Minuman keras atau yang juga dikenal sebagai minuman alkohol adalah minuman haram dalam islam karena mengandung suatu senyawa yang disebut alkohol atau ethanol. Adanya alkohol dalam minuman membuat minuman keras dapat menghilangkan kesadaran seseorang dan membuatnya seperti hilang akal.
Ada banyak jenis minuman beralkohol yang beredar di kalangan masyarakat termasuk minuman keras tradisional maupun minuman keras buatan pabrik. Apapun jenis minuman keras tersebut, semua minuman yang mengandung alkohol adalah haram dan tidak diperbolehkan dikonsumsi oleh umat Islam.
Allah SWT melarang konsumsi minuman beralkohol atau minuman keras karena minuman ini dapat mendatangkan mudharat atau keburukan bagi seseorang yang mengkonsumsinya. Adapun mudharat yang dapat menjadi alasan mengapa minuman ini diharamkan antara lain berikut ini larangan minuman keras dalam Islam, Dalam surat Albaqarah ayat 219 Allah menyebutkan bahwa meminum minuman keras atau khamr dan berjudi adalah dua hal yang memiliki dosa besar. “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, “(QS Al Baqarah : 219)
Dalam surat Al Maidah disebutkan bahwa perbuatan meminum minuman keras atau khamr adalah perbuatan syetan yang harus dihindari oleh umat muslim. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Qs Al Maidah : 90)
Meski pembahasan Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) sudah masuk Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), namun masih ada perbedaan yang ekstrem terkait judul RUU. Di satu sisi, DPR tetap menghendaki pakai larangan, sementara pemerintah menolak judul larangan.
Dengan memakai judul larangan karena mengacu UU tentang Tata Cara Penyusunan UU, bahwa hal itu dimungkinkan.Selain itu sudah ada padanan, yaitu UU No.5/2003 yaitu UU Larangan Persaingan Usaha.
Kepada semua pemangku kepentingan bahwa sudah harus melakukan pelarangan pada titik tertentu untuk bisa mereduksi resiko-resiko yang lebih lanjut bagi generasi muda. Masa depan Indonesia sangat tergantung seberapa jauh kita membuat UU dimana generasi muda bisa berdiri tegak di luar ketergantungan terhadap miras dan minol. Karena itu sudah waktunya Indonesia menerapkan pelarangan meski ada ruang pengecualian.
Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan peraturan larangan penjualan dan peredaran minuman beralkohol alias bir golongan A atau yang berkadar alkohol di bawah lima persen di mini market seluruh Indonesia.
Larangan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang perubahan kedua atas Permendag Nomor 20/M-DAG/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol.
Adapun sembilan jenis minuman beralkohol golongan A yang beredar di Indonesia, yakni shandi, bir, lager, ale, bir hitam atau stout, low alcohol wine, minuman beralkohol berkarbonasi dan anggur brem Bali.
Kebijakan tersebut diambil pemerintah lantaran peredaran bir semakin marak di Indonesia. Ditambah lagi, masyarakat banyak yang mengeluhkan bahwa penjualan bir di mini market sudah mulai mengganggu dan tidak sesuai dengan ketentuan lagi.
Bahkan, peraturan yang membatasi pembelian bir untuk masyarakat di atas 21 tahun pun seakan tidak digubris. Peredarannya kini sudah menjamah seluruh lapisan masyarakat, termasuk anak sekolah.
Perdebatan paling krusial dalam pembahasan RUU ini apakah minuman beralkohol akan dilarang atau hanya cukup dikendalikan saja. RUU ini akan menjadi payung hukum bagi Perda-perda yang sudah berlaku di berbagai Daerah.
Sejauh ini ada daerah yang menggunakan kata “Pengendalian dan Pengawasan” dan ada yang menggunakan kata “Pelarangan,” dan ada juga yang belum memiliki Perda tentang Minol. Bila payung hukumnya terlalu longgar, maka peraturan di bawahnya dapat mencari celah untuk membuka lebih luas pintu peredaran Minol.
Apalagi mengingat belakangan ini Kementerian Perdagangan melakukan relaksasi aturan mengenai pengendalian dan penjualan minuman keras golongan A pada September 2015 lalu. Dengan adanya Undang-Undang Larangan Minol, maka akan ditindaklanjuti dengan pengawasan yang ketat terhadap peredaran Minuman beralkohol baik yang ada di minimarket, pasar maupun masyarakat.(***)
Penulis ; Aji Setiawan