Kiai Said
menyatakan bahwa pelaku kejahatan atau kekerasan seksual bukan hanya
layak dihukum kebiri melainkan juga patut dihukum mati. Menurutnya,
karena kejahatan tersebut bukan hanya merusak tatanan moral, tetapi
tatanan kehidupan manusia.
Pengasuh Pondok
Pesantren Ats-Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan ini menyitir salah satu
ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa “Barang Siapa yang merusak tatanan
kehidupan, maka harus dibunuh (dihukum mati), disalib, dipotong kedua
tangan dan kakinya, atau dibuang ke laut”.
Ditanya
soal hukuman kebiri untuk pelaku kejahatan seksual, Kiai Said secara
tegas mendukung dan menyetujui. “Setuju banget, itu masih ringan, bahkan
layak dihukum mati,” tegasnya.
Menanggapi
sebagian kelompok masyarakat yang menolak hukuman kebiri, kiai yang
kerap disapa Kang Said ini mengatakan bahwa mereka sering beralasan
melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
“Sekarang
begini, apakah para pemerkosa keji itu tidak melanggar HAM, apalagi
memerkosa hingga mati, apa itu tidak melanggar HAM. Masa mereka hanya
ingin memelihara kehidupan orang yang justru telah memulai melanggar
HAM. Jadi, hukuman kebiri tidak melanggar HAM,” jelas Kiai asal Kempek
Cirebon ini.
Dalam kesempatan yang sama,
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa Perppu Nomor 1
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak tersebut merupakan salah satu cara bagaimana
pemerintah memberikan perhatian yang amat sangat serius dalam
penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak.
“Intinya
adalah pemberatan dan penambahan hukuman kepada para pelaku kejahatan
seksual terhadap anak-anak. Jadi kekerasan seksual yang dilakukan kepada
anak-anak akan ada pemberatan hukuman,” ujar Menag.
Dalam
Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak tersebut menyatakan
bahwa pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak dihukum kurungan
maksimal seumur hidup hingga hukuman mati dan denda 5 miliar. Selain
itu, kebiri kimia disertai rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi
elektronik (chip), serta pengumuman identitas pelaku. (Fathoni/sumber nu.or.id)
No comments
Post a Comment