Muslimedianews.com ~ Delapan tahun
saya dekat dengan Gus Dur. Saya punya rekaman 95 menit dengan Gus Dur, dan itu
tidak dimiliki oleh yang lain. Saat itu tiba-tiba Gus Dur minta dibawakan tim media
saya. Gus Dur hanya memakai celana pendek sambil tiduran di ruang tamu minta
direkam. “Pak sudah siap,” kata saya.
“Ya sudah,”
jawab Gus Dur.
“Mohon Bapak
pakai sarung,” protesku karena tak pantaslah Gus Dur sebagai narasumber hanya
memakai celana pendek.
Kata Gus Dur,
“Lhoh, kan sumber utamanya Anda. Anda yang harus rapih. Saya hanya
mendampingi.”
Akhirnya saya
minta Mas Munif, menantunya Mbah Abdul Jalil Mustaqim, untuk mengambilkan
sarung. Lalu sarung itu diberikan ke Gus Dur dan hanya ditutupkan di atas
celana. 90 menit tiba-tiba Gus Dur cerita soal kuliah dan belajar beliau.
Gus Dur itu
sosok pendendam yang baik. Dulu pernah saya di pesawat bersama Gus Dur, saya
ijin, “Mohon maaf, Nurcholis Majid mau ke rumah saya di Jatiwangi.”
“Iya, dia mau
jadi presiden. Tapi nggak mungkin,” jawab Gus Dur.
“Tapi Cak Nur
bilang Pak,” kata saya. “Apa sih yang salah dengan saya? Gus Dur itu baca
satu ayat dua ayat, tapi terkenal dan diaku jadi wali. Tapi saya padahal sudah
menyebutkan ayat, surat, tafsir dan referensinya masih saja disalahpahami.”
Kata Cak Nur yang saya tirukan.
Gus Dur hanya
diam, sama sekali tidak bertanya kepada saya. Hingga kemudian saat Gus Dur
bertemu saya di kediaman Tuan Guru Turmudzi Lombok NTB, beliau tiba-tiba
ceramah dengan membaca 10 ayat yang panjang-panjang sekaligus menyebutkan ayat
serta suratnya. Juga tiba-tiba Gus Dur membaca qasidah-qasidah dan puisi-puisi
lama (berbahasa Arab) yang sangat panjang, beserta keterangannya lengkap. Waktu
itu saya tidak tahu ada apa dengan Gus Dur yang tiba-tiba seperti itu.
Pas waktu
pulang, saat di pesawat Gus Dur tiba-tiba memegang tangan saya dan berkata, “Anda
dengerin ceramah saya di Lombok?”
“Dengar Pak!” jawabku.
“Catat, saya lebih
hebat dari Cak Nur!”
Waktu itulah
saya baru sadar saat di pesawat sebelumnya beliau hanya diam ternyata karena
tidak terima dengan perkataan Nurcholis Majid yang saya sampaikan ke beliau. Gus
Dur benar-benar sosok pendendam yang baik.
Saya belajar
dari Gus Dur juga bahwa jadi manusia itu sangat berat. Saya teringat dan waktu
itu saya baru sadar, ternyata shalatnya Gus Dur itu setelah wudhu kemudian
duduk menghadap kiblat. Beliau juga mendawamkan wirid Ratibul Haddad menjelang akhir
hayatnya.
Saya juga
teringat saat Gus Dur dicium tangannya oleh Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa.
Waktu itu saya dan Gus Dur sedang di bandara. Tiba-tiba Habib Mundzir al-Musawa
yang hendak dakwah ke Papua menghampiri dan menciumi tangan Gus Dur seraya
bersimpuh di hadapan Gus Dur. Lalu saya tanya, “Ada apa Bib?”
“Kalau wali ya
Gus Dur, Kang Maman.” Jawab Habib Mundzir.
Tiba-tiba Gus
Dur bertanya kepada saya, “Itu siapa?”
“Habib Mundzir,
Pak,” jawab saya.
“Kalau ingin
tahu wali yang muda ya Habib Mundzir. Tapi usianya tidak panjang,”
kata Gus Dur kemudian.
Gus Dur sudah
menyebut Habib Mundzir al-Musawa akan meninggal dunia dalam usia yang sangat
muda.
Gus Dur
terkadang kalau marah itu menarik. Tiba-tiba saya disuruh bacain surat kabar, ada
beberapa kiai yang menolak Gus Dur. Kemudian Gus Dur berkata, “Apa salah
saya yah Kang Maman? Padahal saya tidak pernah berbuat salah kepada kiai-kiai
itu.”
Dalam masalah
uang, saya pernah ceramah bareng Gus Dur. Waktu itu Gus Dur dapat amplop 50
juta, saya 5 juta. Ternyata punya saya yang 5 juta itu pun diminta Gus Dur,“Sini
yang 5 juta Kang Maman!”
Lalu tiba-tiba oleh
Gus Dur uang itu dibagi-bagi ke dalam beberapa bagian, dan dimasukkan ke dalam
amplop. Gus Dur kemudian meminta saya untuk menuliskan satu persatu nama-nama
kiai di amplop itu sesuai yang diucapkan Gus Dur; kiai anu dari Kalimantan,
kiai anu dari Sulawesi, kiai anu dari perbatasan Sulawesi, dst.
Jadi Gus Dur
tidak pernah punya dompet dan uang pun kadang-kadang selalu habis untuk dibagi-bagikan.
Makanya sampai sekarang makam yang paling ramai dikunjungi orang Indonesia adalah
makamnya Gus Dur. Gus Dur itu manusia, yang mampu memanusiakan manusia.
“Kenapa sewaktu
Muktamar di Solo saya diusir pakai anjing?” Gerutu Gus Dur
tidak terima.
Tapi saat turun
ke bawah di Bandara Adi Sucipto, ada wartawan yang bertanya, “Gus, itu ada
beberapa kiai yang menolak Anda.”
Cara bertahan
Gus Dur menarik. Gus Dur tiba-tiba tersenyum dan menjawab, “Ah kata siapa? itu
yang bilang paling tukang becak pakai sorban.”
Gus Dur
mengijazahkan kepada saya di detik-detik terakhirnya, tanggal 7 Desember 2009, Ayat
Kursi. Di kalimat “Wala Ya-uduhu dst...” dibaca 7 kali. Saya tanya, “Untuk
apa Pak?”
“Untuk
penjagaan saja. Indonesia akan mengalami masa-masa sulit, gonjang-ganjing, sampai
tahun 2030-an.” Jawab Gus Dur
*Sya'roni As-Samfuriy. Disampaikan oleh KH. Maman Imanulhaq, Pengasuh Pondok Pesantren
Al-Mizan Jatiwangi Majalengka dan Ketua Umum LDNU Pusat dalam Pengajian Akbar
dan Khataman Al-Quran Reuni IKABU (Ikatan Alumni Bahrul Ulum Tambakberas
se-Jabodetabek).