BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

Saturday, October 25, 2014

Sistem Pemilihan Ketua Umum PP Muhammadiyah

Jakarta, Muslimedianews.com ~ Muhammadiyah, termasuk salah satu ormas Islam yang berdiri sebelum kemerdekaan Indonesia yang kini usianya telah lebih dari 100 tahun. Organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada November 1912 ini telah membuktikan kemampuannya bertahan menghadapi berbagai perubahan zaman.

Jaringan organisasinya telah tersebar di seluruh pelosok negeri dan amal usahanya yang terdiri dari sekolah, rumah sakit, universitas dan sektor usaha lain diperkirakan nilainya antara 10-15 trilyun. Kekokohan dan stabilitas organisasi ini salah satunya ditunjang oleh kelembagaan yang kokok dan pola rekrutmen kepemimpinan yang telah tersistem dengan baik.

Abdul Mu’ti, sekretaris PP Muhammadiyah kepada NU Online di kantor PP Muhammadiyah, Cikini Jakarta Pusat menjelaskan ketua umum Muhammadiyah dipilih dalam forum muktamar yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali dengan sistem formatur. Muktamirin memilih 13 orang formatur yang akan memilih ketua umum.

“Kekuasaan tertinggi di pimpinan yang 13 orang itu. Mereka bisa memilih ketua umum dari 13 orang itu atau dari luar, tetapi biasanya yang selama ini berjalan, yang mendapat suara terbanyak ditanya di forum rapat. Kalau bersedia menjadi ketua umum, ya silahkan, kalau tidak, ya nanti dipilih siapa diantara mereka atau bisa memilih di luar orang,” katanya.

Ia menjelaskan, penawaran prioritas pertama kepada anggota formatur yang memperoleh suara terbanyak merupakan bagian dari menjaga etika. Setelah itu, baru ditunjuk kelengkapan pimpinan seperti sekretaris umum, bendahara umum dan lainnya.

“Biasanya enak-enakan saja, siapa jadi apa. Ngak pernah voting,” ujarnya.

Mantan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah ini menjelaskan, di Muhammadiyah secara struktural pimpinan persyarikatan terdiri dari empat unsur, yang satu disebut sebagai pimpinan, kedua, majelis, yang ketiga lembaga dan keempat, biro. Yang dipilih dalam permusyawaratan adalah pimpinan yang jumlahnya antara 9-13. Untuk tingkat pusat selalu 13, wilayah 13, sedangkan daerah (setara dengan PCNU) antara 9-13.

Proses pemilihan di tingkat pusat meliputi empat tahap. Yang pertama adalah tahap pengusulan calon pimpinan oleh anggota PP, anggota tanwir, dan pimpinan ortom (organisasi otonom). Anggota PP adalah 13 orang ditambah pimpinan yang ditunjuk. Anggota tanwir berjumlah empat dari masing-masing wilayah ditambah dua orang perwakilan organisasi otonom di di tingkat pusat seperti Pemuda Muhammadiyah, Nasiyatul Aisiyah, dll.

Lalu, calon-calon tersebut masuk ke panitia pemilihan (panlih) untuk diseleksi apakah memenuhi persyaratan seperti minimal keanggotaan selama enam tahun dibuktikan dengan kartu anggota. Kemudian pernah menjadi pimpinan di organisasi otonom di tingkat pusat atau majelis lembaga di tingkat pusat, atau pimpinan persyarikatan di tingkat wilayah atau daerah.

Pada tahap ketiga, nama-nama tersebut selanjutnya dipilih dalam sidang tanwir, yang melekat dengan muktamar. Biasanya satu hari menjelang muktamar ada sidang tanwir untuk memilih 39, kelipatan tiga dari nama yang akan dipilih di muktamar.

Dalam hal ini, masing-masing anggota tanwir yang jumlahnya sekitar 150 orang mengusulkan 39 calon yang telah memenuhi syarat yang selanjutnya diranking dan diambil 39 terbanyak. Tidak boleh ada nama yang sama.

“Jadi ngak boleh saya menulis nama saya berkali-kali. Jadi kalau ada yang menulis nama  yang sama, tidak sah. Harus 39 nama yang berbeda.”

Nama-nama inilah yang kemudian dibawa ditahap ke empat yaitu di muktamar. Peserta muktamar memilih 13 dari 39 nama tersebut.

Pimpinan yang 13 orang tersebut, selain berkewajiban memilih ketua umum juga punya kewenangan untuk mengambil keputusan apakah akan anggota pimpinan atau tidak. Penambahan itu tidak mempertimbangkan perolehan suara, tetapi diserahkan pada pimpinan yang ketiga belas itu. Misalnya waktu muktamar Yogyakarta jumlahnya menjadi 19 orang, yang satu merupakan ketua umum Aisyiyah yang secara ex officio masuk pimpinan. Masuknya ketua umum Aisyiyah ini merupakan kebijakan yang baru pertama kali diterapkan di muktamar Yogyakarta pada 2010.

Ia menambahkan, muktamar Muhammadiyah akan dilakukan pada Agustus 2015 mendatang di Makassar, mundur satu bulan dari jadual seharusnya pada Juli karena berbarengan dengan puasa Ramadhan. Saat ini, panlih sudah mengirimkan surat kepada anggota tanwir dan pimpinan untuk mengusulkan nama.

“Muktamar lalu sekitar satu tahun nama-nama sudah diusulkan, yang ini kurang lebih sama juga. Sekitar 10 bulan,” tambahnya.

Ia mengaku tidak tahu mulai kapan sistem tersebut mulai diterapkan, tetapi yang jelas, pada zaman KH Ahmad Dahlan belum memakai mekanisme ini. Sepengetahuannya, sejak kepemimpinan AR Fachruddin sudah berjalan seperti ini.

“Saya tidak tahu persis kapan mulainya, setahu saya dari dulu sudah begini.”

Di tingkat pengurus wilayah dan daerah Muhammadiyah juga menggunakan mekanisme yang mirip yang diusulkan dari tingkat Cabang atau setingkat kecamatan. 
Kelemahan sistem formatur seperti ini adalah hanya orang-orang populer yang bisa masuk struktur pimpinan. Karena itu, 13 orang tersebut memiliki kewenangan untuk menambah anggota yang dianggap memiliki potensi. Tak harus dalam struktur pimpinan, tetapi bisa juga masuk dalam majelis.  
Alhamdulillah sistem kita sudah sangat mapan. Karena dengan seleksi yang ketat, di Muhammadiyah kecil kemungkinan ada kutu loncat. Orang yang tidak pernah tampil di pimpinan mustahil masuk karena seleksinya dari awal. Minimal sudah pernah menjadi anggota selama enam tahun, pernah di pimpinan,” paparnya.

Ketentuan seleksi ini dipatuhi dengan ketat. Ia mencontohkan, dalam Muktamar Muhammadiyah di Malang pada 2005 ada tokoh Muhammadiyah, seorang mantan menteri agama, tetapi karena keanggotaannya belum memenuhi persyaratan, oleh panitia didiskualifikasi.

Ia menambahkan, hak suara masing-masing daerah atau setingkat kabupaten berbeda sesuai dengan kuota yang diatur oleh PP. Secara otomatis, masing-masing daerah mengirimkan dua peserta tetapi ada tambahan tergantung jumlah cabangnya.

“Kalau peserta daerah dua orang, ini otomatis, besar atau kecil, tetapi ada tambahan lain tergantung jumlah cabangnya. Kalau ngak salah satu sampai enam cabang itu satu. Kalau satu daerah punya enam cabang, berarti dua plus satu, berarti punya tiga hak suara,” tuturnya.

Untuk organisasi otonomnya, terdapat berbagai pola penentuan ketua umum. Untuk Pemuda Muhammadiyah, menggunakan mekanisme pemilihan langsung sedangkan untuk Ikatan Pelajar Muhammadiyah, (IPM), Nasiyatul Aisiyah (NA) menggunakan sistem formatur. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) tahun ini memilihnya juga formatur,“ tandasnya. (mukafi niam)

Sumber www.nu.or.id
« PREV
NEXT »

No comments