BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

Monday, March 28, 2016

Nabi Ibrahim Sang Diplomator

Jakarta, Muslimedianews ~ Nabi Ibrahim adalah seorang yang bijak. Ia ingin memperbaiki keyakinan kaumnya yang salah. Ia ingin mengatakan kepada mereka bahwa Allah adalah lebih besar dari berhala-berhala mereka. Beliau adalah sosok Nabi yang sangat tatat kepada Allah. Tidak ada perintah yang beliau langgar. Beliau juga cerda dalam berdakwah mengajak umatnya menyembah Allah. Bahkan beliau mengalahkan Raja Namrud dalam berdebat mengenai Tuhan. Beliau sangat diplomatis dalam menyadarkan kaumnya dari sesembahan yang selain Allah.

Nabi Ibrahim dengan Kaum Penyembah Venus, Bulan dan Matahari 

Nabi Ibrahim mendatangi kaum peyembah venus, lantas ia berkata kepada mereka, “Bulan itu adalah Tuhanku.” Orang-orang yang menyembah venus bertanya kepadanya, “Mengaa engkau memilih bulan sebagai Tuhanmu?” Beliau lantas menjawab, “Venus bisa tenggelam, sehingga ia bukan Tuhan yang sebenarnya. Karena Tuhan tidak mungkin bisa tenggelam.”

Kemudian perlahan bulan berlalu da langit dan menghilang. Lau terbitlah matahari dan beliaupun berkata, “Itu Tuhanku, Dia lebih besar.” Beberapa orang percaya apa yang dikatakan Nabi Ibrahim dan berkata, “Mungkin ia benar, karena matahari memberi kita cahaya dan kehangatan.”

Saat matahari tenggelam dan hari menjadi gelap, bliau melihat ke langit dan berkata, “Aku tidak akan menyembah matahari, karena dia tenggelam. Tuhan yang sebenarnya tidak mungkin tenggelam! Sekarang aku akan menyembah Allah yang telah mencipta venus, bulan, matahari, bumi, dan kita semua.”

Nabi Ibrahim dan Azar

Azar adalah kakek Nabi Ibrahim. Beliau sangatlah santun kepada Azar, kakeknya. Maka dari itu, beliau memanggil Azar dengan sebutan “ayah”. Azar adalah seorang ahli perbintangan dan juga pembuat berhala. Azar juga sering dimintai nasihat-nasihatnya oleh Raja Namrud.

Suatu hari, Azar melihat Nabi Ibrahim membuat berhala yang lebih indah ketimbang berhala buatannya sendiri. Azar begitu bergembira dan ia mengira bahwa Nabi Ibrahim akan meletakkan berhala itu di kuil. Tapi, Nabi Ibrahim tidak melakukannya. Justru beliau menghancurkannya berkeping-keping dan membuat Azar sedih.

Azar sangat marah kepada Nabi Ibrahim dan berkata, “Ibrahim, mengapa engkau menghancurkan Tuhan itu? Tidakkah engkau takut pada kemarahannya?” Dengan sopannya beliau menjawab, “Ayah, mengapa engkau menyembah apa yang tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat, tidak juga bermanfaat bagimu sedikitpun? Ayah jangan engkau menyembah setan. Sungguh, setan tiak taat kepada Allah SWT.”

Nabi Ibrahim dan Hakim

Nabi Ibrahim ingin menghancurkan berhala-berhala yang ada di kuil saat semua penduduk pergi merayakan datangnya musim semi. Beliau membawa kapaknya dan pergi ke kuil tempat semua orang menyembah berhala. Ketika beliau sampai di kuil, suasananya amatlah sepi. Kemudian ia menatap ke berhala-berhala di sana dan bertanya. Namun mereka tak menjawab dan tak bergerak sedikitpun dari tempatnya. Tidak tanggung-tanggung, beliau manghancurkan semua berhala di kuil tersebut kecuali berhala yang paling besar. Beliau hanya menaruhkan kapaknya di leher berhala itu dan segera meninggalkan kuil.

Saat perayaan musim semi telah usai, semua penduduk kembali ke kota. Mereka hendak pergi ke kuil memberikan persembahan kepda Tuhan-Tuhan mereka. Para peramal nasib memimpin mereka dalam prosesi tersebut. Namun alngkah terkejutnya mereka ketika sampai di kuil. Tuhan-Tuhan mereka hancur berkeping-keping kecuali Tuhan paling besar yang di lehernya tergantung kapak. Mereka kebngungan dan hendak brtanya kepada berhala itu. Mereka sadar berhala itu tak bergeser dari tempatnya selama bertahun-tahun dan tak pula bicara arena memang hanya sebuah batu.

Keheningan pun memecah kebingungan saat para peramal nasib saling bertanya siapa yang menghancurkan tuhan mereka. Salah seorang di antara mereka menjawab bahwa itu ulah Ibrahim. Mereka menjadi geram dan memanggil Ibrahim. Namrud pun turut hadir ketika Ibrahim sudah berada di sana.

Pengadilan pun dimulai. Hakim bertanya kepada Ibrahim, “Kami tahu engkau merendahkan Tuhan kami. Kami juga tahu bahwa engkau tidak ikut merayakan datangnya musim semi bersama penduduk Babilo. Sekarang, katakan kepada kami, siapa yang telah menghancurkan TuhanTuhan kami. Apakah engkau yang melakukan, Ibrahim?”

Ibrahim menjawab, “Dia yang terbesar. Tanyalah padanya jika dia mampu berbicara.” Lalu hakim bertanya lagi, “Engkau tahu bahwa bahwa Tuhan-Tuhan itu tak dapat berbicara, karenanya mereka tak dapat menjawab.”

Nabi Ibrahim pun menanggapi apa yang ditanyakan oleh hakim, “Lalu, mengapa kalian menyembah apa yang telah kalian buat dengan tangan kalian sendiri? Mengapa kalian menyembah berhala yang tidak bermanfaat, tidak berbicara, dan tidak menerima persembahan kalian?” semuanya menundukkan kepala, termasuk para hakim. Mereka saling menatap dan slah satu di antara mereka berkata, “Ibrahim benar, Tuhan tidak seharusnya terbuat dari batu. Mengapa kita menyembah berhala-berhala yang tidak memiliki jiwa dan tidak hidup?”

Nabi Ibrahim dan Namrud

Namrud ingin berdiskusi soal Tuhan dengan Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim pun datang ke istana memenuhi undangan Namrud. Beliau tidak menunduk atau menyembah Namrud ketika berada di hadapannya.

Namrud bertanya kepada Ibrahim, “Ibrahim, siapa Tuhan yang engkau sembah?” Ibrahim pun menjawab, “Aku menyembah Allah, yang berkuasa untuk menghidupkan yang mati dan mematikan yang hidup.” Namrud membalas, “Aku juga berkuasa menghidupkan mereka dan mematikan mereka!” lalu ia menepukkan tanggannya memerintahkan pengawalnya, “Bawakan kepadaku dua orang tahanan, satu orang yang telah divonis dengan hukuman penjara, dan satu orang lagi yang telah divonis dengan hukuman mati.”

Ibrahim tidak melanjutkan diskusinya tentang hal itu karena beliau tahu apa yang dilakukan Namrud adalah salah. Kemudian beliau bertanya pada Namrud, “Aku menyembah Tuhan, yang berkuasa untuk membuat matahari terbit dari timur. Mapukah engkau untuk membuatnya terbit dari barat?” Sontak saja, Namrud terkejut dan terdiam mendengar pertanyaan itu. 

Sekali lagi, Namrud berdiskusi dngan Ibrahim tentang kehidupan dan kematian. Ia berkata, “Aku bisa memberi kehidupan kepada manusia dan mematikan mereka. Namun Tuhanmu tak mampu melakukannya. Engkau hanya mengaku-ngaku saja.” Ia melanjutkan kembali, “Tunjukkan padaku bahwa Tuhanmu bisa menghidupkan manusia dan mematikan mereka!”

Lalu Nabi Ibrahim mengangkat tangannya dan berkata, “Tuhanku, tunjukkanlah bagaimana Engkau menghidupkan dan mematikan.” Dan Allah bertanya, “Tidakkah engkau percaya?” Ibrahim berkata, “Aku percaya, tetapi hal itu hanya untuk menentramkan hatiku.”

Lalu Allah pun memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membawa emapt ekor burung dan menyembelihnya dan meletakkan bagian tubuh mereka di empat gunung yang berbeda. Nabi Ibrahim berdiri di salah satu gunung dan berteriak keras, “Wahai burung yang telah terpotong, datanglah kepadaku dengan izin Allah.” Dan sesuatu yang ajaib pun terjadi. Kepala burung-burung itu kembali ke tubuhnya masing-masing. Burung-burung itu kembali hidup dan dengan cepat burung-burung itu hinggap di kaki Ibarahim.

Sangat layak nampaknya Nabi Ibrahim dijuluki sebagai Diplomator. Beliau tak jarang membuat terdiam orang-orang yang menyepelekkan Tuhan. Tentu hal itu tak lepas dari pertolongan Allah SWT. Membuat diam lawan diskusinya mengenai Tuhan yang sebenarnya, termasuk Raja Namrud, Tuhan bagi penduduk Babilon.




Ditulis ulang dari buku “The Greatest Stories of Al-Qur’an” karya Syekh Kamal As Sayyid

« PREV
NEXT »

No comments