728x90

468x60

Sunday, April 22, 2018

Tazkiyah An-Nafs, Solusi Agresi Remaja

Muslimedianews.comFenomena agresivitas telah diidentifikasikan sebagai bentuk perilaku yang sering terjadi dibuktikan oleh pemberitaan media (Johal & Kaur, 2015). Fenomena ini telah menjadi alarm berbahaya bagi banyak pihak baik orang tua, guru, maupun komunitas besar seperti kementerian pendidikan (Hasliza, Azniza, & Zailly, 2016). Agresi merupakan istilah yang merujuk kepada suatu perilaku yang dilakukan oleh satu individu terhadap individu lainnya baik secara fisik maupun psikologis dengan tujuan untuk menimbulkan bahaya bagi orang lain (Myers, 2012).

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaporkan bahwa hal terkait fenomena agresivitas pada tahun 2015 sebanyak 515 kasus, tahun 2016 sebanyak 412 kasus yang terdaftar berupa tawuran antar pelajar, perundungan di sekolah, kekerasan fisik dan psikis, pembunuhan dan kekerasan seksual (Firmanto, 2017). Sedangkan sepanjang tahun 2017 hingga bulan September KPAI mendata lebih kurang 300 kasus agresivitas yang terjadi dikalangan remaja (Setyawan, 2017). Hal senada juga dinyatakan oleh Thalib (2010) bahwa fenomena agresivitas kerap muncul di kalangan remaja, bentuk perilaku yang muncul khususnya berbentuk kerusuhan, perkelahian, demonstrasi dan tindakan kekerasan lainnya.

Bagi remaja, agresi yang muncul dalam bentuk perkelahian atau jenis agresi yang ditunjukkan dengan tindakan kekerasan yang dapat menyakiti secara fisik, dapat menimbulkan dampak negatif yaitu cidera atau bahkan tewas bagi individu yang terlibat dalam kasus tersebut. Dampak lainnya dari agresi yang terjadi di kalangan remaja adalah rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte, dan fasilitas lainnya. Selain itu kerusakan fasilitas pribadi juga dapat terjadi seperti kerusakan kaca toko dan kendaraan. Agresi yang terjadi di lingkungan sekolah juga dapat menimbulkan dampak negatif berupa terganggunya proses belajar-mengajar, dan yang paling dikhawatirkan adalah berkurangnya sikap toleransi siswa terhadap perdamaian dan nilai-nilai kehidupan orang lain karena para pelajar menganggap bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan suatu masalah dan memilih untuk melakukan apa saja agar tujuan tercapai, akibatnya dampak tersebut justru menimbulkan konsekuensi negatif jangka panjang terhadap keberlangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia (Setyawan, 2014).

Lebih lanjut fenomena agresivitas yang telah dipaparakan di atas banyak terjadi dikalangan remaja. Mengingat remaja adalah generasi yang akan menjadi pemimpin di masa depan bagi setiap negara maka individu-individu tersebut diharapkan untuk terus tumbuh dengan baik sehingga dapat memberikan kontribusi untuk kemajuan negara ke arah yang lebih baik, namun agresi yang terus-menerus muncul pada diri remaja membuat masyarakat resah sehingga menarik perhatian yang cukup banyak dari media dan publik sehingga memunculkan pertanyaan apa yang menjadi penyebab munculnya agresi tersebut (Hasliza, Azniza & Zailly, 2016).

Hurlock (dalam Adhi dan Indrawati, 2017) menyatakan salah satu sebab munculnya agresi di kalangan remaja disebabkan oleh pemahaman tidak realistik pada diri remaja yang disebut self-egosentrism, pemahaman tidak realistik tersebut merujuk kepada pemahaman bahwa remaja cenderung melihat dirinya sendiri sebagaimana yang diinginkan dan orang lain sebagaimana adanya. Hal ini menunjukkan remaja masih sulit untuk memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang lain, sehingga remaja menganggap bahwa tindakan memukul atau menghina orang lain adalah perbuatan yang tidak akan melukai orang tersebut.

Pada penelitian Hasliza, Azniza dan Zailly (2016) disebutkan faktor lainnya yang menyebabkan munculnya agresi adalah pemahaman terhadap elemen agama yang tidak memadai, kemudian agama dalam konteks ini dispesifikkan kepada agama Islam. Al-Ghazali dan Muhammad (dalam Hasliza, Azniza & Zailly, 2016) menambahkan di dalam agama Islam perilaku dan tata krama seseorang menggambarkan keadaan jiwa seseorang (ruhiyyah), perilaku yang baik adalah cerminan jiwa yang sehat, dan perilaku yang buruk merupakan hasil dari jiwa yang tidak sehat. Pemahaman yang memadai terhadap elemen agama akan menyebabkan munculnya kemampuan untuk membedakan unsur baik dan buruk, hal ini akan mengarahkan individu untuk memahami perilaku mana yang harus ditinggalkan dan menuntun individu untuk menunjukkan perilaku yang benar.

Salah satu penanganan yang diharapkan dapat digunakan untuk mengatasi fenomena agresi pada remaja yang dikaitkan dengan konteks agama Islam adalah tazkiyatun an-nafs. Istilah tazkiyatun an-nafs merujuk kepada tahapan atau proses pembersihan jiwa dan perilaku dari sifat-sifat tercela. Tazkiyatun an-nafs berarti menyucikan, menerangi dan membersihkan hati dan jiwa dari sifat-sifat tercela berdasarkan Al-Quran dan Hadist dan kemudian memunculkan perilaku yang terpuji. Proses ini diterapkan dengan adanya pemahaman Islam yang baik untuk mengembangkan perilaku yang baik dan benar bagi setiap individu (Al-Ghazali, 2012).

                Tazkiyatun an-nafs merupakan konsep yang dipaparkan oleh Imam Al-Ghazali. Imam Al-Ghazali merupakan figur muslim yang cukup terkenal sejak zamannya hingga saat ini didukung dengan ideologi dan tulisan-tulisannya yang telah dikenal diseluruh penjuru dunia, tulisan-tulisan yang dilakukan tokoh dapat digunakan atau diaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari dengan merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadist.

Tazkiyatun an-nafs diaplikasikan dengan cara mengembangkan perilaku terpuji menurut Al-Quran dan Hadist melalui kesadaran untuk menghilangkan sikap negatif dalam diri individu, mengidentifikasi kebaikan dan keburukan serta perilaku negatif yang dapat merusak jiwa dan moral seseorang serta mengidentifikasi tindakan dan menghindari perilaku negatif  (Saper, 2012). Hal tersebut dilakukan, karena menurut Imam Al-Ghazali (2012) setiap individu harus memiliki pengetahuan bahwa diri manusia terdiri dari jasad, ruh dan hati. Pada diri manusia juga terdapat corak sifat keburukan dan kebaikan serta sebaik-baik manusia adalah manusia yang dapat menaklukkan sifat keburukan serta menjadikan sifat kebaikan yang menonjol pada dirinya. Imam Al-Ghazali juga menyatakan bahwa cara utama yang dapat dilakukan seseorang yang ingin memperbaiki perilakunya adalah dengan mengetahui aib-aib jiwa (perilaku yang tidak baik) yang berada di dalam diri. Hal inilah yang dapat menimbulkan keinginan seseorang untuk memperbaiki perilaku negatif termasuk perilaku agresi seperti yang telah dibahas di atas.

Oleh : Raihanal Miski
Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala
« PREV
NEXT »