BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

Friday, November 23, 2018

Komitmen dan Konsistensi Politik Kebangsaan Kaum Santri (NU)


Oleh: Tubagus Soleh Ketua Babad Banten Nasional

Masih terngiang nasehat dosen saya di kampus dulu. Beliau bilang,"dik,masuk dan aktiflah di NU, karena NU kelak akan menjadi penguasa negeri ini". Dengan wajah datar saya simak nasehat dosen saya. Beliau pun berargumen bahwa NU merupakan organisasi sangat besar dan merakyat. Sebentar lagi bangsa kita akan memasuki era demokrasi dimana rakyat yang akan menjadi penentunya.

Saya terdiam saja menyimak penuturan sang dosen. Saya tidak membantah tapi mengajukan pertanyaan "Bukankah pak Harto sangat kuat pak? Didukung oleh ABRI yang solid dan ICMI yang memback-up?" Saya tidak berharap beliau menjawab pertanyaan saya. Tapi kemudian beliau menjelaskan siklus kejenuhan kekuasaan di Indonesia. Bahwa kekuasaan politik di Indonesia interval waktunya sekitar 20 hingga 30 tahun. Tidak ada yang selamanya. Dari beberapa gejala kekuasaan orba tidak akan lama lagi bertahan. Dengan sangat yakin dosen saya menjelaskan.

Pada waktu itu tokoh sentral NU adalah KH Abdurrahman Wahid alias Gusdur. Beliau adalah tokoh yang memberikan warna dan corak pemikiran yang luar biasa dikalangan anak-anak muda bangsa khususnya anak muda NU. Perlahan namun pasti sekat-sekat pemikiran dan pergerakan kaum muda NU mulai bergairah. Gusdur yang menjadi lokomotif betul-betul menjadi inspirasi yang menggairahkan bagi banyak kalangan. Sikap Gusdur yang inklusif dan sangat toleran terhadap semua perbedaan warna warni anak bangsa benar-benar ter-ejawantahkan. Gusdur benar-benar menjadi magnet perlawanan yang mengesankan. 

Ketika mulai pecah demonstrasi mahasiswa '98 Gusdur dengan percaya diri yang penuh, mampu berkomunikasi dengan baik dengan pak Harto di cendana dan juga mampu berdialog dengan tokoh perlawanan anti Soeharto yang dimotori oleh Amin Rais dan kawan-kawan. Dengan semakin memanasnya situasi politik dengan ancaman tembak ditempat terjadilah pertemuan empat tokoh yang berpengaruh di ciganjur yaitu Gusdur, Amin Rais, Megawati dan Sri Sultan HB X.

Disitu terlihat jelas Gusdur mampu menjadi jembatan yang mempertemukan semua perbedaan anak bangsa menjadi kesepakatan yang mengikat. Reformasi terus berlanjut dan kemudian Pak Harto menyatakan berhenti sebagai Presiden.

Meskipun terjadi pro kontra pasca lengsernya pak Harto kemudian sesuai konstitusi dilanjutkan oleh Habibie sebagai presiden, sebagai tokoh NU dan Bangsa, peran gusdur mampu memperkuat ikatan emosional dengan semua komponen bangsa. Puncaknya adalah diselenggarakannya pemilu multi partai setahun setelah reformasi. Dan Gusdur terpilih Menjadi Presiden RI ke 4.

Disinilah sesungguhnya babak pematangan  pergerakan politik kaum Nahdliyyin dibawah sang mentor ulung Gusdur. 

Sejak didirikan oleh para ulama sepuh, NU sangat komitmen menjaga wilayah warisan para Walisongo dan Kesultanan-kesultanan Islam yang pada waktu itu masih dikenal dengan nama Nusantara.

Melalui pesantren-pesantren yang didirikan oleh para kyai dan santri, NU menanamkan benih-benih perjuangan kedalam dada para santri. Di pesantren tidak hanya diajarkan keilmuan Islam tapi juga ilmu-ilmu kehidupan yang akan menjadi bekal para santri dalam mengemban tugas dakwah yang sangat berat.

Dalam sejarah kebangsaan kita di era modern. Fatwa Jihad 22 Oktober 1945 yang dikeluarkan oleh Hadratussyekh Hasyim Asyari sebagai Tokoh Utama NU melahirkan perlawanan sengit kaum Santri terhadap pasukan sekutu yang diboncengi oleh Nica Belanda. Pertempuran 10 Nopember 1945 itu merupakan bukti nyata betapa kaum santri sangat komitmen menjaga kemerdekaan RI yang baru seumur jagung diproklamasikan oleh Soekarno Hatta atas nama Bangsa Indonesia. Dan terbukti eksistensi Indonesia sangat diperhitungkan oleh dunia internasional disebabkan pertempuran Surabaya tersebut.

Di era pemerintahan presiden Jokowi, peran perjuangan kaum santri diakui secara resmi dengan ditetapkannya tanggal 22 Oktober sebagai Hari santri nasional sebagai bentuk penghormatan negara terhadap perjuangan para santri yang tidak kenal batas. Kesetian santri kepada Pancasila dan NKRI tanpa batas waktu. Selama napas masih di kandung badan semangat santri untuk menjaga Pancasila dan NKRI akan terus bergema.

Siapapun yang hendak mengganti sistem bernegara dan dasar negara selain Pancasila pasti akan berhadapan face a face dengan kaum santri Nahdliyyin.

Sikap militan santri Nahdliyyin inilah yang kemudian justru mematangkan sikap politik berbangsa kaum nahdliyyin. Dengan mengendepankan semangat inklusif,toleransi,dan mengayomi yang lemah serta menjadi pembimbing anak-anak bangsa tak terkecuali para pemangku negara, menjadikan Nahdliyyin menjadi sang penentu.

Keterpilihan KH Ma'ruf Amin - Rois Aam PBNU menjadi Cawapres Haji Jokowi merupakan buah dari sikap mental politik kaum nahdliyyin yang matang. Itu pertanda kekuatan Nahdliyyin sangat dihitung dalam konstelasi politik nasional.

Dalam proses dinamika politik nasional menjelang pilpres, tidak ada pemberitaan media yang sesering tokoh-tokoh NU. Pernyataan tokoh-tokoh NU selalu ditunggu-tunggu. Bahkan  menjadi referensi politik. Saya kira inilah buah yang ditanam oleh Gusdur sejak beliau menjadi ketua umum PBNU hingga menjadi Presiden ke 4.

Saya kira juga,kedepan jagad politik Bangsa akan masih tetap dipegang oleh kader-kader NU. Dan ini akan semakin mematangkan politik kebangsaan Kaum Nahdliyyin. 

Dan bila kedua kekuatan Nahdliyyin dan kaum nasionalis bersatu dan bersinergi, NKRI pasti tinggal menghitung jari menjadi Mercusuar Dunia. Inilah sesungguhnya yang tidak dikehendaki oleh orang-orang yang ingin Indonesia hanya menjadi negara perahan kapitalis dunia.

Maju terus NU, darmabaktimu selalu ditunggu umat dan bangsa.
« PREV
NEXT »

No comments