlm membina masyarakat di Madinah

81. Nah, jika pada skala yang lebih besar (perbedaan antar agama) perdamaian dapat dicapai,

82. maka secara logis, pada lingkup yang lebih kecil (perbedaan antar sekte), perdamaian sangat mungkin untuk diraih.

83. Demikian sedikit wawasan mengenai pluralisme agama. Semoga bermanfaat. (end)


Oleh : @Sidogiri
http://chirpstory.com/li/163860, 20/10/2013
« PREV
NEXT »

No comments