Muslimedianews, Kairo ~ Sebuah
fakta baru soal pemenang pemilihan umum Mesir yang digelar pada Juni
tahun 2012 diungkap oleh seorang pakar politik dan pengajar dari
Universitas Kairo, Mohammed Selim, Rabu (28/8) malam.
Menurut
Selim, pemenang pemilu yang sesungguhnya tahun lalu, bukanlah mantan
Presiden Muhammed Morsi, melainkan mantan Perdana Menteri Ahmed Shafiq.
Selim berani berpendapat demikian karena adanya penundaan pengumuman
hasil pemenang pemilu oleh Komisi Pemilu yang seharusnya dilakukan pada
21 Juni 2012. Selim menyebut hasil pemilu yang sesungguhnya memenangkan
Shafiq.
"Saya
memperhatikan betul layar televisi, satu jam sebelum Komisi Pemilu
mengumumkan hasil akhirnya. Saat itu masih diumumkan Shafiq dinyatakan
unggul. Namun hasil itu kemudian berbalik satu jam kemudian," ungkap
Selim.
Dia
mengaku bingung apakah hasil pemilu bisa mengalami perubahan hanya
dalam waktu tempo satu jam saja. Ternyata dari fakta yang dia temukan,
Direktur Pusat Kajian Asia di Universitas Kairo itu, menyebut adanya
kesepakatan antara Dewan Tertinggi Militer (Scaf), yang saat itu
memimpin Mesir pasca tumbangnya Mubarak, dengan gerakan Ikhwanul
Muslimin.
IM
saat itu, lanjut Selim, mengancam Scaf. "Pada malam pengumuman hasil
pemilu, ratusan ribu massa IM berkumpul di Lapangan Tahrir dan mengancam
Scaf. Mereka mengatakan apabila Morsi tidak dinyatakan sebagai
pemenang, maka mereka akan membumihanguskan Mesir."
Ancaman
itu dikatakan Selim, bukan hanya sekedar isapan jempol belaka. Karena
massa IM mengancam siap menyebar ke seluruh negeri untuk menciptakan
kerusuhan. Pemerintah Amerika Serikat, kata Selim, turut berada di
belakang aksi ini.
Mereka
disebut turut menekan Scaf agar mengumumkan Morsi sebagai pemenang
pemilu."Hasil pemilu pada malam itu telah dicurangi dan Scaf terpaksa
membiarkan itu terjadi," tambahnya.
Namun
publik tetap membiarkan Morsi memimpin, karena menaruh harapan dia akan
membawa perubahan bagi masa depan Mesir. Harapan, kata Selim, tidak
sesuai kenyataan, karena usai setahun memimpin kondisi Mesir malah kian
memburuk.
Pernyataan Selim ini turut diperkuat laporan ekslusif yang dimuat di media North Times
berjudul "AS Mencurangi Hasil Pemilu Mesir". Dikutip dari seorang
sumber yang dekat dengan pejabat tinggi di Mesir, AS berperan penting
dalam menekan Scaf agar mengumumkan Morsi sebagai pemenang pemilu tahun
2012 silam.
AS
ikut turut campur dalam situasi tersebut karena menganggap Mesir
merupakan salah satu negara penting di kawasan Timur Tengah. Lokasinya
yang berbatasan dengan Terusan Suez dengan Israel menjadikannya krusial,
apabila situasi di sana tidak stabil. "Sehingga Morsi bukanlah Presiden
pertama yang terpilih melalui cara demokratis seperti yang selama ini
kami kira," tegas dia.
Selim mengaku berpendapat demikian bukan
berarti dia berada di sisi pemerintahan sementara yang didukung militer.
"Sebagai seorang akademisi saya berusaha netral dan berpijak pada
fakta dalam menyatakan pendapat," imbuh Selim. viv
No comments
Post a Comment