BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

Friday, March 18, 2016

Rebana Cinta

Muslimedianews.com ~

Oleh: Randu Agung

Sebuah cerita bersambung mengenai cinta segala dimensi, yang selanjutnya akan secara rutin dapat di baca setiap hari Senin di website KMNU, www.kmnu.or.id

Sendu Kerinduan

    Mahallul Qiyam...
    Ya Nabi salam ‘alaika
    Ya Rasul salam ‘alaika
    Ya Habib salam ‘alaika
    Sholawatullah ‘alaika

    Lantunan sholawat dan tabuhan rebana membuat air mata tak sengaja menetes, perlahan membasahi wajahnya. Selalu.

    Ia menutup mata. Rasa syukur, senang, dan sedih selalu bercampur aduk mempermainkan bayangan-bayangan yang dia pikirkan. Mengingat masa-masa yang telah ia lalui. Sedih karena tak mudah rasanya ia bisa seperti saat ini. Banyak hal yang telah terjadi. Meski banyak hal tak ingin ia ingat, tapi tanpa itu semua, tak mungkin hal membahagiakan seperti saat ini terjadi. Berada di tengah-tengah para pecinta Nabi. Terikat rasa bakti dan pengabdian yang membatin satu sama lain. Diiringi bunyi rebana yang bersahutan, terangkai indah menjadi melodi yang menghanyutkan.

    “Ya Allah, Alhamdulillah...”

    Kata yang tak bisa mengungkapkan segala rasa syukur yang ada di dalam hati. Tapi, apalagi yang bisa diucapkan, tak ada kata lain. Allah tahu apa yang tersembunyi dalam hati, jadi pastilah Allah tahu betapa tak terbendungnya rasa syukur yang ia rasakan.

    Laki-laki berpakaian putih, berbalut surban itu perlahan membuka matanya. Dia mengedarkan pandangannya dan ia dapati beberapa orang lain yang tak lain adalah anak-anak dan saudaranya. Lebih dari dua puluh laki-laki lain, bersama-sama menyenandungkan sholawat atas Nabi Kekasih Allah. Cukup banyak memang, mereka semua tak ada hubungan darah,  tapi baginya semua adalah keluarga. Mereka yang masih kecil adalah anak-anaknya dan yang sudah berumur adalah saudara-saudaranya.

Ia teringat dengan apa yang pernah gurunya, bahwa ikatan saudara bukan hanya karena ikatan darah atau garis keturunan saja. Kesamaan status sebagai seorang manusia juga bisa menjadi alasan rasa persaudaraan. Dan kesamaan agama akan menjadi yang sangat kuat karena ikatannya berasal dari Tuhan dan dari Dia-lah kekuatannya berasal.

Di musholla itu tak hanya ada laki-laki, di balik tirai pemisah di tengah mushola, masih banyak lagi anak-anak dan saudari perempuanya. Kecuali satu orang.

    Kecuali satu orang, perempuan penuh kelembutan yang selalu berada di sampingnya selama ini. Sejak mereka saling mengikrarkan janji suci, tak ada hal yang memisahkan. Mereka percaya, Allah telah mempersatukan mereka sehingga tak kan ada yang bisa memisahkan mereka lagi. Kecuali Allah memang menginginkannya, dan semoga hanya kematian di dunia yang menjadi jalan satu-satunya.

    “Ada apa?”

    Kepala yang dari tadi menunduk perlahan menoleh ke arah belakang.
Ibrahim sangat mengenal suara kekasihnya itu.

Memang sejak selesai majelis sholawat tadi, Ibrahim tetap berdiam di musholla. Bersila menundukkan wajahnya dalam-dalam. Ia tenggelam dalam pikirannya sendiri.

“Tak apa”

Sudah bertahun-tahun mereka bersama, jawaban sederhana seperti itu sudah memberikan banyak penjelasan yang lebih dari cukup.
“Yang harus kita lakukan saat ini adalah bersyukur dan berusaha keras sebagai wujud dari rasa syukur itu.”

Wajah sendu masih tersirat, Ibrahim masih tak lepas dari beban pikirannya.
Perempuan itu tersenyum. Wajah sendu yang tak untuk dikhawatirkan, namun untuk dibanggakan dan membawa kebahagiaan. Lelaki di depannya ini selalu saja mengulang kebiasaannya. Setelah melantunkan lagu-lagu pujian dan membaca kisah hidup Rasullullah,  wajahnya akan sendu dan larut memikirkan kerinduannya, kecintaannya pada Muhammad SAW.

Air mata seringkali menetes membasahi wajah gagahnya.

    Andai saja mereka tak memiliki rasa cinta yang sama besar kepada Rasulullah, mungkin sang Istri akan terbakar cemburu yang begitu besar kepada Ibrahim.

    “Aku bersyukur bisa seperti saat ini.”

    “Iya. Aku pun seperti itu. Coba lihat senyuman bahagia anak-anak dan saudara-saudari kita di luar itu.”
    “Anugrah yang begitu luar biasa.”

    Ibrahim pun tersenyum. Kini Ibrahim bisa menampilkan rasa bahagia dan cintanya dengan cara yang tepat. Sambil melihat sang Istri, Ibrahim menjulurkan tangannya. Sang Istri menyambut hangat tangan kanan Ibrahim. Dengan penuh kepatuhan tangan Ia mencium tangan suaminya.

Allah mencintai mereka yang mencintai kekasih-Nya.

Nurul Muhibbah
« PREV
NEXT »

No comments