Malang, Muslimedianews.com ~ Permintaan maaf pimpinan sebuah masjid kepada pimpinan sebuah gereja di kota Malang lantaran kegiatan salat Idul Adha yang digelar masjid itu menyebabkan Kebaktian gereja tertunda, menimbulkan ribuan simpati di media sosial.
Gelombang simpati itu muncul setelah stasiun radio Suara Surabaya memuat berita "permintaan maaf" itu di halaman Facebook, Twitter dan portal resminya, Minggu (05/10/2014) lalu. Lebih dari 34.000 pengguna Facebook menyatakan like (suka) dan berita ini telah dishares (dibagikan) sebanyak 2.776 hingga Kamis (09/10) malam.
Sementara, berita itu -yang menampilkan aktivitas sholat Idul Adha dengan latar gereja- memunculkan lebih dari 2.000 komentar yang sebagian besar menyatakan simpati atas sikap toleransi pimpinan dua tempat ibadah yang letaknya tidak berjauhan itu.
"Indahnya kebersamaan, bisa saling mengerti dan memahami walaupun berbeda agama," tulis salah-seorang. Komentar seperti ini juga diungkapkan para pembaca lainnya.
Ada pula yang berkomentar pendek: "Terima kasih teman-teman, Kristen..." dan banyak pula yang bersimpati sikap pimpinan masjid yang bersedia meminta maaf.
Sebagian berkomentar bahwa toleransi seperti ini sudah dipraktekkan di daerahnya, namun ada yang berharap ini bisa dicontoh di tempat lain di Indonesia. Hanya sedikit yang antipati atau sinis terhadap isi berita tersebut.
Mengapa meminta maaf
Masjid Agung, yang merupakan masjid berukuran besar dan tertua di Kota Malang, letaknya sekitar 200 meter dari Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat (GPIB) Immanuel, yang juga salah-satu gereja tertua di kota itu.
Seperti sholat Idul Fitri atau Idul Adha pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah peserta ibadah dapat mencapai 35.000 sehingga meluber sampai di depan gereja tersebut.
Akibatnya, jika waktu ibadahnya digelar secara bersamaan, maka salah-satu pihak harus menunda acara ibadahnya, terutama pihak gereja.
Hal ini terulang saat Sholat Idul Adha pada Minggu (05/10) lalu, tetapi kali ini pimpinan masjid Agung menyatakan permintaan maaf kepada pimpinan gereja Immanuel tersebut.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada gereja dan meminta maaf karena kebaktiannya ditunda," kata Ketua takmir Masjid Agung, Zainuddin Muchit, kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Kamis (09/10/2014).
Zainuddin mengutarakan "permintaan maaf" itu di hadapan jemaat Sholat Idul Adha. Menurutnya, dia harus minta maaf kepada jemaat gereja itu karena dia membayangkan penundaan tersebut akan menganggu jadwal para jemaah gereja tersebut.
"Biasanya Kebaktian jam 6 dan 7 pagi, dan sekarang harus ditunda pukul 9 pagi, padahal mungkin setelah itu mereka ada acara lain dan janjian dengan orang lain," jelasnya.
Sementara, pendeta GPIB Immanuel, Emmawati Balue mengatakan, pihaknya sejak awal sudah mengetahui bahwa jadwal ibadah mereka akan berbarengan.
"Jadi kami otomatis agar ibadah pagi diatur, waktunya disesuaikan lagi. Kami sebelumnya sudah beritahu umat (adanya penundaan dan alasannya)," kata Emmawati kepada BBC Indonesia, Rabu (08/10/2014).
Gelombang simpati itu muncul setelah stasiun radio Suara Surabaya memuat berita "permintaan maaf" itu di halaman Facebook, Twitter dan portal resminya, Minggu (05/10/2014) lalu. Lebih dari 34.000 pengguna Facebook menyatakan like (suka) dan berita ini telah dishares (dibagikan) sebanyak 2.776 hingga Kamis (09/10) malam.
Sementara, berita itu -yang menampilkan aktivitas sholat Idul Adha dengan latar gereja- memunculkan lebih dari 2.000 komentar yang sebagian besar menyatakan simpati atas sikap toleransi pimpinan dua tempat ibadah yang letaknya tidak berjauhan itu.
"Indahnya kebersamaan, bisa saling mengerti dan memahami walaupun berbeda agama," tulis salah-seorang. Komentar seperti ini juga diungkapkan para pembaca lainnya.
Ada pula yang berkomentar pendek: "Terima kasih teman-teman, Kristen..." dan banyak pula yang bersimpati sikap pimpinan masjid yang bersedia meminta maaf.
Sebagian berkomentar bahwa toleransi seperti ini sudah dipraktekkan di daerahnya, namun ada yang berharap ini bisa dicontoh di tempat lain di Indonesia. Hanya sedikit yang antipati atau sinis terhadap isi berita tersebut.
Mengapa meminta maaf
Masjid Agung, yang merupakan masjid berukuran besar dan tertua di Kota Malang, letaknya sekitar 200 meter dari Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat (GPIB) Immanuel, yang juga salah-satu gereja tertua di kota itu.
Seperti sholat Idul Fitri atau Idul Adha pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah peserta ibadah dapat mencapai 35.000 sehingga meluber sampai di depan gereja tersebut.
Akibatnya, jika waktu ibadahnya digelar secara bersamaan, maka salah-satu pihak harus menunda acara ibadahnya, terutama pihak gereja.
Hal ini terulang saat Sholat Idul Adha pada Minggu (05/10) lalu, tetapi kali ini pimpinan masjid Agung menyatakan permintaan maaf kepada pimpinan gereja Immanuel tersebut.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada gereja dan meminta maaf karena kebaktiannya ditunda," kata Ketua takmir Masjid Agung, Zainuddin Muchit, kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Kamis (09/10/2014).
Zainuddin mengutarakan "permintaan maaf" itu di hadapan jemaat Sholat Idul Adha. Menurutnya, dia harus minta maaf kepada jemaat gereja itu karena dia membayangkan penundaan tersebut akan menganggu jadwal para jemaah gereja tersebut.
"Biasanya Kebaktian jam 6 dan 7 pagi, dan sekarang harus ditunda pukul 9 pagi, padahal mungkin setelah itu mereka ada acara lain dan janjian dengan orang lain," jelasnya.
Sementara, pendeta GPIB Immanuel, Emmawati Balue mengatakan, pihaknya sejak awal sudah mengetahui bahwa jadwal ibadah mereka akan berbarengan.
"Jadi kami otomatis agar ibadah pagi diatur, waktunya disesuaikan lagi. Kami sebelumnya sudah beritahu umat (adanya penundaan dan alasannya)," kata Emmawati kepada BBC Indonesia, Rabu (08/10/2014).
Bertetangga lebih seratus tahun
Sebagai tetangga, menurut Zainuddin dan Emmawati, sikap saling menenggang rasa dan menghormati seperti itu sudah dilakukan sejak lama dan tidak pernah menjadi masalah. "Kami itu bertetangga sudah lebih dari seratus tahun," kata Ketua takmir Masjid Agung, Zainuddin Muchit.
"Dalam ajaran Islam, walaupun ada perbedaan agama, tetangga itu harus dihormati," kata Zainuddin yang telah aktif di masjid itu sejak tahun 1980-an.
Sementara, pendeta Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat, GPIB Immanuel, Emmawati Balue mengatakan, mereka selama ini selalu berhubungan baik dengan pimpinan masjid tersebut.
Sumber Tribun News
Foto Peserta salat Idul Adha di Masjid Agung Malang meluber sampai di depan Gereja GPIB Immanuel
No comments
Post a Comment