“Kementerian Agama mendukung dan mengapresiasi kegiatan ini,” terang Menag saat dikunjungi Panitia ISOMIL di Ruang Kerja Menag, Rabu (04/05) seperti dikutip dari laman kemenag.go.id. Ikut mendampingi Menag, Direktur Penais Muchtar Ali, Karo Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Achmad Gunaryo, dan Sesmen Khoirul Huda. Panitia ISOMIL yang berkunjung ke Kemenag antara lain Prof Maksum, Umar Syah HS, Masduki Baidlowi, Miftah Faqih, Ibnu Hazen, Imam Aziz, dan Sarmidi.
Menag melihat, momentum ISOMIL pas, apalagi dilakukan oleh NU yang mempunyai basis besar di Tanah air. “Sangat tepat, NU sebagai basis Muslim di Indonesia, mengambil prakarsa ini di internal umat Islam dunia. Kami, sekali lagi, mengapresiasi dan menghargai inisiasi dan ikhtiar ini. Pemerintah (Kemenag) siap mendukung,” imbuh Menag.
Menag menyampaikan, ISOMIL yang rencananya dihadiri pemuka Islam dari 40 – 60 negara ini akan menjadikan dunia semakin melihat Islam Indonesia sebagai salah satu harapan sekaligus implementasi dari esensi Islam yang sesungguhnya.
“Islam diwujudkan dalam dimensi yang sesungguhnya. Sebuah Islam yang rahmatan lil alamin, yang mempunyai modelnya tersendiri, setelah Timur Tengah kurang mampu merepresentasikan secara menyeluruh esensi Islam,” imbuh Menag.
Menag berharap, PBNU dan kalangan Islam moderat lainnya giat juga dalam dunia sosial media. Karena hingga kini, masih sangat terbatas dan kurang mewarnai.
“Yang banyak beredar di medsos kini adalah Islam berfaham hitam-putih dan “keras”. Teknologi tidak bisa dihambat, yang bisa kita lakukan adalah berkompetisi dengan mengisi wacara diskursus terkait hal ini,” tambah Menag.
Prof Maksum menyampaikan, ISOMIL dilaksanakan untuk memberitahu dunia, bahwa Indonesia serius mengatasi terorisme dan pro aktif dalam menciptakan perdamaian bersama. Menurutnya, dalam paham keagamaan, NU punya otoritas dan kompetensi untuk mengatasi masalah terorisme berlatar belakang paham keagamaan.
“Ini penting, karena kedamaian bersama hakikatnya adalah kebutuhan kita semua,” imbuh Prof Maksum
Kegiatan ISOMIL yang akan dihadiri 300 – 350 peserta tersebut, rencananya akan dibuka oleh Presiden Jokowi dan ditutup Wapres JK. Red: Mukafi Niam
Kenapa “Interfaith Dialogue” Kurang Berpangaruh?
Interfaith dialoque atau
dialog antaragama kini sangat sering dilakukan di mana-mana, dari level
lokal sampai dengan level internasional. Tetapi persoalannya, dengan
intensitas yang begitu tinggi, kenapa kurang berpengaruh terhadap
perdamaian dunia?
Wakil Ketua Umum PBNU H Maksum
Machfoedz menjelaskan, selama ini dialog antaragama dilakukan untuk
menjelaskan karakter masing-masing agama, termasuk upaya untuk
menghilangkan islamophobia. Sekalipun dialog antaragama sudah dilakukan
di mana-mana islamophobia tidak pernah sembuh.
“Ini
karena kita (umat Islam) sering membuat satu kecelakaan-kecelakaan
dengan adanya tindak radikalisme yang sebetulnya tidak perlu,”
tuturnya.
Ia berkesimpulan, sebelum melangkah
dalam melakukan dialog antaragama, maka langkah pertama yang harus
dilakukan adalah dialog antar pemeluk Islam.
“Kami menyadari bahwa ada persoalan yang harus diselesaikan sebelum interfaith dialogue. Kami membahasakannya intrafaith atau dialog antara sesama pemeluk Islam,” katanya.
Dari latar belakang itulah, PBNU akan menggelar International Summit of Moderat Islamic Leaders (Isomil) yang akan diselenggarakan di Jakarta pada 9-11 Mei 2016.
Maksum
Machfoedz yang juga guru besar UGM ini juga menyatakan, dalam pembukaan
UUD 1945, disebutkan bahwa bangsa Indonesia akan turut serta mencapai
perdamaian dunia. “Nah, Kalau persoalan intrafaith tidak
selesai, ikut menyelesaikana persoalan dunia dari mana kalau negara
yang mayoritas Islam itu tidak bisa menyelesaikan persoalan dalam umat
Islam,” katanya disela-sela kesibukannya mempersiapkan penyelenggaraan
konferensi internasional ini.
Dalam forum
tersebut, akan diperkenalkan tentang Islam ahlusunnah wal jamaah an
Nahdliyah atau sekarang ini akrab disebut dengan nama Islam Nusantara.
“Islam
ala NU bisa menjadi perekat pergaulan umat untuk membangun peradaban
dunia. Untuk menjadi inspirasi terciptanya tata pergaulan dunia baru,”
tegasnya.
Maksum
menjelaskan, sebelumnya pemerintah sudah menyelenggarakan konferensi
internasional yang digelar atas nama Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Bedanya, konferensi oleh OKI sifatnya government to government (G to G) sedangkan Isomil sifatnya people to people (P to P).
“Ini pertemuan antara ulama moderat atau yang agak moderat. Ini pertemuan antar kia,” paparnya.
Ia
menjelaskan, sebelumnya, PBNU sudah pernah menyelenggarakan konferensi
yang hampir sama. Dalam kesempatan tersebut diundang para ulama dari
Afganistan yang dalam banyak hal memiliki kesamaan, tetapi bermusuhan.
Mereka dipertemukan dalam serangkaian acara sebagai upaya agar lebih
saling mengenal satu sama lain.
“Terakhir,
saya menemani rombongan Afganistan di UGM. Mereka belajar Pancasila.
Pulang, mereka punya NU di Afganistan. Mereka mengakui Pancasila,
toleransi, pentingnya nasionalisme dan sebagainya,” katanya.
Dengan
pengalaman seperti itu, kalau orang Afganistan saja bisa, yang lain
insyaallah juga bisa. “Antar masyarakat Islam ini harus membangun upaya
berfikir bersama, memahami bersama, maka bisa tasamuh, sudah bisa
toleran.”
Meskipun acaranya bersifat people to
people, tapi yang membuka adalah Presiden RI sedangkan yang menutup
acara oleh Wakil Presiden RI. (Mukafi Niam)
sumber nu.or.id
No comments
Post a Comment