Muslimedianews.com ~ Istilah-istilah yang perlu diketahui adalah sebagai berikut – sebagaimana penulis olah dari kitab Al-Mu’tamad fi Fiqh Al-Syafi’i karya Syaikh Muhammad Az-Zuhaili,
via Bincang Syariah
الأقوال
Pertama adalah al-Aqwaal, yang secara bahasa berarti perkataan-perkataan. Istilah ini digunakan untuk perkataan-perkataan Imam Al-Syafi’i Rahimahullah. Perkataan-perkataan ini ada yang tergolong qadim (pendapat beliau sebelum berpindah ke Mesir) dan ada yang jadid (pendapat sesudah berpindah ke Mesir). Pendapat tersebut, ada yang diucapkan dalam waktu yang sama, ada yang tidak. Ada juga perkataan yang beliau kuatkan (tarjih) dan ada yang tidak.
الأوجُه
Al-awjuh adalah terminologi yang dipakai untuk pendapat para pengikut (ashhab) imam Syafi’i. Mereka menisbahkan pendapatnya kepada mazhab Syafi’i, menghasilkan suatu kesimpulan hukum berdasarkan kaidah-kaidah ushuliyah yang ditetapkan dalam mazhab Syafi’i.
الطرق
at-Thuruq adalah perbedaan pendapat para pengikut Imam Syafi’i dalam memaparkan mazhab Syafi’i. Misalnya yang satu mengatakan dalam suatu persoalan ada dua pendapat atau dua wajh, sedangkan yang lain mengatakan hanya satu pendapat/qawl atau satu wajh saja.
الأظهر
al-Azhhar adalah pendapat yang kuat dari dua atau lebih pendapat-pendapat imam Syafi’i. Pendapat yang kuat ini disebut azhhar (arti: lebih zahir, lebih sesuai kepada dalil) ketika masing-masing qaul tersebut berlandaskan kepada dalil yang kuat. Maka yang lebih kuat diantara qaul tersebut disebut azhar, sedangkan lawannya adalah dha’if (lemah) yang marjuh (tidak kuat). Biasanya, untuk menyebut pendapat yang tidak kuat ini menggunakan redaksi wa fi qaul (dan dalam satu pendapat).
المشهور
Baca Juga : Asmaul Husna Sebagai Kunci Berkomunikasi Hamba dengan Allah
al-Masyhur adalah pendapat yang kuat dari dua atau lebih pendapat imam Syafi’i yang bertentangan, tetapi sisi pertentangannya sebenarnya lemah. Negasi dari masyhur adalah pendapat yang lemah dan marjuh, yang menggunakan bahasa “wa fi qaul”.
الأصحاب
Al-Ashhaab adalah para pengikut mazhab Imam Syafi’i yang memiliki suatu pandangan hukum, yang menisbahkan dirinya kepada pendapat Imam Syafi’i, mengeluarkan rumusan hukum fikih berdasarkan sumber-sumber mazhab Syafi’i dan kaidah-kaidahnya, dan terkadang berijtihad dalam beberapa persoalan tanpa berlandaskan kaidah ushul mazhab Syafi’i.
الأصح
al-Ashohhu adalah hukum fikih yang terkuat dalam mazhab Syafi’i di antara pendapat para pengikut sekaligus pakar mazhab Syafi’i yang berbeda-beda. Istilah ashohhu ini ada manakala perbedaan antar pendapat pengikut mazhab Syafi’i ini sama-sama kuat dan masing-masing berdasarkan dalil yang kuat dan zhahir. Negasi dari ashohhu disebut dengan istilah “wa muqaabiluhu kadza”; “wa al-tsaani kadza”.
الصحيح
as-Shohiih adalah pendapat yang kuat diantara pendapat para Imam Mazhab Syafi’i, ketika pendapat yang lain atau lawannya sangat lemah. Negasinya adalah “wa fi wajhin kadza”.
النص
al-Nashh adalah pendapat imam Syafi’i yang dituliskan dalam kitab-kitab imam Syafi’i.
المذهب
al-Madzhab adalah pendapat yang kuat ketika terdapat perbedaan pendapat ashhaab dalam memaparkan mazhab Syafi’i, dimana mereka menyebutkan dua jalur atau lebih.
التخريج (al-takhrij)
at-Takhrij adalah istilah yang dipakai ketika imam Syafi’i menjawab dua persoalan yang hampir sama, dengan dua hukum yang berbeda, sementara tidak jelas perbedaan antara keduanya. Kemudian para ashhaab menukil jawaban dari masing-masing persoalan, yang menghasilkan dua pendapat; manshuush dan mukharraj. Pendapat yang manshush dalam persoalan yang pertama, berarti pendapat mukharraj dalam persoalan yang kedua. Begitu juga sebaliknya, pendapat yang manshush dalam persoalan yang kedua, berarti pendapat mukharraj dalam persoalan yang pertama. Namun menurut yang ashohh, pendapat mukharraj tidak dapat dinisbahkan kepada imam Syafi’i, karena bisa saja persoalan tersebut ditinjau kembali, lalu ditemukanlah perbedaan keduanya.
الجديد
Baca Juga : Ulasan tentang Macam-Macam Maksiat pada Musafir
al-Jadiid adalah pendapat fikih yang dikatakan imam Syafi’i di Mesir, baik dalam karyanya atau dalam memberikan fatwa. Qaul jadid ini diriwayatkan oleh: Al-Buwaithi, Al-Muzanni, Al-Rabi’ Al-Murado, Harmalah, dll. Sedangkan kitab-kitabnya adalah: al-Umm, al-Imla’, Mukhtashar al-Buwaithi, dan Mukhtashar al-Muzani.
القديم
al-Qadiim adalah qaul yang dikatakan imam Syafi’i di Iraq, baik dalam karyanya maupun dalam berfatwa. Orang-orang yang masyhur dalam meriwayatkan qaul qadim imam Syafi’i ini adalah: Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Za’farani, Al-Kurabisi, dan Abu Tsaur. Imam Syafi’i banyak melakukan revisi terhadap qaul qadim-nya.
Setiap permasalahan memiliki dua qaul imam Syafi’i; qadim dan jadid. Qaul jadid adalah yang shahih, kuat (rajih) dan yang dipegangi dan diamalkan, karena qaul qadim adalah qaul yang sudah direvisi. Namun dalam hal ini, ada sekelompok ulama yang mengecualikan sekitar 20 persoalan, yang mana menurut mereka, yang dipakai sebagai pegangan dalam 20 persoalan tersebut adalah qaul qadim.
Tidak semua qaul jadid bertentangan dengan qaul qadim, dan tidak semua qaul qadim dilakukan revisi terhadapnya. Ada qaul jadid yang bertentangan dengan qaul qadim dan ada juga yang bersesuaian.
صيغة التضعيف
Shiighoh at-Tadl’iif adalah term-term yang menunjukkan lemahnya suatu qaul atau wajh, misalnya,
قيل كذا، في وجه كذا، في قول كذا، روي
qiila kadza, fii wajhin kadza, fii qawlin kadza, ruwiya.
via Bincang Syariah
No comments
Post a Comment