Peran NU dalam Berpolitik dan Berdemokrasi di Indonesia
Oleh : KH. Ma'ruf Amin
Satu kehormatan dan keberkahan tersendiri bagi kami (Penulis) bisa berkesempatan menghadiri acara yang penuh dengan orang-orang Alim dalam jajaran Nahdlatul Ulama baik tingkatan PBNU, PWNU Jawa Tengah, dan PCNI se Dulangmas (eks Karesidenan Kedu, Magelang, dan Banyumas). Ada begitu banyak Kyai yang hadir, diantaranya KH. Ma'ruf Amin (Musytasyar PBNU), KH. Said Asrory (Rois Syuriah PBNU), dan jajaran Katib Syuriah PBNU, KH. Ubaidillah Shodaqoh (Rois Syuriah PWNU Jateng), KH. Syu'ada (Rois Syuriah PCNU Cilacap), KH. Nur Khafidz (Jajaran Syuriah Kab. Banyumas), KH. Ahmad Izzudin, LC (Magelang) dan banyak lagi. Berikut ini adalah catatan kecil kami dari hasil silaturahmi PCNU se Dulangmas di Temanggung
"Min Khaitsu laa yahtasib", itulah kalimat yang terlontar pertama kali dari seorang KH. Ma'ruf Amin tatkala beliau memberikan pandangan dan arah politik bagi Pengurus NU serta Banomnya se Dulangmas di Wisma Wali Limbung, Temanggung yang dipandu langsung oleh KH. Drs Muhammad Muzamil (Ketua PWNU Jawa Tengah). Beliau menceritakan tentang terpilihnya menjadi Rais Aam PBNU Muktamar Jombang silam, menurutnya menjadi Rais Aam bukanlah mimpi, karena untuk menjadi Rais Aam bukanlah dengan cara mencalonkan diri, atau dicalonkan, bukan diminta bukan pula meminta. Karena Rais Aam adalah bukan sebuah jabatan, melainkan lebih daripada jabatan prestisius di Nahdlatul Ulama, pucuk pimpinan tertinggi yang sudah bukan hanya mengurusi umat secara mikro tapi lebih daripada urusan umat dunia wal akhirat. Rais Aam itu harus seorang yang 'Alim, Afqoh dan benar-benar Kyai tegasnya, Laa ya'riful Kyai illa Kyai, seorang yang menjadi Rais Am ini lebih kepada tataran Maqom, bukan jabatan, atau Shohibul Maqom, minimal mendekati Shohibul Maqom. Dalam memilih Rais Aam PBNU dilakukan dengan jalan Ahlul Halli wal Aqdi(AHWA) yang merupakan sidang Kyai Khos NU yang berjumlah 9 guna memilih dan menetapkan Rais Aam PBNU. Ketika beliau dijadikan Rais Aam, KH. Amin Ma'ruf hanya berkata Hadza Min Khaitsu Laa Yahtasib.
Dalam gelaran pesta demokrasi 2019 ini, PBNU memberikan tawaran kepada Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo, jika beliau memilih calon wakilnya dari Kalangan Kader NU, maka PBNU akan All Out dalam berusaha memenangkan Pilpres tahun ini. Dari tawaran tsb. PBNU mengajukan Kader-Kader terbaiknya, baik dari Pimpinan KH. Said Aqil Siradj, dari Kalangan Partai NU memiliki Kader seperti Abdul Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB), Romahurmuzy (Ketua PPP), dari kalangan praktisi dan cendekiawan ada Prof. Mahfud MD, serta Rais Aam KH. Ma'ruf Amin. Bergulirnya waktu, Presiden Joko Widodo mengumumkan memilih KH. Ma'ruf Amin sebagai Cawapresnya. Min Khaitsu Laa Yahtasib itupun terucap kembali oleh KH. Ma'ruf Amin. Karena aturan Organisasi NU, maka Ma'ruf Amin pun mengundurkan diri dari Rais Aam, jadi tidak benar jika Ma'ruf Amin melanggar Khittah NU, sehingga dipecat, akan tetapi mengundurkan diri.
Dalam sistem demokrasi Indonesia, Politik adalah sebuah keniscayaan, apalagi hiruk pikuk yang terjadi di Indonesia, menuntut NU lebih berperan karena tahun politik sekarang bukan lagi siapa presiden dan wakilnya, akan tetapi sudah kepada perang ideologi, karena ancaman dari berbagai kalangan yang secara nyata menginginkan adanya Khilafah dan bentuk lainnya di NKRI yang memang didengungkan oleh kelompok-kelompok radikal islam dalam hal pemikiran seperti HTI yang sudah dilarang di NKRI.
Dalam paparan politiknya, beliau KH. Ma'ruf Amin memberikan arahan dan pembekalan terkait Mas'uliyyah Nahdliyah (Tanggung jawab ke NU an) terhadap peserta yang hadir pada silaturahim tsb. Secara gari besar NU memiliki tugas dan tanggung jawab :
1. Himayatud diniyyah atau Mas'uliyyah Diniyyah Islamiyyah ala Ahlissunnah wal Jamaah (tanggung jawab keislaman ala Aswaja An Nahdliyah).
Menurutnya, Kader dan warga NU harus mampu menjaga ajaran yang selaras dengan Ahlussunnah wal jamaah An Nahdliyah yang tercermin pada prinsip-prinsip ke NU an. Kenapa An Nahdliyah? Karena sekarang banyak sekali organisasi Islam mengaku sebagai Ahlussunnah tapi berbeda dengan nilai-nilai Ke NU an, Sebagai contoh Wahabi, HTI dsb. Wahabi tidak sama dengan karakteristik nilai-nilai ke NU an, maka Ahlussunnah Wahabiyyah. Apakah Khilafah tidak Islami? Islami jawabnya, akan tetapi NKRI bagi kita adalah harga mati, karena Khilafah tidak seauai dengan karakteristik bangsa Indonesaia. Dalam sejarahnya di berbagai negara, Khilafah ada seperti Khilafah Utsmaniyah, Khilafah Abasiyah dll.
Saudi Arabia berbentuk kerajaan, Mamlakah Saudiyah dengan penerapan Wahaby sebagai ajaran yang wajib bagi wargaya, dikarenakan ketika Raja Saud memenangkan peperangan waktu itu bekerja sama dengan Muhammad bin Abdul Wahab, sehingga paham Wahaby dilegal formalkan dalam KSA, meski dulunya Jazirah Arab adalah Ahlussunnah wal jamaah. Iran bekerja sama dengan syiah, dan kaum Sunny disana diburu bahkan dihabisi dengan jalan dibunuh, maka syiah dijadikan paham wajib bagi warganya.
Inilah kenapa NU sekarang punya tanggung jawab ekstra, karena dengan jalan inilah Ahlussunnah Wal Jamaah bisa tetap lestari dan ada, karena dalam dinamika politik sekarang di Indonesia, Agama adalah Isu yang dibawa sehingga lebih kepada perang ideologi, jika kita tidak bisa memenangkan Pilpres ini, maka bisa jadi Alhussunnah Wal Jamaah di Indonesia Wabillahi taufiq wal hidayah (disambut tawa oleh hadirin peserta silaturahmi). Kita tidak ingin itu terjadi bukan. Maka PBNU, beserta Lembaganya sudah bersepakat akan memenangkan pilpres tahun ini, karena itu sudah jadi kespakatan bersama dari awal.
2. Himayatul ummah (perlindungan terhadap umat).
Dengan pengertian, membentengi warga dari pengaruh berbagai ajaran dan gerakan yang ekstrem, baik ekstrem radikal maupun liberal. Ia menegaskan, NU berkeyakinan adanya hal-hal harus tetap dalam ajaran Islam namun juga ada yang mesti berubah sesuai dengan keadaan tempat dan zaman. Presiden Jokowi dalam 4,5 tahun ini sudah berbuat yang baim dan nyata bagi bangsa Indonesia. Maka ketika pemaparan visi misinya, semua adalah sesuatu yang pernah dilakukan dan siap dilanjutkan kembali tentunya ke arah yang lebih baik dan maju. Jokowi sudah membangun 1 juta rumah untuk rakyat, yang nantinya akan ditambah lagi kuotanya menjadi 5 juta, sedangkan sebelah (pasangan 02) berjanji akan membangun 3 juta rumah untuk rakyat dalam setiap tahunnya, ini adalah hal yang mustahil karena mereka (02) belum pernah melakukan hal tsb, jadi mari berpikir secara cerdas jangan termakan dengan janji-janji gombal saja.
3. Mas’uliyyah Wathaniyyah (tanggung jawab kebangsaan).
Pesan Kiai Ma’ruf, NU yang andil dan berperan aktif dalam merumuskan prinsip-prinsip kebangsaan, harus menjaga negeri ini dari berbagai upaya perusakan dan pengubahan dasar negara. Sudah saatnya warga NU sebagai Muharik (Penggerak) bukan yang digerakan, karena NU itu sejatinya Harakah. Berfikir maju dan dinamis (Fikrah Nahdliyah) guna mencapai kemaslahatan ummah yang lebih baik, sehingga tujuan Islam yang Rahmatan Lil alamin tercapai.
Di akhir arahannya, KH. Ma'ruf Amin pun menanyakan kepada para hadirin, Siapkah kita untuk memenagkan? Siap, jawab tegas para hadirin. Yakinkah kita? Yakin!!!
Mari kita bersama - sama menggerakan diri untuk memenangkan pesta demokrasi ini dengan memenangkan Pasanagn Calon Presiden dan Wapres Jokowi Ma'ruf Amin.
Pada sesi terahir, KH. Ma'ruf Amin menyematkan Sorban kepada Ketua PCNU yang hadir, seperti Ketua PCNU Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Kebumen, Banjar, Purworejo, Wonosobo, Temanggung, Magelang dll.
Semoga bermanfaat, mohon koreksi dan tambahan bila mana ada kekurangan.
Salam Ta'dzim
Wisma Wali Limbung, Temanggung
Rabu, 27 Maret 2019
M. Luqman Miftahul M
Wk. Ketua GP. Ansor Kab. Banyumas
(Bidang Organisasi dan Kelembagaan, Dir. ACM)
No comments
Post a Comment