Bukankah al-Azhar selalu menjunjung tinggi moderatisme dan humanisme? Lihatlah diktat seputar Syubhat Haula al-Quran atau al-Istisyraq fi al-Quran yang berisi tuduhan kaum orientalis missionaris terhadap al-Quran.
Sejumlah orientalis menuduh al-Quran sebagai kitab palsu, buatan Nabi Muhammad, tiruan Injil setelah Nabi Muhammad belajar dari pendeta saat perjalanan dagang ke Syam, al-Quran tidak asli karena mengalami problem originality, al-Quran diterima Muhammad saat sakit ayan/epilepsi, dan tuduhan-tuduhan keji lainnya.
Lalu apa respon ulama pakar al-Quran di al-Azhar dalam rangka membela al-Quran (difa'an 'anil-Quran) dari penistaan? Mereka tidak demo mengancam pembunuhan pada penista. Mereka justeru membuka ruang-ruang dialog bersama kaum orientalis disertai argumentasi yang kuat.
Apa hasilnya? Tidak sedikit orientalis yang akhirnya mengakui kemukjizatan al-Quran. Bahkan diantara mereka masuk Islam. Inilah Islam, agama ramah dan ilmiah, bukan agama marah-marah.
Indonesia damai. Tidak usah ikutan demo. Jangan mau diadu domba, biar domba-domba saja yang diadu hehehe. (Oleh: KH. Irwan Masduqi, Pengasuh Ponpes Assalafiyyah Mlangi Sleman Yogyakarta).