BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

Friday, June 29, 2018

Mamah Dedeh Indosiar dan Islam Nusantara #DiskusiYuk

Muslimedanews.com ~ Saya terperanjat kaget dengan pernyataan keras Mamah Dedeh menyoal Islam Nusantara yang beredar di media sosial.  Mamah Dedeh yang hemat saya secara amaliah dan referensi kajiannya (utamanya fiqh) – jika saya simak pengajiannya di salah satu TV swasta –  masuk katagori kalangan nahdliyin itu menentang keras Islam Nusantara. Tapi sejenak kemudian, saya sedikit memaklumi atas penentangan itu. Lagi-lagi karena belum selesai penyamaan persepsi atas apa Itu Islam Nusantara jika dihubungkan dengan Islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin.
Menyoal kasus Mamah Dedeh,  saya ingin katakan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, saya yakin telah terjadi mis terminologi atas Islam Nusantara pada diri Mamah Dedeh sehingga beliau – intonasi dan aksentuasinya – begitu menentang keras dengan Islam Nusantara. Betul, bahwa Islam dihadirkan (fungsional) sebagai rahmat untuk alam semesta. Ini mutlak dan qat’i. Saya pun sedari awal hingga sekarang meyakini itu-absolutly.  Namun demikian, perlu diketahui – ini hemat saya – kata nusantara pada  istilah Islam Nusantara bukanlah kata yang dimaknai sebagai sesuatu yang bersifat territorial un sich. Utamanya, Ia lebih pada padanan kata untuk menunjukkan lingkup cultural dan sub cultural (khasanah lokal) yang telah ada secara turun temurun dan berkembang di Indonesia, dengan tetap dibatasi atas kata Islam (sebagai syariat dan nilai). Pembatasan ini penting untuk menjaga agar Islam syariat tetap genuine dan tawasuth – tidak ke kanan, tidak pula ke kiri.
Kedua, Nusantara pada Istilah Islam Nusantara tidak lebih pada falsafah sekaligus manhaj dalam mensyi’arkan Islam yang ramah dengan khasanah lokal yang heterogenitasnya melebih etnisitas yang ada di Indonesia. Jadi, Islam Nusantara sesungguhnya bukan firqah agama (baca: Islam). Ia lebih pada bagaimana metodologi pengembangan Islam ala Indonesia yang aplicable yang derivasinya mengadopsi cara-cara berdakwahnya para wali tanpa meninggalkan pijakan teoritis umumnya seperti yang termaktub dalam al-Qur’an“ud’u ila sabili robbika bil hikmah wal mau’idhotil hasanah wa jadilhum bil lati hiya ahsan”  yang artinya Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan Al Hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (Q.S. An-Nahl: 125)
Ketiga, oleh karenanya,  dalam konteks ini, Islam Nusantara –lagi-lagi menurut saya – jika Islam Nusantara sebagai metodologi yang mendakwahkan Islam dengan ramah atas khasanah lokal, sesungguhnya pengejawentahan dari Islam Rahmatan lil ‘alamin sekaligus bagian dari mekanisme (untuk mengoperasionalisasikan) dan membumikan kaidah Al-Muhafadhotu ‘ala Qodimis Sholih wa Al-Akhdzu bil Jadidil Ashlah (menjaga tradisi-tradisi lama sembari menyesuaikan dengan tradisi-tradisi modern yang lebih baik). Kalimat terakhir adalah kaidah pokok kalangan nahdliyin berkaitan dengan pengambilan keputusan persoalan kebermasyarakatan (termasuk dakwah) yang kalau di muhamadiyah fastabiqul khairat.
Keempat, pada dataran inilah perlu ditekankan bahwa Islam Nusantara tidak bisa berhenti didefinisikan secara leterlijk karena akan bias secara makna. Ia harus didefinisikan secara operasional-fungsional. Pemaknaan Islam Nusantara secara konfrehensif pada akhirnya akan berujung pada fungsi utama Islam sebagai Rahmatan Lil ‘alamiin (lihat QS. Al-Anbiya 107).
Kelima, ini yang jadi masalah penting. Bahwa Islam Nusantara sebagai manhaj dan cara berdakwah yang ramah dengan khasanah lokal, pijakan akademiknya belum selesai dan atau memenuhi unsur heterogenitas pendapat keagamaan atas umat yang ada – untuk tidak mengatakan tidak cukup. Alih-alih belum selesai, para penganjur Islam Nusantara secara massif-sporadis spirit gerakannya seperti menempatkan Islam Nusantara sebagai firqah agama (baca: Islam) bahkan mencoba “eksportasi” ke luar Indonesia.
Ala kulli hal, Islam Nusantara adalah manhaj bagaimana mengembangkan Islam tanpa memberangus khasanah lokal dengan tetap dibatasi oleh universalitas nilai. Jika demikian, maka Islam Nusantara tidak bisa diposisikan berhadap-hadapan dengan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin. Sebagai manhaj dan atau metodologi, maka Islam Nusantara adalah bagian dari Islam Rahmatan Lil Alamin.
Dan yang terakhir, untuk Mamah Dedeh. Biasa sajalah menyikapi tentang Islam Nusantara. Tabayunlah dulu dengan para penganjur Islam Nusantara. Dan untuk para penganjur Islam Nusantara, pun biasa saja, jalan terus, tapi mari perdalam pijakan akademiknya. Agar ketika sumebar tidak lantas timbul masalah keagamaan dan keumatan baru yang tertebar. Islam adalah rahmat bagi alam semesta dan Indonesia adalah bagian di dalamnya. Saya kira itu!. [*]

Oleh: Agus Salim Thoyib
Pimred jagatngopi.com
« PREV
NEXT »

No comments