Muslimedianews.com ~ A. Pengertian
Shalat Istisqa’ adalah shalat yang
dianjurkan ketika lama tidak turun hujan atau ketika sumber mata air
sudah lama mengering, Shalat Istisqa’ disunnahkan berdasarkan sebab
dzahirnya, dan tidak dianjurkan lagi ketika sebab-sebabnya sudah tiada
seperti mulai turun hujan atau mengalirnya mata air dari sumbernya.
B. Cara Pelaksanaan
Ada 3 cara dalam melaksanakan Istisqa’ yang dianjurkan dalam Islam :
1. Berdo’a agar diturunkan hujan di setiap saat
2. Berdo’a di waktu I’tidal rakaat terakhir pada setiap Shalat Fardhu dan setiap setelah Shalat
3. Paling sempurnanya adalah dengan melaksanakan cara berikut ini :
a. Imam (pemimipin/pemerintah) atau yang mewakili Imam seperti Ulama memerintahkan masyarakat dengan :
i. Bertaubat dengan sebenar-benar taubat
ii. Bersedekah kepada fakir-miskin, keluar dari kedzaliman, mendamaikan orang yang bertikai
iii. Puasa 4 hari berturut-turut
b. Imam keluar
dengan masyarakat pada hari ke-4 puasa dengan memakai baju yang
sederhana (yang dianjurkan adalah memakai baju compang-camping) dan
penuh kekhusyuan dan penuh ketenangan di satu lapangan, kemudian Imam
atau wakilnya melakukan Shalat 2 rakaat berjama’ah bersama masyarakatnya
seperti dalam pelaksanaan Shalat Hari Raya.
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَاضِعاً مُتَبَذِّلاً مُتَخَشِّعاً
مُتَرَّسِلاً مُتَضَرِّعاً فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَمَا يُصَلِّيْ فِى
الْعِيْدِ. رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهَ (1266) وَغَيْرُهُ
Dari Sayyidina
Ibnu Abbas ra, beliau berkata: “Rasulullah SAW keluar dengan penuh
tawadhdhu’ (merendahkan diri), compang-camping, penuh kekhusyuan, tidak
tergesa-gesa dan memohon dengan penuh kesungguhan, kemudian beliau
melakukan Shalat 2 rakaat seperti Shalat di hari raya.” HR. Imam Ibnu
Majah no. 1266 dll.
c. Setelah mereka
melakukan Shalat kemudian Imam berkhutbah 2 kali seperti khutbah hari
raya, hanya saja dalam khutbah ini membaca Istighfar 7 kali pada khutbah
yang pertama dan membaca Istighfar 5 kali pada khutbah yang ke-2
sebagai ganti dari pembacaan Takbir dalam Khutbah harai raya.
Berdasarkan firman Allah SWT :
{ اِسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَاراً { [ نوح:10,11]
“Mintalah ampun
kalian kepada tuhan kalian, sesungguhnya Dia maha pengampun, Dia-lah
yang menurunkan hujan dari langit untuk kalian dengan begitu derasnya.” QS. Nuh : 10-11
Ketika Khotib
memulia Khutbah yang ke-2 dan telah berlalu 1/3 dari Kutbahnya setelah
itu Khotib menghadap Kiblat dan membelakangi Jama’ah, kemudian Khotib
merubah posisi Rida’-nya (Sorban yang diletakkan pada bahu) yaitu dengan
meletakkan posisi yang di atas dibalik ke bawah, serta yang kanan
dibalik ke kiri dan sebaliknya sebagai tanda pengharapan kepada Allah
SWT agar dirubahnya kondisi kemarau menjadi penuh hujan rahmat.
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْماً يَسْتَسْقِيْ، فَصَلَّى بِنَا
رَكْعَتَيْنِ بِلاَ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ، ثُمَّ خَطَبَنَا وَدَعَا
اللهَ، وَحَوَّلَ وَجْهَهُ نَحْوَ الْقِبْلَةِ رَافِعاً يَدَيْهِ، ثُمَّ
قَلَّبَ رِدَاءَهُ: فَجَعَلَ اْلأَيْمَنَ عَلَى اْلأَيْسَرِ وَاْلأَيْسَرِ
عَلَى اْلأَيْمَنِ. رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهَ (1268)
Dari Sayyidina
Abu Hurairah ra, beliau berkata : “Rasulullah SAW keluar pada hari
beliau meminta hujan, kemudian Rasulullah Shalat bersama kami tanpa
Adzan dan Iqomah, beliau berkhutbah dan berdo’a kepada Allah dan
menghdapkan wajahnya ke kiblat serta mengangkat ke-2 tangannya, kemudian
beliau membalikkan sorbannya yaitu dengan meletakkan yang kanan di kiri
dan yang kiri di kanan.” HR. Imam Ibnu Majah no. 1268.
Bagi jama’ah yang ikut serta dalam pelaksanaan Shalat Istisqa’ disunnahkan juga untuk melakukan hal demikian tersebut di atas.
Disunnahkan bagi
Khotib untuk memperbanyak Istighfar, do’a, taubat dan permohonan yang
sungguh-sungguh serta bertawassul dengan orang-orang yang Sholeh dan
bertakwa.
عَنْ
أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ كَانَ إِذَا قَحَطُوْا اِسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ
الْمُطَلَّبِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَقَالَ: اَللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا
نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا، وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ
إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا. قَالَ: فَيُسْقَوْنَ. رَوَاهُ
الْبُخَارِيُّ (964)
Dari Anas ra,
“Sesungguhnya Sayyidina Umar Bin Al-Khattab ra ketika paceklik tiba
beliau meminta hujan dengan perantara (Tawassul) Sayyidina Abbas Bin
Abdul Muthollib ra dengan berdo’a :
اَللَّهُمَّ
إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا، وَإِنَّا
نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا
“Ya Allah
sungguh kami bertawassul kepada-Mu dengan perantara Nabi-Mu maka
turunkanlah hujan untuk kami, dan sungguh kami juga bertawassul
kepada-Mu dengan perantara paman Nabi-Mu maka turunkanlah hujan untuk
kami.”
Kemudian Sayyidina Anas berkata : “Maka diturunkanlah hujan bagi mereka.” HR. Imam Al-Bukhari no. 964.
d. Disunnahkan bagi
mereka yang menghadiri pelaksanaan Shalat Istisqa’ membawa anak kecil,
orang tua dan banatang ternak, sebab musibah (paceklik) tersebut
mengenai mereka semua dan tidak diperkenankan melarang Ahli Dzimmah (non
muslim yang diberi izin tinggal bersama kaum muslimin) untuk ikut serta
hadir dalam prosesi tersebut.
C. Do’a-Do’a Yang Diajarkan Oleh Rasulullah SAW
اَللَّهُمَّ
اجْعَلْهَا سُقْياَ رَحْمَةٍ، وَلاَ تَجْعَلْهَا سُقْياَ عَذَابٍ، وَلاَ
مَحْقٍ وَلاَ بَلاَءٍ، وَلاَ هَدْمٍ وَلاَ غَرْقٍ. اَللَّهُمَّ عَلَى
الظُّرَّابِ وَاْلآكَامِ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ،
اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا. اَللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثاً
مُغِيْثاً، هَنِيْئاً مَرِيْئاً مُرِيْعاً، سَحاً عَاماً غَدْقاً طَبَقاً
مُجَلَّلاً، دَائِماً إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اسْقِنَا
الْغَيْثَ وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِطِيْنَ، اَللَّهُمَّ إِنَّ
بِالْعِبَادِ وَالْبِلاَدِ مِنْ الْجُهْدِ وَالْجُوْعِ وَالضَّنْكِ، مَا
لاَ نَشْكُوْ إِلاَّ إِلَيْكَ.اَللَّهُمَّ أَنْبِتْ لَنَا الزَّرْعَ
وَأَدِرَّ لَنَا الضَّرْعَ، وَأَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ
السَّمَاءِ، وَأَنْبِتْ لَنَا مِنْ بَرَكَاتِ اْلأَرْضِ، وَاكْشِفْ عَنَّا
مِنَ الْبَلاَءِ مَا لاَ يَكْشِفُهُ غَيْرُكَ، اَللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْتَغْفِرُكَ إِنَّكَ كُنْتَ غَفَّاراً، فَأَرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْنَا
مِدْرَاراً.
( رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ :967؛ وَمُسْلِمٌ : 897؛ وَأَبُوْ دَاوُدَ 1169؛ وَالشَّافِعِيُّ:” اْلأُمُّ 1/222″ ، وَغَيْرُهُمْ).
“Ya Allah jadikanlah curahan ini
sebagai rahmat dan jangan engkau jadikan curahan ini sebagai siksa,
bukan kehancuran, bahaya, kerusakan dan bukan pula ketenggelaman bagi
kami. Ya Allah turunkanlah hujan pada bukit-bukit, tumbuh-tumbuhan dan
lembah-lembah. Ya Allah turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan hujan
yang berakibat buruk atas kami. Ya Allah turunkanlah hujan yang
melepaskan kami dari paceklik, tanpa disertai kesusahan, baik akibatnya,
subur dengan kesegaran, deras dan lebat yang menyeluruh pada permukaan
bumi terus-menerus (manfaatnya) sampai hari Kiamat. Ya Allah turunkanlah
hujan untuk kami dan jangan Engkau jadikan kami orang-orang yang
berputus asa karena hujan yang belum turun. Ya Allah sungguh
hamba-hamba-Mu serta negri-negri mereka tertimpa kesulitan, kelaparan
dan paceklik yang dahsyat, sungguh tiada kami mengadu melainkan hanya
kepada-Mu. Ya Allah tumbuhkanlah kebun-kebun untuk kami dan perbanyaklah
susu kambing, turunkanlah barakah dari langit, tumbuhkanlah
barakah-barakah bumi, keluarkanlah kami dari bahaya yang tiada
seorangpun yang bisa mengeluarkannya melainkan hanya Engkau. Ya Allah
sesungguhnya kami memohon ampun kepada-Mu, sesungguhnya Engkau maha
pengampun, maka turunkanlah hujan dari langit untuk kami.”
HR. Imam
Al-Bukhari no. 967, Imam Muslim no. 897, Imam Abu Daud no. 1169 dan
Imam Asy-Syafi’i dalam kitab Al-Umm juz 1 hal. 222 dll.
Oleh: Buya Yahya, Pengasuh LPD Al Bahjah Cirebon.
Sumber Elhodaa.net
No comments
Post a Comment