BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

Wednesday, March 23, 2016

Mu'awiyah bin Abi Sufyan dan Perselisihan dengan Ali

Muslimedianews.com ~ Muawiyah bin Abi Sufyan adalah salah seorang sahabat Rasulullah saw yang mulia. Beliau dilahirkan 15 tahun sebelum peristiwa hijrah. Beliau memeluk Islam setelah perjanjian Hudaibiyah antara tahun 6 hingga 8 hijrah. Muawiyah juga merupakan seorang sahabat yang dihormati oleh para sahabat yang lain. Beliau diangkat menjadi gubernur di Syam pada zaman pemerintahan Amirul Mukminin Umar bin Khaththab dan Usman bin 'Affan.

Sahabat Muawiyah ra menolak berbai’at kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib bukan karena tidak setuju dengan kekhalifahan Sayyidina Ali. Tapi beliau menginginkan agar Ali menjatuhkan hukuman hudud terlebih dahulu atas wafatnya Utsman. Ali bin Abi Thalib, tidak bermaksud membiarkan pembunuh Utsman berkeliaran dengan bebas. Tetapi kondisi umat Islam yang sedang terpecah-belah menyebabkan beliau mengalami kesulitan ntuk mengambil tindakan apapun.

Muawiyah ra bukan kaum pemberontak (الفئة الباغية), tetapi orang-orang yang mengikutilah yang bertujuan untuk memberontak (hanya Allahlah yang lebih mengetahui niat mereka masing-masing), karena walaupun beliau tidak berbai’at kepada Imam Ali ra, beliau hanya berdiam diri di Syam.

Pasukan Imam Ali lah yang bergerak ke Syam. Hal ini menyebabkan Muawiyah menyiapkan pasukannya juga dan berangkat menuju Kufah. Akhirnya kedua pasukan itu bertemu di suatu tempat yang dinamakan Shiffin, dan mulailah peperangan yang dikenal dengan perang Shiffin. Tetapi, seandainya dikatakan memberontak, namun pemberontakan yang didasarkan pada ijtihad, bukan hawa nafsu, sehingga terdapat udzur bagi beliau, meskipun terbukti bahwa ijtihad beliau adalah salah, dan dalam hal ini terhitung pula sebagian tindakan durhaka dan dholim kepada khalifah yang sah. Namun, tindakan seperti ini tidak bisa dianggap sebagai kekafiran, bahkan tidak diperbolehkan melaknati kepada beliau dan orang-orang muslim yang menyertai beliau.

Perhatikan fatwa Imam al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad berikut ini:

النفائس العلوية في المسائل الصوفية – (ج 1 / ص 0-818)

وكلهم بغاة عندنا ومنازعون وخارجون بغير حق صريح وصواب واضح. نعم من خرج منهم وله في خروجه شبهة فأمره أخف ممن خرج ينازعه في الأمر ويطلبه لنفسه. والله أعلم بنياتهم وسرائرهم وسلامتنا في السكوت عنهم. (تلك أمة قد دخلت).

وقال علماؤنا في شأن الزبير ومن معه ومعاوية ومن معه: إنهم اجتهدوا فأخطأوا فلهم عذر. وعلى كل حال فغاية من خرج على الإمام المرتضى من أهل التوحيد المقيمين للصلاة المؤتين للزكاة أن يكون عاصياً والعاصي عندنا لا يجوز لعنه بعينه.

وليس الخروج على الأئمة عندنا كفراً بل لا يجوز عندنا لعن أحد إلا إذا علمنا أنه مات كافراً، وأن رحمة الله تعالى لا تناله بحل كإبليس. ومع ذلك فلا فضيلة في لعن من هذا وصفه، ويجوز عندنا لعن العاصين والفاسقين والظالمين عموماً.
“Menurut kami mereka semua adalah Bughot (melakukan pemberontakan) dan perlawanan, serta keluarnya mereka menuju peperangan adalah tanpa didasari alasan kebenaran yang nyata dan jelas. Memang betul demikian, namun bagi orang-orang yang keluarnya untuk memerangi Imam Ali ra terdapat keserupaan (dengan kebenaran, karena didasari oleh ijtihad, penj), maka persoalannya lebih ringan daripada orang-orang yang keluar untuk menentang Imam Ali ra pada urusan yang di dasarkan pada hawa-nafsunya. Maka Allahlah yang lebih mengetahui niat dan rahasia mereka. Dan jalan keselamatan yg kami tempuh adalah memilih berdiam diri atas keadaan mereka (kemudian beliau berkata : (تلك أمة قد دخلت, mereka adalah umat-umat yang telah masuk Islam). Ulama-ulama kita berkata mengenai keadaan sahabat Zubair dan sahabat-sahabat yang bersamanya serta sahabat Muawiyah dan sahabat-sahabat yang bersamanya: "Mereka semua telah berijtihad dan mereka semua melakukan kesalahan, maka mereka mendapat udzur. Maka dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa orang-orang yang keluar untuk memerangi sayyidina Ali ra yang masih terhitung sebagai ahli tauhid, mendirikan shalat serta menunaikan zakat adalah dihukumi sebagai orang yang durhaka, sedang orang yang durhaka secara ‘ain (pribadi) tidak boleh dilaknat. Dan menurut kami, orang-orang yang keluar memerangi Imam Ali tidaklah dihukumi kafir, bahkan tidak diperbolehkan melaknat terhadap salah seorangpun diantara mereka, kecuali diketahui kalau dia mati dalam keadaan kafir, dan sesungguhnya rahmat dari Allah SWT tidak akan didapatkannya sebagaimana keadaan Iblis. Oleh karena tidak ada fadhilah dalam melaknati orang-orang yang telah disifati demikian ini. Dan menurut kami, diperbolehkan melaknati orang-orang yang bermaksiat dan melakukan kefasikan serta kedhaliman secara umum.”

Ketika Muawiyah sedang tidur bersama istrinya dan mendengar berita terbunuhnya Ali, beliau terus bangun dan berkata: Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Kemudian beliau menangis. Istrinya berkata: “Kemarin engkau menyalahkannya dan hari ini engkau menangis untuknya?” Jawab Muawiyah: “Wahai istriku! Aku menangis mengenang manusia akan kehilangan sikap penyantunnya, ilmunya, kelebihannya, awalnya dia dalam Islam dan juga kebaikannya”.

Walaupun Muawiyah bukan pemberontak, tidak berarti Muawiyah berada di pihak yang benar. Di dalam Islam, apabila wujud perbedaan pendapat antara pemimpin dan yang dipimpin, maka kebenaran terletak pada pemimpin. Dalam peristiwa perang Siffin tersebut, pemimpin pada saat itu adalah Amirul Mukminin Ali. Maka sikap yang lebih tepat bagi Muawiyah adalah tidak meletakkan syarat untuk membai’at Ali. Sebaliknya terus membai’ar beliau dan kemudian mencari penyelesaian untuk mendapatkan pembunuh Usman.

Apabila Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu dibunuh, maka orang ramai melantik anaknya Hasan sebagai khalifah yang baru. Akan tetapi Hasan menginginkan kemaslahatan dan persatuan umat Islam, sehingga beliau memutuskan untuk memberikan jabatan khalifah kepada Mu’awiyah dan kemudian membai’at Mu’awiyah sebagai khalifah umat Islam yang baru.

Lihat hadis riwayat Bukhari dan Muslim ini:

صحيح مسلم – (ج 14 / ص 65)
وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَقْتَتِلَ فِئَتَانِ عَظِيمَتَانِ وَتَكُونُ بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيمَةٌ وَدَعْوَاهُمَا وَاحِدَةٌ
“Tidak akan terjadi kiamat sebelum saling berperang 2 golongan besar, dan diantara mereka akan jatuh korban jiwa yang sangat banyak jumlahnya, akan tetapi misi mereka adalah satu.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar berpendapat bahwa yang dimaksud 2 golongan besar itu adalah orang-orang yang bersama Imam Ali dan Muawiyah Radhiyallohu ‘anhuma, ketika mereka saling berperang di Shiffin. Yang mempunyai tujuan satu, yakni tegaknya Dinul Islam, atau yang dimaksud adalah masing-masing golongan mengaku berada di fihak yang benar.”

Perhatikan pula sabda Rasulullah mengenai pertikaian yang terjadi antara Imam Hasan dan Muawiyah :

إ صحيح البخاري – (ج 9 / ص 211)
 إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيمَتَيْنِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
“Sesungguhnya anak ku ini (yakni al-Hasan bin Ali) adalah Sayyid (penghulu), mudah-mudahan Allah akan membaikkan (mendamaikan) dengannya dua golongan yang besar daripada Muslimin”(HR. Al Bukhari).

Hadis ini mengisyaratkan ishlah (perdamaian) yang dilakukan oleh Sayyidina al-Hasan ra dengan menyerahkan jabatan Khalifah kepada Sayyidina Muawiyah ra yang dengan itu kaum muslimin berkumpul sebagaimana semula di bawah satu Khilafah dan dinamakan tahun itu sebagai ‘Tahun Jamaah’ ('Amul Jama'ah).

Kemudian lihat pula firman Allah SWT :

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9) [الحجرات/9]
"Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Al Hujuraat: 9)

Keterangan :
Allah SWT dan Rasulullah SAW menyebut kedua kelompok itu dengan sebutan “Mukminin” bukan “Kafirin” sebagaimana tuduhan orang-orang Rafidhoh, meski mereka saling berperang. Di samping itu juga disebutkan bahwa meskipun korban perang Shiffin mencapai 70 ribu orang (dari kedua belah fihak), namun sahabat yang terlibat dalam pertikaian kedua kelompok itu hanya sedikit sekali, tidak lebih dari 100 orang, sedang sebagian besar sahabat yang masih hidup pada masa itu lebih banyak yang berdiam diri dan tidak mengikuti fitnah zaman ini.

البداية والنهاية – (ج 7 / ص 281)
، عن محمد بن سيرين. أنه قال: ” هاجت الفتنة وأصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم عشرات الالوف فلم يحضرها منهم مائة، بل لم يبلغوا ثلاثين “
“Berlaku fitnah sedangkan jumlah para Sahabat Rasulullah s.a.w semuanya (yang masih hidup) ketika itu 10,000 (sepuluh ribu) orang, tidak ikut serta dalam fitnah itu daripada mereka kecuali 100 (seratus) orang bahkan mungkin tidak sampai 30 (tiga puluh) orang sekalipun”. [Ibnu Katsir, al-Bidayah wan Nihayah, 7/281].

Dan mereka telah terbukti keadilannya meski tergabung dalam salah satu kelompok. Bergabungnya mereka itu tidak melepaskan sifat adil mereka, karena mereka berijtihad dalam hal itu.

Jelas dan terang lagi Nabi SAW menamakan kedua golongan yang mendukung Ali dan Sy Muawiyah sebagai "Muslimin", maka siapakah Rafidah sehingga berani-berani mengkafirkan para Sahabat Nabi SAW. Sungguh rahmat dan ridha Allah tidak putus-putus mencurah ke atas para Sahabat Rasulullah SAW.

Terdapat segolongan orang yang menuduh bahwa Muawiyah adalah pembunuh Imam Hasan. Padahal tidak ada bukti yang mengaitkan Muawiyah dengan pembunuhan Sayyidina Hasan.

Keadilan para sahabata, dikukuhkan dan ditetapkan didalam Al-Qur'an sebagai berikut:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا… يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآَزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا (29)
"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar".


وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَو…ْزُ الْعَظِيمُ (100) [التوبة/100]
"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar" (S. Al-Taubat  99-100)

لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ (8) وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَ…انَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (9) [الحشر/8، 9]
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (10)
8. (Juga) bagi orang fakir yang berhijrah[1466] yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. Mereka itulah orang-orang yang benar.

9. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.

10. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang" (QS. Al- Hasyr: 8-10)


لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا (18) [الفتح/18]
"Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang…-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon[1399], maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya" (QS. Al-Fath : 18)

وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (74) [الأنفال/74]
"Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia". (QS. Al-Anfal: 74)

Penulis: Dodi ElHasyimi, via Aswaja Research Group
« PREV
NEXT »

No comments