BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

OPINION

Opinion
Showing posts with label International. Show all posts
Showing posts with label International. Show all posts

Sunday, December 22, 2019

Timur Tengah Bersama China soal Uighur

Muslimedianews.com ~ Cuitan Mezut Oezil, pemain Arsenal yang keturunan Turki dan berkewarganegaraan Jerman perihal kaum minoritas Uighur di Xinjiang, China menimbulkan polemik yang serius. Di satu sisi Oezil didukung oleh Amerika Serikat melalui Menteri Luar Negeri karena dianggap menyuarakan kebenaran dan hati nurani. Tetapi di sisi lain, China mengambil langkah tegas dengan membatalkan siaran langsung laga besar Liga Inggris pekan ini antara Arsenal dan Manchester City.

Tidak hanya itu, nama besar Oezil dihapus dari mesin pencarian di seantero China. Popularitas Oezil ambruk seketika di Negeri Tirai Bambu itu.

Di Tanah Air, isu Uighur kembali mengemuka di media sosial dan menjadi salah satu trending topic di Twitter. Isu Uighur menjadi pembicaraan, bahkan berujung desakan agar pemerintah mengambil sikap tegas terhadap China. Tidak hanya itu saja, Harian Wall Street Journal menurunkan berita yang menuduh sejumlah ormas Islam, termasuk Majelis Ulama Indonesia telah dikendalikan oleh China untuk bungkam dalam menyikapi nasib Muslim Uighur.

Sontak, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama melakukan protes keras, dan mengancam mengambil langkah hukum terhadap media ternama itu, karena dianggap telah menyebarkan fitnah. Sikap ormas-ormas Islam terhadap China sebenarnya sama, agar menjamin kebebasan beribadah bagi warga Muslim Uighur. Mereka diundang oleh pemerintah China untuk melihat kamp-kamp deradikalisasi dan pembinaan warga Muslim Uighur di Xinjiang.

Isu Uighur sudah terlalu jauh menjadi isu geopolitik. Negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat dan Eropa telah menjadikan isu Uighur sebagai instrumen untuk merusak citra China yang sedang menjadi primadona dalam kemajuan ekonomi, teknologi, dan persenjataan. Hal tersebut terlihat dari narasi-narasi yang digunakan oleh media Barat dalam memojokkan China.

Jangan jauh-jauh, kita bandingkan antara narasi mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di China dan warga yang pernah berkunjung ke Uighur dengan media-media besar AS dan Eropa yang secara eksplisit tidak mampu menggambarkan Muslim Uighur dari dua sisi (cover both side). Seolah-olah China melakukan pembantaian etnis. Padahal menurut mahasiswa Indonesia dan warga yang pernah berkunjung ke kamp-kamp deradikalisasi di Xinjiang, ada perlakukan manusiawi terhadap Muslim Uighur dalam konteks membangun integrasi dan cinta Tanah Air.

Istimewanya lagi, sikap negara-negara Timur-Tengah terhadap China dalam menyikapi perlakuan terhadap Muslim Uighur justru sangat positif. Negara-negara Timur-Tengah memilih untuk mendukung pemerintah China, atau setidak-tidaknya netral dan ingin menjadi mediator untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh Muslim Uighur.

Pada Juli lalu, dalam sebuah voting yang dilakukan oleh Dewan Hak Asasi Manusia di Perserikatan Bangsa-Bangsa, ada dua kelompok dalam menyikapi masalah Muslim Uighur. Pertama, ada 22 negara yang meminta China agar mengakhiri sikap tidak manusiawi terhadap Muslim Uighur, dan sejumlah kelompok minoritas lainnya. Kedua, ada 37 negara yang justru mendukung China dalam melawan kelompok separatis dan kelompok teroris.

Di antara negara-negara yang mendukung itu adalah Timur-Tengah. Mereka yang mendukung China dalam masalah Muslim Uighur jauh lebih besar daripada yang menentang. Bahkan Erdogan, Presiden Turki secara blak-blakan menyatakan, jika ada negara yang ingin mengganggu China, maka ia akan berada di garda terdepan membela China. Erdogan sadar betul bahwa isu Uighur tidak murni sebagai pembelaan terhadap hak asasi manusia, melainkan juga terkait pertarungan global yang disertai dengan perang dagang dan tirani negara adidaya.

Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emerat Arab juga berpandangan sama, bahwa pemerintah China mempunyai hak untuk menyelesaikan masalah separatisme dan terorisme di dalam negeri. Sudah menjadi dalil sahih dengan sanad yang terpercaya, bahwa ada jumlah besar warga Muslim Uighur yang terlibat dalam gerakan terorisme global, seperti al-Qaeda dan ISIS. Bahkan, mereka kerap melakukan aksi-aksi terorisme yang dapat mengancam keamanan dalam negeri China sendiri.

Hal tersebut juga dialami oleh negara-negara Timur-Tengah yang sedang mengalami masalah tumbuhnya kelompok-kelompok teroris yang akan mengancam keamanan dalam negeri. Negara-negara Timur-Tengah sedang mengalami masalah serupa dengan China, yaitu mereka yang ingin mendirikan negara dalam negara.

Maka dari itu, negara-negara Timur-Tengah sangat tegas terhadap al-Qaeda, ISIS, Hizbut Tahrir, dan Ikhwanul Muslim. Di Mesir misalnya, seluruh warga yang terindikasi dengan Ikhwanul Muslimin langsung ditangkap dan dipenjara. Mantan pemain Timnas Mesir, Mohammad Abou Treka harus eksodus ke Qatar karena diduga terlibat dan ikut mendanai gerakan Ikhwanul Muslimin. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab tidak memberikan toleransi terhadap Ikhwanul Muslimin.

Di samping itu, negara-negara Timur-Tengah memberikan apresiasi terhadap China yang selama ini tidak pernah melakukan intervensi terhadap masalah politik di Timur-Tengah. Kehadiran China selalu membawa energi positif melalui para diplomat yang fokus pada kerja sama ekonomi. Kita dapat melihat para diplomat selalu tampil di media-media Timur-Tengah untuk turut serta membangun infrastruktur dan ekonomi di Timur-Tengah.

Nilai investasi China di Timur-Tengah setiap tahun terus bertambah. Sebab itu, bahasa Mandarin sekarang diajarkan di Arab Saudi agar hubungan antara China dan Arab Saudi semakin erat. Hal-hal tersebut telah menjadikan negara-negara Timur-Tengah memberikan dukungan yang setimpal terhadap China dalam menyikapi kasus Muslim Uighur.

Langkah China dalam membuka diri terhadap negara-negara Muslim untuk melihat langsung apa yang terjadi di Xinjiang telah membangun opini yang berbeda dari apa yang diberitakan oleh media-media Barat selama ini. Kita tahu, bahwa apa yang dilakukan AS dan Eropa tidak sepenuhnya benar. Ada udang di balik batu. Ada kepentingan geopolitik di balik sikap mereka.

Memang betul ada masalah yang dialami oleh Muslim Uighur, tetapi hal tersebut harus digambarkan secara berimbang. China mempunyai kedaulatan untuk menyikapi masalah separatisme dan terorisme. Kita apresiasi China mulai mengambil langkah-langkah manusiawi. Tetapi hal-hal yang masih bermasalah harus diperbaiki, sehingga Muslim Uighur di masa mendatang diperlakukan lebih manusiawi.

Zuhairi Misrawi cendekiawan Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta

(mmu/mmu) via detik

Saturday, December 21, 2019

Ulama NU Tiongkok Jelaskan Peta Konflik Umat Islam di Xinjiang

Muslimedianews.com ~ Rais Syuriah PCINU Tiongkok Jelaskan Peta Konflik Muslim di Xinjiang

Saya mengikuti berita-berita viral tentang persoalan muslim di Xinjiang. Tetapi ada beberapa hal yang juga harus dipahami publik Indonesia.

Pertama, bahwa Persoalan Xinjiang tidak bisa dikaitkan dengan kebijakan anti Islam, yang dilakukan otoritas China adalah tindakan untuk mencegah gerakan separatisme, sehingga jikapun ada dugaan terjadinya tindakan pelanggaran HAM di sana tetap harus ditempatkan pada persoalan cara penanganan separatisme yang kurang tepat, bukan pada kesimpulan bahwa Pemerintah China anti Islam.

Kedua, Indonesia juga memiliki sejarah kelam dalam hal penanganan gerakan separatisme seperti di Aceh dengan kebijakan DOM, tetapi dunia internasional tetap memandang persoalan tersebut sebagai masalah dalam negeri Indonesia.

Ketiga, masyarakat juga perlu tahu bahwa konstitusi China menjamin kebebasan beragama termasuk Islam. Kehidupan muslim di China, di luar Xinjiang, sejauh yang saya ketahui berjalan baik bahkan pemerintah China juga membangun fasilitas bagi kepentingan Muslim seperti Hui Culture Park senilai 3,7 milyar dolar atau 51 triliun rupiah. Ketua umum PBNU dan kalangan NU lainnya juga pernah mengunjungi berbagai situs keislaman di China termasuk pesantren atau madrasah.

Keempat, dalam Rencana Aksi Nasional China berkait pelaksanaan HAM tahun 2016-2020 terdapat juga paragraf tentang perbaikan pelayanan haji.

Kelima, kebijakan Luar Negeri Indonesia sejak era Gus Dur, Megawati, SBY hingga Jokowi menempatkan China sebagai mitra penting dan strategis. Calon presiden Prabowo Subianto sewaktu berkunjung ke Peringatan berdirinya Republik Tiongkok ke 69 di Jakarta juga menginginkan tetap dipeliharanya hubungan baik dengan China.

Demikian pendapat saya berkaitan dengan terjadinya viral berita tentang Muslim Xinjiang di Indonesia.

Oleh : H. Imron Rosyadi Hamid, Rais Syuriah PCINU Tiongkok

Jilin Tiongkok, 18 Desember 2018

via Bangkit Media

Wednesday, August 07, 2019

Meski Dilanda Krisis, Suriah Tetap Beri Beasiswa Pelajar Indonesia




Tidak pernah terbayangkan, Suriah yang kini hancur dan masih dalam tahap rekonstruksi politik dan pembangunan fisik ternyata masih mampu memberikan beasiswa pendidikan untuk pelajar Indonesia. Dibalik kehancuran negerinya Presiden Basyar Asad mengeluarkan kebijakan yang luar biasa yaitu dengan memberikan beasiswa bagi pelajar Indonesia untuk melanjutkan study di Suriah.

Sejak tahun lalu (2018) pemerintah Suriah melalui kementerian wakaf dan atas perintah langsung presiden Basyar Asad memberikan beasiswa pendidikan kepada Indonesia.

Pelajar Indonesia yang lulus seleksi akan memperoleh beasiswa untuk melanjutkan pendidikanya di Universitas Biladus Syam.

Oleh pemerintah Suriah seleksi beasiswa universitas Biladus Syam diserahkan langsung kepada Ikatan  Alumni Syam Indonesia "Al Syami".

Indonesia adalah satu-satunya negara yang memperoleh beasiswa pertama di Suriah sejak negeri ini hancur karena perang.

Pemberian beasiswa pendidikan oleh pemerintah Suriah kepada pelajar Indonesia disebabkan oleh 2 faktor.

Pertama, karena hubungan baik pemerintah Indonesia dengan Suriah. Disaat Suriah megalami krisis politik yang berujung pada pergolakan dan peperangan, Indonesia tetap setia mendampingi Suriah dengan berusaha mengajak semua pihak yang terlibat dalam konflik Suriah duduk bersama mencari jalan keluar secara damai

Ketika 70% negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Suriah menarik Duta Besarnya dan menutup kantor kedutaan, pemerintah Indonesia masih tetap mempertahankan Duta Besar dan membuka KBRI seolah tidak terjadi konflik di Suriah.

Bahkan hingga saat ini negara-negara arab dan teluk sebagian masih menutup kantor kedutaan.

Kedua, Ketika krisis Suriah terjadi para alumni Suriah tidak tinggal diam, mereka sibuk meluruskan pemberitaan tentang perang Suriah yang telah dibelokkan dan dibumbui dengan berita hoax. 

Ikatan Alumni Syam Indonesia tak lelah untuk menjelaskan kepada media dan masyarakat Indonesia tentang apa yang sebenarnya terjadi di negeri Syam ini.

Al Syami berkolaborasi dengan Internasional Conference of Islamic Scholars (ICIS) dan instansi pemerintah mengadakan konferensi dan talk show dengan mendatangkan narasumber para ulama dari Suriah. Tokoh-tokoh besar Suriah seperti Syeikh Wahbah Zuhaili, Syeikh Mohammad Taufik Albuthi (Ketua Persatuan Ulama Syam), Syeikh Adnan Afyuni (Mufti Damaskus), Syeikh Syarif Sowwaf (Rektor Univ. Biladus Syam) dll. 

Para ulama  yang langsung datang dari Suriah ini dihadirkan oleh AL-SYAMI sejak tahun 2013 hingga 2019 untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di Suriah ke berbagai kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Pekalongan, Yogyakarta, Medan, Riau dan Pelembang. 

Puncaknya AL-SYAMI berkolaborasi dengan berbagai Instansi dan Ormas Islam menyelenggarakan seminar kebangsaan "Jangan Suriahkan Indonesia"  menghadirkan Narasumber Mufti Damaskus Syeikh Adnan Afyuni dan Duta Besar Indonesia untuk Suriah, Drs. Djoko Harjanto dan Dubes Suriah untuk RI, Dr. Ziyad  Zahrudin. Seminar tersebut diselenggarakan pada 1 November 2018.

Kedekatan AL SYAMI dengan para ulama Syam dan kegigihanya untuk membantu menyelesaikan konflik Suriah minimal dengan memberikan informasi yang benar tentang  krisis Suriah mendapat apresiasi yang cukup besar dari pemerintah Suriah. 

Diplomasi pemerintah Indonesia yang tidak meninggalkan Suriah saat kondisi susah dan kecanggihan ASSYAMI untuk turut berkontribusi mendekatkan pimpinan ulama-ulama Syam dengan masyarakat Indonesia dan meluruskan pemberitaan terkait konflik Suriah akhirnya membuahkan hasil yang baik, yaitu pemberian beasiswa pendidikan untuk pelajar Indonesia.

Tahun lalu AL SYAMI menyeleksi 30 pelajar terbaik untuk memperoleh beasiswa S1 di Univ. Biladus Syam, tapi yang memperoleh muwaqoh (persetujuan) dari Kementerian Wakaf Syria sebanyak tujuh belas pelajar. 

Tahun ini seleksi telah dilaksanakan diberbagai kota seperti Tangerang, Bandung, Magelang, Jombang dan Riau. Mudah-mudahan jumlah beasiswa akan sama dengan tahun lalu.

Khariri Makmun
Direktur Rahmatan Lil Alamin Center (RAHMI)

Tuesday, May 21, 2019

Presiden Suriah dan Ulama Aswaja Resmikan Puasat Observasi Ekstrimisme

Muslimedianews.com ~ Presiden Suriah Dr. Bashar al-Assad bergandengan tangan bersama para Mufti dan Ulama' Moderat Suriah. Dibawahi oleh Kementerian Wakaf/Agama Suriah, Dr. Bashar al-Assad meresmikan Institusi : "Markaz As-Syaam Al-Islamy Ad-dauly" atau "Internasional Islamic Center Syam", Senin (22/5/2019)

Institusi yang diresmikan dan dibuka langsung dibulan Ramadhan tahun ini, memiliki fokus utama observasi ekstremisme radikalisme dan terrorisme, pembekalan ilmu syari'at/agama yang moderat, ilmu bahasa arab yang mumpuni, serta pusat training center untuk para imam dan da'i-dai kompeten yang mengisi seluruh mihrab & mimbar agama, dan semua digembleng langsung oleh para staf ahlinya.

Beberapa ulama besar Ahlussunnah wal Jama'ah yang nampak ddalam pertemuan itu adalah Dr. Taufiq al-Buthi dengan kopyah warna hitam khas kopyah Indonesia, Syekh Dr. Badruddin Hassun (Grand Mufti Suriah), Syekh Dr. Abdul Fattah Albizm (Mufti Hanafi), Syekh Dr. Adnan Alafyuni (Mufti Syafi'i) + (Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Suriah), Syekh Dr. Taufiq al-Buthi (Dekan Fak. Syari'ah Unv. Damaskus) + Ketua persatuan Ulama'Negeri Syam), Syekh Dr. Husamuddin Farfur (Rektor Fath Islamic University), Syekh Dr. Syarif as-sawwaf (Rektor Kaftaru University), Syekh Dr. Abdussattar As-sayyid (Menteri Agama/Wakaf), dan puluhan ulama lainnya. [Lion Fikyanto]







Thursday, November 08, 2018

Indonesia dan Pancasila Dalam Pandangan Akademisi Arab


Oleh: Khariri Makmun
Direktur Moderation Corner
Peneliti Institute Hasyim Muzadi (IHM) 
Aktivis Pergerakan Rumah Gus Dur


Akhir-akhir ini gelombang kebencian terhadap kondisi Indonesia dan ideologi Pancasila berjalan secara massif dan terstruktur. 

Dan yang membuat kita miris justru gelombang kebencian ini dilakukan oleh sebagian kelompok Islam modernis atau islam tran-nasional, dengan alasan bahwa Indonesia adalah negara kafir karena sistem pemerintahanya tidak menerapkan syariah islam dan Ideologi Pancasila dianggap sekuler atau tidak islami.

Pandangan yang terlalu naif dalam melihat kondisi Indonesia dan Ideologi Pancasila ini berbanding terbalik dengan cara pandang Mohamed Mestiri seorang akademisi Tunisia yang datang ke Indonesia dalam rangka menghadiri Seminar Internasional di Jakarta, pada pertengahan Oktober 2016.

Mestiri menyampaikan kesan positifnya tentang Indonesia yang ditulis melalai unggahan status pada dinding facebooknya.

Beliau mengatakan bahwa kunjungannya ke Indonesia memberi kesan indah bahwa negeri ini begitu cantik. Penduduknya ramah dan mampu mengungkapkan dimensi-dimensi keluhuran kemanusian yang sangat tinggi.

Indonesia memiliki lebih dari 500 suku, budaya dan bahasa dengan jumlah penduduk 250 juta. Hebatnya mereka tetap bersatu dibawah naungan ideologi Pancasila.

Ideologi Pancasila telah mampu mengukir visi dan cita-cita bangsa Indonesia menjadi bangsa yang toleran dan berkemajuan. 

Melalui Pancasila mereka mempertemukan nilai-nilai subtstansial agama, kepentingan bernegara dan prinsip-prinsip kemanusian yang utuh dan luhur. 

Sungguh bangsa Indonesia sangat paham, bagaimana nilai-nilai toleransi di junjung dan teori-teori ilmu diterapkan.
 
Mereka tidak memisahkan agama dari kemajuan zaman sebagaimana senyuman dan ketulusan yang tidak terlewatkan dari wajah santun dan bersahaja.

Mestiri menambahkan di negeri ini seseorang tidak  ditanya siapa anda ? Tapi akan ditanya kontribusi apa yang bisa anda berikan untuk tanah air?  

Di Indonesia, seorang muslim menghormati  penganut Budha, Hindu, Konghucu, Kristen dan Katolik dengan penghormatan yang tulus sebagaimana yang diajarkan dalam falsafah Pancasila. Pancasila telah menyatukan berbagai agama di Indonesia sebagaimana Piagam Madinah (Mitsaqul Madinah) yang dibuat oleh Rasulullah Muhammad SAW untuk menyatukan penduduk madinah yang heterogen (Yahudi, Nasrani, Ateis dan Islam) dalam ikatan kebangsaan dan saling melindungi satu sama lain.

Bangsa Indonesia bukan seperti bangsa lainnya. Mereka tidak suka dengan perdebatan tapi lebih memilih untuk mengambil hikmah dari setiap pembicaraan lalu mengamalkan,  mereka tidak suka meributkan narasi pidato tapi lebih menyukai isi dan substansi yang disampaikan, mereka juga tidak suka menonjolkan diri dan sombong, tapi lebih senang untuk rendah hati dan menerima apa adanya.

Di Indonesia agama islam diyakini sebagai agama yang menanamkam sikap konsistensi, kelembutan, dan mendorong pada sikap kompetitif dalam kebaikan. 

Di negeri ini, tingkat pengangguran, kriminalitas, angka bunuh diri, sangat kecil tidak seperti yang terjadi di dunia Arab, hal itu dikarenakan falsafah kebangsaan disandarkan pada maqosidul islam (prinsip-prinsip Islam) yang mensucikan esensi tawakkal, menjunjung tinggi makna keluarga dan menghubungkan ajaran agama dengan kehidupan.

Masjid dan musholla menjadi pusat kehidupan, sehingga ditempat kegiatan apa saja seperti kantor, mall, restoran, stadiun dll semua menyediakan musholla. 

Ilmu agama tidak dipisah dengan ilmu pengetahuan seperti yang terjadi di Tunisia. Ketika kita sedang merancang untuk mensinergikan antara ilmu syariah dan ilmu umum, ternyata Indonesia sudah melakukan hal itu sehingga hari ini kita menyaksikan kemajuan Universitas-universitas Islam di Indonesia yang telah membuka berbagai jurusan non agama seperti kedokteran, teknik, politik, Hubungan Internasional, syariah, dll.

Menurut pengakuan Mestiri dia telah menghadiri berbagai seminar internasional diberbagai negara dan menyampaikan  presentasi dari satu universitas ke universitas yang lain dengan berbagai macam bahasa, tapi di Indonesia dia  merasakan aura spiritual, kenyamanan dan moralitas yang membawa kedamaian dan ketenangan.

Dari Indonesia, negeri yang Indah Mestiri mengambil pelajaran bahwa hakekat ilmu adalah menghormati setiap jiwa untuk menggantungkan  cita-citanya setinggi mungkin, sehingga suatu bangsa dapat melangkah maju mencapai kemajuan dan peradaban baru.

Jika orang asing saja begitu mencintai dan mengapresiasi Indonesia serta Pancasila, maka sungguh naif jika masih ada sebagian diantara anak bangsa ini justru selalu berpandangan negatif terhadap negerinya dan ideologi Pancasila yang sarat dengan makna substansial agama. 

Pancasila bukan agama, tapi Pancasila mampu menyatukan agama-agama.

Sadarlah bahwa banyak negara yang iri dengan ideologi Pancasila setelah negerinya hancur ditangan kelompok mujahidin yang masing-masing mengklaim jihad mengatasnamakan ajaran agama. Mereka melakukan perang saudara dan tidak mempedulikan kehancuran negerinya. Apakah dengan cara seperti ini kita ingin membawa masa depan Indonesia?  

Zawiyah Alwasatiyah
Gunung Putri, Bogor

Saturday, September 15, 2018

Mesir Bekukan Aset 1.133 Badan Amal Jaringan Ikhwanul Muslimin

Muslimedianews.com ~ Komisi Hukum Mesir mengumumkan pembekuan aset lebih dari seribu badan amal jaringan Ikhwanul Muslimin yang dilarang di negara itu, termasuk rumah sakit dan individu.
“Dana dari 1.133 badan amal dibekukan,” ujar komisi dalam pernyataannya seperti dikutip dari Al Arabiya, Selasa, 11 September 2018.

Komisi Hukum Mesir juga mengumumkan tentang pembekuan aset dari 1.589 anggota Ikhwanul Muslim termasuk sejumlah pemimpin organisasi itu.

Mesir telah membekukan aset dari 118 perusahaan, 104 sekolah, 69 rumah sakit, dan 33 situs dan saluran satelit.

Keputusan membekukan aset badan amal jaringan Ikhwanul Muslimin muncul setelah rancangan undang-undang untuk mengawasi pembekuan aset teroris dan organisasi teroris disetujui jadi undang-undang awal tahun ini.

Ikhwanul Muslimin dilarang di Mesir. Mesir juga memasukkan Ikhwanul Muslimin dalam daftar organisasi teroris pada Desember 2013, beberapa bulan setelah militer menjatuhkan Mohamed Morsi dari jabatannya sebagai presiden menyusul unjuk rasa besar-besaran menolak pemerintahannya.

Sebanyak 75 orang anggota Ikhwanul Muslimin dijatuhi hukuman mati pada hari Sabtu lalu. Mereka yang dihukum mati terlibat dalam pertikaian yang pecah pada tahun 2013 antara pasukan keamanan dengan pendukung Morsi.

Ratusan orang lainnya jaringan Ikhwanul Muslimin menjalani hukuman penjara setelah pengadilan Mesir melakukan persidangan massal atas kasus unjuk rasa besar-besaran pada tahun 2011. Sebanyak 739 orang menjadi terdakwa.

(tempo.co/suaraislam)

Tuesday, September 11, 2018

Pimpinan Senior IM Dijatuhkan Hukuman Mati oleh Pengadilan Mesir Bersama 74 Orang Lainnya

Muslimedianews.com ~ Pengadilan Mesir menjatuhkan hukuman mati terhadap 75 orang termasuk para pemimpin senior Ikhwanul Muslimun. Mereka dituding terlibat unjuk rasa di Kairo pada 2013 yang berakhir dengan kematian ratusan demonstran.

Al Jazeera melaporkan, pemimpin senior Ikhwanul, Essam el-Erian dan Mohamed Beltagi dihukum mati. Sementara Mohamed Badie, pemimpin spiritual Ikhwanul dijatuhi hukuman seumur hidup.

Adapun wartawan foto Mahmoud Abu Zeid yang juga dikenal dengan panggilan Shawkan diganjar hukuman lima tahun. Dia ditahan pada Agustus 2013 ketika sedang meliput pembunuhan di Kairo. "Dia akan keluar dalam waktu beberapa hari lagi," kata pengacara Shawkan seperti dikutip Al Jazeera.

Menurut majelis hakim yang menjatuhkan Vonis pada Sabtu 8 September 2018 itu, para terdakwa telah mengganggu keamanan, termasuk menggelorakan kekerasan dan berunjuk ilegal.

Pada 14 Agustus 2013, polisi membubarkan paksa unjuk rasa damai di Lapangan Rabaa al-Adawiya, Kairo. Pada aksi tersebut, pasukan keamanan Mesir membunuh lebih dari 800 orang. "Aksi itu kejahatan kemanusiaan," kata Human Rights Watch, HRW.

Unjuk rasa besar-besaran oleh pendukung Mohamed Morsi, presiden yang dipilih secara demokraqtis dan pemimpin Ikhwanmul Muslimun, pecah di Mesir. Morsi dijatuhkan oleh militer. Selanjutnya terjadi penangkapan terhadap ribuan orang dan pembunuhan massal.

sumber Tempo

Monday, September 03, 2018

Radikalisme: Antara Suriah dan Indonesia


Kolom : M. Najih Arromadoni

Jakarta - Krisis politik dan kemanusiaan yang bermula sejak 2011 telah meluluhlantakkan banyak negara Timur Tengah, seperti Libya, Tunisia, Yaman, dan Suriah. Gerakan propaganda kelompok radikal yang mengatasnamakan revolusi (thaurah) ini sudah berkepanjangan dan gagal memenuhi janji-janji manisnya, berupa keadilan dan kesejahteraan.

Gerakan yang dimotori kelompok-kelompok pro-kekerasan ini memang awalnya memikat, karena dibungkus dan disembunyikan di balik kedok-kedok retorik. Media Barat sampai menyebut gerakan mereka sebagai Musim Semi Arab (Arab Spring/al-Rabi' al-'Arabi), digambarkan sebagai proses demokratisasi, berlawanan dengan kenyataan yang kemudian tampak, yaitu islamisasi versi khilafah atau khilafatisasi. Berdirilah kemudian khilafah di Suriah, Irak, dan Libya. Ikhwanul Muslimin saat itu memenangkan pemilu di Mesir dan Tunisia.

Demi kepentingan sesaat dan ketika sudah terdesak, mereka memang gemar menggunakan slogan-slogan demokrasi, semisal mereka akan mengerek tinggi-tinggi panji kebebasan ketika perbuatan melanggar hukum mereka ditindak, karena yang sedang dilakukan oleh mereka sejatinya adalah membajak demokrasi. Sejak awal mereka meyakini bahwa demokrasi adalah produk kafir, maka kapan saja ada waktu mereka akan menggerusnya.

Keberhasilan kelompok radikal dalam membabakbelurkan Timur Tengah menginspirasi kelompok radikal di berbagai belahan dunia lain. Jejaring mereka semakin aktif di Asia, Eropa, Afrika, Amerika sampai Australia, berusaha memperluas kekacauan ke berbagai wilayah, dengan harapan bisa mewujudkan cita-cita utopis mereka; mendirikan khilafah di seluruh muka bumi.

Wacana syrianisasi kemudian sampai ke Indonesia, semakin ramai disuarakan pada tahun-tahun belakangan, paling tidak mulai 2016. Banyak pihak mensinyalir ada gerakan-gerakan yang berusaha menjadikan Indonesia jatuh ke dalam krisis sebagaimana menimpa Suriah.

Fakta-fakta kemudian bermunculan; banyak pola krisis Suriah yang disalin oleh kelompok radikal, menjadi sebuah gerakan-gerakan di Indonesia. Jaringan-jaringan kelompok radikal di Indonesia juga semakin terang terkoneksi dengan aktor-aktor krisis Suriah. Sebagai contoh Indonesian Humanitarian Relief (IHR), lembaga kemanusiaan yang dipimpin seorang ustaz berinisial BN, yang logistiknya digunakan untuk mendukung Jaysh al-Islam, salah satu kelompok teroris di Suriah. 

Pola men-Suriah-kan Indonesia setidaknya tampak dalam beberapa pergerakan berikut; pertama, politisasi agama. Indikasi menguatnya penggunaan kedok agama demi kepentingan kekuasaan, sebagaimana pernah dilakukan di Suriah, terlihat dalam banyak hal, di antaranya adalah penggunaan masjid sebagai markas keberangkatan demonstran. Jika di Damaskus masjid besarnya Jami' Umawi, maka di Jakarta Masjid Istiqlal. 

Adakah yang pernah menghitung, berapa kali Masjid Istiqlal diduduki pelaku berangkat demonstrasi? Pelaksanaannya pun kebanyakan di hari Jumat seusai waktu Salat Jumat, didahului dengan hujatan politik di mimbar kotbah, sehingga mengelabui pandangan masyarakat terhadap agama yang sakral dan politik yang profan. Persis dengan apa yang pernah terjadi di Suriah menjelang krisis. Masjid pun berubah menjadi tempat yang tidak nyaman, gerah, dan tidak lagi menjadi tempat 'berteduh'. 

Hari Jumat, yang semestinya menjadi hari ibadah mulia, berubah menjadi hari-hari politik dan kecemasan, atas kekhawatiran terjadinya chaos. Muncul kemudian istilah "Jumat Kemarahan" sebagai ajakan meluapkan kemarahan di hari Jumat --bukankah itu hanya terjemahan dari "Jumat al-Ghadab" yang pernah menjadi slogan politik pemberontak Suriah, diserukan oleh Yusuf al-Qardhawi, tokoh Ikhwanul Muslimin?

Kedua, menghilangkan kepercayaan kepada pemerintah. Dilakukan dengan terus-menerus menebar fitnah murahan terhadap pemerintah. Sesekali presiden Suriah Basyar al-Assad dituduh Syiah, sesekali dituduh kafir, dan pembantai Sunni. Kelompok makar bahkan menghembuskan isu bahwa al-Assad mengaku Tuhan, disebarkanlah foto bergambar poster al-Assad dengan beberapa orang sujud di atasnya.

Dalam konteks Indonesia, Anda bisa mengingat-ingat sendiri, presiden Indonesia pernah difitnah apa saja, mulai dari Kristen, Cina, Komunis, anti-Islam, mengkriminalisasi ulama, dan sederet fitnah lainnya. Tidak usah heran dengan fitnah-fitnah tersebut, yang muncul dari kelompok yang merasa paling 'Islam', karena bagi mereka barangkali fitnah adalah bagian dari jihad yang misinya mulia, dan ciri universal pengikut Khawarij adalah mengkafirkan pemerintah.

Ketiga, pembunuhan karakter ulama. Dalam proses menghadapi krisis, ulama yang benar-benar ulama tidak lepas dari panah fitnah, bahkan yang sekaliber Syeikh Sa'id Ramadhan al-Buthi, yang pengajiannya bertebaran di berbagai saluran televisi Timur Tengah, kitabnya mengisi rak-rak perpustakaan kampus-kampus dunia Islam, dan fatwa-fatwanya menjadi rujukan. Begitu berseberangan pandangan politik dengan mereka, seketika dituduh sebagai penjilat istana dan Syiah (padahal beliau adalah pejuang Aswaja yang getol), hingga berujung pada syahidnya beliau bersama sekitar 45 muridnya di masjid al-Iman Damaskus, saat pengajian tafsir. Beliau dibom karena pandangan politik kebangsaannya yang tidak sama dengan kelompok pembom bunuh diri.

Jika demikian yang terjadi di Suriah, kira-kira Anda paham kan dengan apa yang terjadi di Indonesia, kenapa Buya Syafi'i Ma'arif dianggap liberal, KH. Mustofa Bisri juga dianggap liberal, Prof Quraish Syihab dituduh Syiah, Prof Said Aqil Siraj juga dituduh Syiah, bahkan KH. Ma'ruf Amin atau TGB Zainul Majdi yang pernah dijunjung-junjung oleh mereka, kini harus menanggung hujaman-hujaman fitnah dari kelompok yang sama, ketika propaganda politiknya tidak dituruti? Setelah ulama yang hakiki, mempunyai kapasitas keilmuan yang cukup, mereka bunuh karakternya, maka mereka memunculkan ustaz-ustazah dadakan yang punya kapasitas entertainer yang hanya mampu berakting layaknya ulama.

Keempat, meruntuhkan sistem dan pelaksana sistem negara. Misi utama kelompok radikal adalah meruntuhkan sistem yang ada, dan menggantinya dengan sistem yang ideal menurut mereka, yaitu khilafah atau negara yang secara formalitas syariah, meski substansinya tidak menyentuh syariah sama sekali. Khilafah bagi mereka layaknya 'lampu ajaib' yang bisa memberi apa saja dan menyelesaikan masalah apa saja. Tidak sadar bahwa berbagai kelompok saling membunuh dan berperang di Timur Tengah karena sedang berebut mendirikan khilafah, dan ujungnya adalah kebinasaan.

Saat kelompok makar di Suriah berusaha meruntuhkan sistem dan pelaksana negara, mereka mengkampanyekan slogan al-sha'b yurid isqat al-nizam (rakyat menghendaki rezim turun) dan irhal ya Basyar (turunlah Presiden Basyar). Slogan dengan fungsi yang sama di-copy paste oleh jaringan mereka di Indonesia, jadilah gerakan dan tagar '2019 Ganti Presiden'!

Syrianisasi sedang digulirkan di negara kita. Pola-pola yang sama ketika kelompok radikal menghancurkan Suriah sedang disalin untuk menghancurkan negara kita. Bedanya Suriah sudah merasakan penyesalan dan ingin rekonsiliasi, merambah jalan panjang membangun kembali negara mereka. Sedangkan, kita baru saja memulai. Jika kita tidak berusaha keras menghadang upaya mereka, maka arah jalan Indonesia menjadi Suriah kedua hanya persoalan waktu. Semoga itu tidak pernah terjadi

M. Najih Arromadoni alumnus Universitas Ahmad Kuftaro Damaskus dan Sekjen Ikatan Alumni Syam Indonesia (Alsyami)
(mmu/mmu)

Sunday, August 26, 2018

Saudi Tangkap Imam Masjidil Haram karena Mengkritik Kerajaan

Muslimedianews.com ~ Arab Saudi menangkap seorang imam terkemuka dan pendakwah di Masjidil Haram, Mekah. Imam terkemuka bernama Sheikh Saleh al-Talib ini dilaporkan ditangkap usai menyampaikan dakwah yang mengkritik acara-acara publik yang mencampurkan pria dan wanita. 

Seperti dilansir Al-Jazeera, Kamis (23/8/2018), penangkapan Sheikh Saleh al-Talib yang juga seorang hakim di Mekah ini diungkapkan oleh kelompok aktivis Prisoners of Conscience, yang kerap memantau dan mendokumentasikan penangkapan para pendakwah dan cendekiawan muslim Saudi. 

Dituturkan Prisoner of Conscience dalam pernyataannya pada Minggu (19/8) bahwa Sheikh Saleh al-Talib ditangkap setelah menyampaikan dakwah soal melawan kejahatan di muka umum. Dilaporkan media lokal Khaleej Online bahwa dalam dakwahnya, Sheikh Saleh al-Talib mengkritik pencampuran pria dan wanita yang bukan muhrim dalam acara konser dan acara hiburan lainnya. 

Al-Jazeera menyebut kritikan dalam dakwah Sheikh Saleh al-Talib itu tidak ditujukan secara langsung kepada Kerajaan Saudi. Seperti diketahui bahwa dalam beberapa bulan terakhir, otoritas Saudi memperingan aturan soal kehadiran wanita dalam acara-acara publik.

Otoritas Saudi belum memberikan pernyataan resmi terkait laporan penangkapan ini. 

Beberapa jam usai laporan penangkapan ini mencuat, akun Twitter milik Sheikh Saleh al-Talib, baik versi Inggris dan Arab, dinonaktifkan.

via Detik

Thursday, August 23, 2018

Khotbah KH. Yahya Cholil Staquf Buka Prosesi Wukuf di Padang Arafah

Muslimedianews.com ~ Khotbah wukuf yang merupakan penanda awal dimulainya wukuf di Arafah dibawakan oleh Yahya Cholil Staquf. Pria yang juga merupakan Naib Amirul Hajj Indonesia ini membawakan khotbah mengenai pemilihan rahmah.

Di awalnya ceramahnya, Stafuf membahas mengenai tiga tema pokok dalam berhaji yakni menahan hawa nafsu (laa rafats), 'iffah (menghindari ma'shiyat -laa fusuuq) dan kerukunan (laa jidaal). 

"Sebagai sikap, ketiganya merupakan buah keputusan untuk memilih dengan penuh kesadaran moral dan nalar, bukan semata-mata dorongan hasrat atau emosi," ujar Staquf di tenda masjid jemaah Indonesia yang ada di padang Arafah, Senin (20/8/2018).

Staquf mengatakan, hawa nafsu mendorong manusia untuk bertindak memenuhinya. Namun manusia bisa memilih untuk menahan diri dan melawannya. 

"Terbukanya kesempatan untuk berbuat maksiat mendorong kita untuk melangkah dan memanfaatkan kesempatan itu, tapi kita bisa memilih untuk menjaga kehormatan dan
meninggalkannya," ujar Staquf.

"Ucapan atau perbuatan yang tidak kita sukai dari sesama terhadap diri kita, mendorong untuk bertengkar dan membalas, tapi kita bisa memilih untuk menahan diri, memaafkan dan berdamai," sambungnya.

Tapi membuat keputusan untuk memilih yang lebih baik tidak selalu mudah. Staquf mengatakan, seringkali tindakan benar itu teramat sulit, dibayang-bayangi kekhawatiran, bahkan menyakitkan. Bagi orang beriman, tak ada pendorong yang lebih kuat untuk melakukannya selain taqwa dan pahala Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. 

"Memilih yang lebih baik berarti lebih dekat kepada taqwa dan wujud akhlaq yang lebih mulia," ujar Staquf.

Segala laku fisik dalam peribadatan haji, lanjut Stafuq, baik syarat, rukun, wajib hingga sunnat, selain merupakan gambaran ketaatan mutlak kepada tuntutan agama, juga berfungsi sebagai kerangka lahiriah bagi kondisi mental yang perlu dibangun agar lebih siap untuk -sekaligus ujian dalam melaksanakan ketiga tema pokok di atas. 

"Kita tahu bahwa kepentingan yang tumbuh atas dasar sandangan pembeda identitas, status, dan pangkat duniawi dapat menghalangi kejernihan moral dan nalar. Dengan berihram, kita diperintahkan untuk melucuti diri dari segala ciri pembeda dan mengenakan sandangan paling sederhana yang sama," ujar Staquf.

"Semua tarbiyah Allah dalam peribadatan haji ini tentunya diharapkan membekas dalam jiwa untuk seterusnya. Jika itu sungguh terjadi, kita akan tetap punya harapan bahwa umat Islam bukan hanya mampu menyelesaikan berbagai kemelut pertentangan di dalam Dunia Islam saja, tapi bahkan berpotensi menjadi kekuatan yang mendorong perdamaian bagi seluruh umat manusia," sambungnya.

Staquf mengatakan menolong sesama dan menebarkan kedamaian adalah kunci mabrurnya haji. Dari manakah lahirnya bentuk-bentuk tindakan birrul hajj itu? Tidak lain dari sikap mental rahmah. Yaitu sikap untuk menghadirkan diri seperti rahim ibu: merengkuh, melindungi dan menghidupi. Rahmah yang merupakan satu-satunya tujuan Allah Subhanahu Wa Ta'aalaa dalam mengirim utusanNya, Nabi Muhammad Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, kepada semesta alam.

"Sebagai sikap, lagi-lagi rahmah adalah pilihan. Kita mungkin dalam keadaan jengkel, marah, sakit hati, ngenas, tapi tetap bisa memilih rahmah, kemudian memaafkan dan mendamaikan. Orang yang sedang memegang kekuasaan besar mampu berbuat apa pun kepada siapa pun, tapi tetap bisa memilih rahmah, kemudian menyantuni dan menegakkan keadilan," ujar Staquf.

"Demikianlah halnya, Allah Yang Maha Kuasa bisa murka, menghukum, menimpakan adzab kapan saja. Tapi sesungguhnya Allah memilih rahmah. Dan Allah SWT menegaskanÙ† Bangsa Indonesia dan seluruh umat manusia membutuhkan rekonsiliasi. Rekonsiliasi Bangsa dan Rekonsiliasi Peradaban. Dan jika kita mencari titik-tolak untuk rekonsiliasi, itu adalah Rahmah. Mari memilih Rahmah," kata Staquf mengakhiri ceramahnya. 
(fjp/jbr)

via detik

Monday, August 20, 2018

Turki alami Krisis, China Beri Bantuan, Untung atau Rugi ?

Muslimedianews.com ~ Memiliki musuh yang sama yakni Amerika Serikat (AS), membuat China berencana memberikan bantuan kepada Turki. Harapannya agar ekonomi Turki membaik.
China akan memberikan bantuan likuiditas kepada Turki melalui surat utang. Turki akan menerbitkan surat utang dalam bentuk Yuan.

Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance ( Indef) Bhima Yudhistira, yang paling diuntungkan dari aliansi antara kedua negara tersebut adalah China. Sedangkan bagi Turki hanya bersifat sementara.

"Pertama, krisis Turki dikhawatirkan memicu efek domino ke China karena masuk dalam kelompok emerging market. Dalam seminggu terakhir bursa saham China ditutup melemah -0,8% seiring memburuknya kondisi Turki dan perang dagang dengan AS," tuturnya kepada detikFinance, Minggu (19/8/2018).

Dengan memberi pinjaman ke Turki, China berharap kepanikan likuiditas bisa mereda. Tapi menurut Bhima itu hanya obat sementara, mengingat Turki memiliki masalah struktural defisit transaksi berjalan 5,9% terhadap PDB dan defisit anggaran 2,8%. Artinya dana asing masih rentan keluar dari Turki.

Lalu, bagi China menolong Turki bisa membuka ruang untuk menguasai ekonomi Global. Posisi tawar China akan lebih kuat khususnya terhadap AS. 

"Tensi perang dagang China dengan AS akan semakin meruncing karena Turki adalah anggota Nato yang sebelumnya loyal ke AS," tambahnya.

China sendiri sudah cukup agresif untuk masuk ke Turki. Beberapa perusahaan China dalam beberapa tahun kebelakang sudah masuk ke industri telekomunikasi dan pelabuhan di Turki.

China juga memiliki peluang untuk memberi pinjaman dengan jaminan aset BUMN Turki. Di sinilah China memiliki peluang besar untuk memperkuat dominasinya.

"Di ujung jalan dominasi China memakan korban seperti Srilanka dan Maladewa yang akhirnya harus menyerahkan pengelolaan proyek infrastrukturnya kepada perusahaan China," tambahnya.

Turki pun, kata Bhima bisa bernasib sama dengan kedua negara itu sebagai korban dominasi utang China. Apa lagi bunga dari surat utang Turki untuk tenor 10 tahun mencapai 21,17%.

"Beban bunga yang tinggi tentunya menambah resiko default karena Turki tetap harus melunasi utang ke China," tutupnya.

via detik

Thursday, August 16, 2018

Turki-China Mesra, Menlu Turki Janji Akan Hancurkan Kekuatan Anti-China

Muslimedianews.com ~ Menteri luar negeri Turki Mevlut Cavusoglu, Kamis (3/8/2017), menjanjikan akan memberantas seluruh elemen anti- China yang ada di negerinya. Pernyataan Menlu Cavusoglu itu menunjukkan pergeseran posisi Ankara terhadap kebijakan Beijing terhadap kelompok minoritas Islam di China. 

Sebelumnya, hubungan kedua negara tegang terkait perlakuan Beijing terhadap etnis minoritas Uighur di provinsi Xinjiang. Selain memeluk agama Islam, etnis Uighur memiliki kedekatan budaya dan menggunakan bahasa Turki.

"Kami meperlakukan keamanan China seperti keamanan negeri kami sendiri," kata Cavusoglu dalam jumpa pers di Beijing. "Kami tak akan pernah mengizinkan aktivitas oposisi apapun yang ditujukan menentang China di dalam negeri Turki," ujar Cavusoglu. 

"Kami juga akan mengambil langkah-langkah untuk mengeliminasi berbagai laporan media yang menentang China," tambah dia. Pernyataan ini disampaikan Cavusoglu menyusul pertemuan dengan Menlu China Wang Yi. 

Dalam pertemuan itu kedua pihak bertekad untuk bekerja sama memberantas terorisme. Hubungan kedua negara menghangat setelah Turki mencoba mengalihkan pandangannya dari Barat ke Asia dan melihat perekonomian China sebagai sebuah peluang. 

Sementara itu, sebagai baian dari inisiatif "Jalan dan Sabuk", sebuah koridor ekonomi yang akan dibangun di antara kedua negara, termasuk pembangunan rel kereta api cepat yang menghubungkan sisi timur dan barat Turki. 

"Kami mengapreasiasi pekerjaan yang sudah dilakukan China untuk mengatasi isu-isu yang terkait negara-negara Islam," Cavusoglu menegaskan.

sumber Kompas/AFP

Tuesday, August 14, 2018

Polisi Arab Saudi Tangkap Nassar al-Omar Ulama Garis Geras

Muslimedianews.com ~ Kepolisian Arab Saudi telah menangkap dan menahan seorang ulama garis keras terkenal negeri itu, Nassar al-Omar. Sebuah kelompok pemantau hak asasi manusia (HAM) Arab Saudi menyebut, ulama terkemuka itu ditangkap pekan lalu di Mekah.
Nassar al-Omar adalah ulama populer yang memiliki lebih dari enam juta pengikut di Twitter. 
Ia sejak lama dipandang sebagai tokoh penting berpengaruh yang `menyebarluaskan suara tentang tafsir fundamentalis terhadap Islam`.
Sebaliknya, sejak beberapa waktu terakhir, putera mahkota Pangeran Mohamed Bin Salman memimpin upaya untuk mengarahkan Saudi kembali kepada apa yang disebutnya paham Islam moderat.
Namun upaya itu diwarnai penangkapan terhadap sejumlah ulama, pegiat HAM dan juru kampanye hak-hak perempuan.
Beberapa waktu terakhir, Saudi Arabia dilaporkan banyak menangkapi imam dan kaum intelektual yang dituding menyuarakan pembangkangan.Akhir tahun lalu, lebih dari 20 ulama dan intelektual ditahan. 
Di antaranya ulama terkemuka Salman al-Odah dan Awad al-Qarni.Pada umumnya, mereka yang ditahan dikaitkan dengan Ikhwanul Muslimin, gerakan Islam yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh pihak berwenang di Arab Saudi. (Laduni.ID)

Wednesday, July 18, 2018

Presiden Mikronesia Lakukan Kunjungan Kenegaraan dan Pulang Kampung Ke Ambon

Presiden Joko Widodo hari ini menerima kunjungan kenegaraan Presiden Federasi Mikronesia, Peter Martin Christian, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. Kunjungan Presiden Mikronesia ke Indonesia ini akan dilanjutkan dengan serangkaian agenda kunjungan ke Kota Bandung dan Kota Ambon.
Dalam pernyataan pers bersama selepas pertemuan bilateral, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa menjadi kehormatan tersendiri bagi Indonesia untuk menerima kunjungan pertama Presiden Christian ke Indonesia dalam kapasitasnya sebagai Presiden. Sebab, Indonesia diketahui memiliki tempat tersendiri bagi Presiden Mikronesia yang mulai menjabat tahun 2015 lalu itu.
"Indonesia merupakan negara yang tidak asing bagi Presiden Christian. Beliau memiliki darah keturunan Indonesia yaitu keturunan Maluku generasi ketiga di Mikronesia," ujar Presiden Jokowi.
Oleh karenanya, dalam kunjungannya ini, Presiden Christian juga diagendakan untuk mengunjungi Ambon yang diakui sendiri olehnya sebagai tanah kelahiran nenek moyang beliau.
"Dalam kunjungan ke Indonesia ini beliau juga akan pulang kampung ke Ambon. Ini merupakan bukti bahwa ikatan antarmasyarakat kedua negara sudah ada sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu," tutur Jokowi.
Atas kesempatan tersebut, Presiden Christian menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada Presiden Joko Widodo. Ia mengatakan bahwa kunjungannya ke Indonesia ini, selain dalam kapasitasnya sebagai presiden, merupakan kunjungannya sebagai peziarah ke tanah nenek moyang.
"Bapak Presiden, saya ingin mengucapkan terima kasih atas upayanya yang memungkinkan saya mengunjungi Ambon, tanah nenek moyang kami. Sebagai tambahan dari kunjungan saya sebagai presiden, ini juga merupakan kunjungan saya dalam kapasitas sebagai peziarah ke tanah nenek moyang," ucap Presiden Christian.
Untuk diketahui, iring-iringan kendaraan rombongan Presiden Mikronesia memasuki area Istana Kepresidenan Bogor sekira pukul 10.00 WIB. Ketibaannya disambut dengan pasukan nusantara, korps musik, dan pasukan berkuda oleh Paspampres. Para pelajar SD dari Kota Bogor yang mengenakan pakaian adat Nusantara turut menyemarakkan suasana dengan mengibarkan bendera kedua negara.
Dalam penyambutan tamu negara kali ini, turut dilakukan penanaman pohon oleh Presiden Joko Widodo dan Presiden Christian di halaman belakang Istana Bogor. Jenis tanaman yang ditanam keduanya ialah pohon ulin atau kayu besi.
Turut hadir mendampingi Presiden, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi, Menteri Perdagangan Enggartias Lukito, serta Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Bogor, 18 Juli 2018

Friday, July 13, 2018

Momen Bersejarah itu Telah Tiba, Prestasi Menyatukan Kita: Menjadi Pemuda Indonesia



Saat Zohri (Lalu Muhammad Zohri), pemuda Indonesia yang belum genap 18 tahun, mencapai garis finish pertama, kemudian dinobatkan menjadi pemuda tercepat sedunia,  pihak IAAF lekas mengunggah video detik-detik menjadi juara.  Saya merinding dan terharu saat menyaksikannya. Saya ulang beberapa kali.  Dan saya sempat meneteskan air mata. Yah,  haru dan bangga. Saya langsung tergerak untuk menulis dan merangkai kata. Bertekad untuk mengkabarkan pada dunia. Bahwa pemuda Indonesia itu hebat,  memiliki mutiara-mutiara yang terpendam, yang pasti akan muncul ke permukaan,  dan jadi berharga di tangan yang tepat. Zohri adalah salah satu mutiara itu. 

Setelah saya tulis sekenanya,  dengan menampilkan fakta yang ada,  akhirnya banyak sekali respon dari kolega, wartawan, yang kebetulan namanya tersimpan di HP saya. Responnya pun beragam. Ada yang mengapresiasi, dan itu mayoritas. Tapi ada juga yang sebagian, selalu melihat sisi lemahnya, mulai dari "kemana official", "nggak ada bendera", "pencitraan" dan komentar nyinyir lainnya. 

Ala kullin

Saya sungguh tak mengira respon Bangga dan apresiasi dari bangsa terhadapnya luar biasa. WA di HP saya terus dibanjiri ucapan selamat atas prestasi Zohri. Pastinya,  mereka mengucapkan untuk Zohri, bukan untuk saya. Hanya karena mereka tahunya nomor HP saya, dan informasi itu wasilah saya, maka ucapan selamat itu mampir lewat saya, untuk sang juara. 

Tidak hanya apresiasi berupa ucapan. Setelah ditampilan sosok zohri dengan latar belakangnya, banyak yang kontak n bertekad memberikan hadiah untuknya. Zohri adalah sosok sederhana dari keluarga santri di kampung,  kecamatan Pemenang Lombok Utara.  Kakaknya menjadi Sekretaris Pengurus Anak Cabang Gerakan Pemuda Ansor Lombok Utara. Lewat Ketuanya,  saya komunikasi dengan kakaknya yang perempuan, dg penuh kesahajaan. 

Tawaran hadiah mengalir deras. Ada dari biro perjalanan haji dan umroh, mau memberikan hadiah umroh. Bupati Lombok Utara berkomitmen untuk membangunkan rumah, dengan meminta Camat Pemenang mencarikan tanah yang memadai. Dirut salah satu BUMN menyampaikan kepada saya, akan memberi  satu kilogram emas sebagai tabungan. Ada media penyiaran yang komitmen membantu 300 juta rupiah. Ada komunitas masyarakat yang izin membuat pawai sebagai selebrasi ucapan selamat dan terima kasih.  Itu baru yang lewat saya. Lewat jalur saya. Belum lagi apresiasi langsung,  lewat PASI,  lewat keluarga,  dan lewat jalur lainnya. 

Terlepas itu semua, saatnya kita berpikir positif,  memberi apresiasi atas sebuah prestasi. Sekecil apapun itu. Zohri telah berprestasi besar. Tapi ia memulainya dari yang kecil, dan terus dipupuk. Melalui sekolahnya di SMP di bawah asuhan gurunya, sang perempuan yang penyabar. Lantas masuk PPLP (Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar), institusi milik Kemenpora sebagai kawah candradimuka pemuda pelajar untuk mengasah minat bakatnya, hingga ia masuk pelatnas dan masuk PPON.

Prestasi itu juga tidak datang tiba-tiba. Butuh kerja keras, cerdas,  dan berkesinambungan. Butuh kerja sama seluruh pihak. Ada bakat dan semangat anak, ada pelatih yang memiliki dedikasi,  ada lingkungan yang mendukung, ada pemerintah yang memfasilitasi,  dan ada dukungan masyarakat. Bahkan,  saat di Finlandia,  Dubes RI juga terlibat aktif dalam kompetensinya, memberikan layanan kewarganegaraan, hingga penyediaan menu ala Indonesia. 

Apresiasi itu juga tidak muncul dengan tiba-tiba. Menpora Imam Nahrawi memiliki peran penting dalam menyemarakkan apresiasi atas prestasi kaum muda,  di berbagai bidangnya. Untuk zohri,  Menpora menegaskan sejak awal,  ada apresiasi khusus dari Kemenpora. Bonus 250 juta.  Menpora terus menyemangati, memotivasi, mendorong, dan memprioritaskan bentuk2 penghargaan dan apresiasi atas berbagai prestasi yang lahir dari generasi muda kita. Seluruh program dan kegiatan harus diorientasikan pada prestasi, dan pendukungan kaum muda dalam pencapaian prestasi. Prestasi dalam berbagai bidang,  dengan pendekatan kecerdasan berganda

Terhadap prestasi, kita perlu apresiasi. Dan alhamdulillah, jiwa kebersamaan itu masih hidup subur di tengah masyarakat kita yang guyub dan penuh kekeluargaan. Melampaui kepentingan sektoran dan sekat-sekat primordial. 

Prestasi menyatukan kita, dari pemuda Indonesia untuk Dunia. 

Wassalam
Asrorun Niam Sholeh
Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora

Saturday, June 30, 2018

Subhanallah ! Indonesia Jelaskan Konsep Islam Nusantara di Jerman

Muslimedianews.com ~ INDONESIA JELASKAN KONSEP ISLAM NUSANTARA DI JERMAN

Tokoh Lintas Agama Indonesia paparkan konsep Islam Nusantara pada acara Konferensi “Peran Agama untuk Memajukan Perdamaian “friedensverantwortung der Religionen“ / Responsibility of Religions for Peace“, yang digelar di Berlin, 18-20 Juni 2018.
Di antara tokoh Indonesia yang hadir adalah Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, Imam Besar Mesjid Istiqlal, pendiri organisasi lintas agama untuk Masyarakat Dialog antar Umat Beragama, Pdt. Jack Manuputty, Direktur pada Kantor Staf Kepresidenan RI Bidang Hubungan Antar-Agama dan Peradaban, Prof. Dr. Hj. Siti Musdah Mulia, MA; Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ)/Sekretaris Jendral ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace) dan Dr. Nina Mariani, Dosen pasca sarjana UIN Kalijaga di bidang studi lintas agama, kajian wanita, gender, minoritas, dan etika.
Konferensi yang diselenggarakan oleh Kemlu Jerman ini merupakan Konferensi Kedua dan dibuka oleh Menlu Jerman, Heiko Maas. Konferensi yang sama sebelumnya diselenggarakan pada bulan Mei 2017. Dalam sambutannya, Menlu Maas menegaskan: “Komunitas agama memiliki kekuatan untuk mendorong dan menghimbau masyarakat sipil dalam memelihara perdamaian“.
Prof Dr. KH Nasaruddin Umar, pada kesempatan Konferensi menyampaikan konsep Islam Nusantara yang dikembangkan Indonesia. Dijelaskan bahwa Islam Nusantara memiliki kekhasan karena mensinegikan nilai-nilai ajaran Islam dengan falsafah Pancasila, yang menjadi Dasar Negara Indonesia. Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, semua agama dan kepercayaan bebas hidup di dalamnya. Keduanya saling mengokohkan satu sama lain. Agama memberikan penguatan terhadap negara dan negara memberikan penguatan terhadap agama. Semua orang dan golongan bebas mengekspresikan ajaran agama dan kepercayaannya. Indonesia menjunjung tinggi nilai toleransi yang dipahami sebagai sikap menghargai pendapat, sikap, dan keberadaan orang atau kelompok lain, tanpa membedakan besar kecilnya kelompok itu.
Islam Nusantara merupakan konsep yang ditawarkan Indonesia pada Konferensi tahun ini, yang difokuskan pada tema peningkatan kerja sama dan tanggung jawab Komunias Agama di Wilayah Asia untuk mengatasi konflik yang dilatarbelakangi isu agama, seperti halnya konflik Rohingya di Myanmar.
Perhatian besar Pemerintah Jerman terhadap kerja sama antar Komunitas Agama untuk memajukan perdamaian ini juga sejalan dengan salah satu program prioritas KBRI Berlin. Dubes RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno, lebih lanjut menegaskan: “Indonesia perlu terus hadir secara konkrit dalam berbagai diskursus multikulturalisme dan pluralisme agama di dunia. Indonesia memiliki modal sosial yang kuat yaitu Pancasila yang melahirkan toleransi beragama yang kokoh dan terbukti menjadi alat pemersatu bangsa dalam berbagai kondisi sosial yang sulit selama ini”.
Konferensi “Responsibility of Religions for Peace“ tahun ini dihadiri sekitar 70 peserta dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Bangladesh, Pakistan, Myanmar, Korea Selatan, Jepang, dan China. Mereka mewakili agama Buddha, Hindu, Shinto, Taoisme, Konfusianisme, Zoroastrianisme, Islam, Kristen dan Yudaisme.


Thursday, June 28, 2018

Indonesia Ajak Negara-Negara Islam Bersatu Promosikan Islam Moderat


Indonesia mengajak negara-negara Islam bergerak bersama dalam promosi moderasi agama. Ajakan ini disampaikan Ketua Delegasi Indonesia Muchlis M Hanafi saat mewakili Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berbicara pada Konferensi Internasional tentang Moderasi dan Islam Wasathiyah di Baghdad.

Menurut Muchlis, kesalahpahaman terhadap konsep dasar keislaman menjadi salah satu faktor munculnya ekstremisme dan terorisme. Ideologi dan pemikiran garis keras ini menyebar dalam berbagai literatur dan media, baik cetak maupun elektronik.  Untuk itu, negara-negara Islam harus merapatkan barisan dan bergandengan tangan untuk meng-counter ideologi tersebut dengan cara serupa dan membentengi generasi muda agar tidak terjerumus ke dalam kubangan pemikiran radikal. 

“Semua akses menuju pemikiran radikal harus ditutup rapat-rapat. Pada saat yang sama kita juga harus bergerak mempromosikan wacana keagamaan yang moderat,” tegas Muchlis di Baghdad, Selasa (26/06). 

Melalui berbagai program, terutama pendidikan agama dan keagamaan, lanjut Muchlis, Pemerintah Indonesia bersama ormas-ormas Islam terus memperkuat moderasi Islam sebagai sebuah manhaj keberagamaan. Apalagi, sejak pertama kali ke Indonesia, DNA Islam Indonesia adalah tawassuth dan wasathiyyah, sehingga Islam mampu berasimilasi dengan budaya lokal yang sangat beragam.

“Melalui forum ilmiah semacam ini, kita dapat berbagi pengalaman dalam mengembangkan dan memperbaharui wacana keagamaan yang lebih dinamis, harmonis, dan humanis. Dengan bersatu, menghargai keragaman dan menghormati perbedaan kita akan mampu menciptakan dunia yang lebih aman dan damai, tanpa ISIS,” tuturnua.

Mukhlis menekankan, pemikiran agama yang radikal harus dilawan dengan counter narasi, bukan dengan cara kekerasan. Penanggulangan dan penanganan paham radikal dengan cara represif justru akan menimbulkan masalah baru.

"Paham dan pemikiran keagamaan radikal harus dilawan melalui counter narasi secara komprehensif dan terus menerus agar tidak melebar dan menjadi laten. Penanganannya tidak selalu dengan cara kekerasan yang justru dapat memunculkan problem baru", ujarnya.

Delegasi Al-Azhar Mesir, Shaikh Dr. Hamid Abu Thalib menyambut baik gelaran konferensi ini. Menurutnya, semangat yang diusung sesuai prinsip Al-Azhar yang selalu memegang teguh prinsip moderat dan Islam rahmatan lil ‘alamin. Menurutnya, moderat merupakan karakter yang tidak mungkin dipisahkan dari Islam.

Thalib menambahkan,  kontribusi konkrit Al-Azhar dalam mengembangkan Islam moderat adalah memberi beasiswa kepada generasi muda dari puluhan negara. Al-Azhar juga mengirim ratusan ulama ke hampir seluruh negara-negara di dunia untuk menyebarkan moderasi Islam.  Al-Azhar juga mengadakan pelatihan bagi imam-imam masjid dan para khatib. 

“Al-Azhar telah lama membangun "Markazan Alamiyan" yang mencetak dan menerbitkan tulisan, rekaman, dan video tentang pemahaman Islam yang moderat dalam 30 bahasa,” urainya.

Wakil Delegasi Pelestina Dr. Khamis Mahmud Salim juga menggarisbawahi pentingnya memegang teguh pesan bahwa Nabi Muhammad diutus sebagai rahmat bagi semesta. Juga tentang dakwah dengan hikmah dan bermartabat. Khamis Mahmud juga berharap dukungan dari seluruh kaum muslimin, khususnya persatuan dari negara-negara Arab untuk melindungi Masjidil Aqsha.

Sementara Delegasi dari Australia Dr Salim Salwan (Sekjen Darul Fatwa Australia) menegaskan bahwa tidak ada kaitan antara Islam dengan radikalisme dan ekstremisme. Islam tidak mengenal pemahaman seperti itu. Salim mengajak peserta konferensi terus mengembangkan Islam moderat yang menjunjung tinggi toleransi.

Konferensi Internasional Moderasi dan Islam Wasathiyah ini berlangsung dua hari, 26 – 27 Juni 2018. Delegasi Indonesia yang menghadiri konferensi terdiri dari tujuh orang, yaitu: Muchlis M Hanafi (Ketua Delegasi, mewakili Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin), Muhyiddin Junaidi (MUI), Ikhwanul Kiram Masyhuri (Alumni Al Azhar), Saiful Mustafa (UIN Maliki Malang/NU), Fathir H Hambali (Alumni Syam), Auliya Khasanofa (Muhammadiyah/UMT), dan Thobib Al-Asyhar (Kemenag). (Thobib)

Tuesday, June 26, 2018

Delegasi Indonesia Hadiri Konferensi Islam Moderat di Irak


Delegasi Indonesia hari ini,  Minggu (24/06),  bertolak ke Baghdad,  Irak. Mereka akan mengikuti Konferensi Internasional tentang Wasathiyah dan Islam Moderat. 

Konferensi ini digelar oleh Dewan Wakaf Sunni Republik Irak. Delegasi Indonesia terdiri dari tujuh orang, yaitu: Muchlis M Hanafi (Ketua Delegasi, mewakili Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin), Muhyiddin Junaidi (MUI), Ikhwanul Kiram Masyhuri (Alumni Al Azhar), Saiful Mustafa (UIN Malang/NU), Fathir H Hambali (Alumni Syam), Auliya Khasanofa (Muhammadiyah), dan Thobib Al-Asyhar (Kemenag).

"Saya mewakili Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin selaku ketua delegasi. Konferensi ini akan berlangsung dari Senin - Rabu mendatang," terang Muchlis M Hanafi di Bandara Soekarno-Hatta jelang bertolak ke Baghdad, Minggu (24/06).

Menurut Muchlis,  Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mendukung upaya pembangunan kembali Irak, baik di bidang politik maupun ekonomi. "Kita berharap ke depan akan semakin erat, terutama dalam mengembangkan pemahaman keagamaan yang moderat," terang Muchlis. 

Sebagai Ketua Delegasi,  Muchlis akan ikut berbicara pada kesempatan konferensi tersebut. Muchlis mengaku akan menyampaikan paparan tentang dunia tanpa ISIS. 

Menurutnya,  setelah kekalahan ISIS di Irak dan Suriah, kini banyak negara di Eropa, Afrika dan Asia merasa dihantui oleh “arus balik” atau ‘returnis’ ISIS ke negara asal mereka. Terdesak di Irak dan Suriah, sel-sel gerakan ISIS akan menyebar di beberapa negara dengan membawa pemikiran ekstrem radikal berikut keahlian dalam menyusun strategi. Bukan tidak mungkin mereka mentransfer pemikiran dan keahliannya kepada kelompok-kelompok ekstrem di tingkat lokal. 

Dalam konteks ini, Muchlis menilai perlu kerja sama internasional dalam penanggulangan terorisme dan ekstremisme untuk mencegah kemunculan “ISIS baru”. Paling tidak, meminimalisir dampak negatifnya dan membatasi ruang geraknya. 

Selain itu,  diperlukan juga upaya untuk meluruskan kesalahpahaman terhadap beberapa konsep dasar keislaman yang selama ini menjadi salah satu faktor kuat munculnya ekstremisme dan terorisme. Negara-negara Islam harus merapatkan barisan dan bergandengan tangan untuk meng-counter ideologi tersebut dan membentengi generasi muda agar tidak terjerumus ke dalam kubangan pemikiran radikal. 

"Semua akses menuju pemikiran radikal harus ditutup rapat-rapat. Pada saat yang sama kita juga harus bergerak mempromosikan wacana keagamaan yang moderat," jelasnya. 

Melalui berbagai program, terutama pendidikan agama dan keagamaan, lanjut Muchlis, Pemerintah Indonesia dengan didukung oleh ormas-ormas Islam berkomitmen untuk terus memperkuat moderasi Islam sebagai sebuah manhaj keberagamaan. Sejak pertama kali ke Indonesia, DNA Islam Indonesia adalah tawassuth dan wasathiyyah, sehingga Islam mampu berasimilasi dengan budaya lokal yang sangat beragam.

"Melalui forum ilmiah semacam ini, kita dapat berbagi pengalaman dalam mengembangkan dan memperbaharui wacana keagamaan yang lebih dinamis, harmonis dan humanis. Dengan bersatu, menghargai keragaman dan menghormati perbedaan kita akan mampu menciptakan dunia yang lebih aman dan damai, tanpa ISIS," jelasnya.

Konferensi ini akan membahas empat tema besar,  yaitu: Pertama,  peran organisasi keagamaan dalam melindungi masyarakat dari paham ekstrimisme; 

Kedua, perbaikan pemahaman konsep-konsep kunci dalam memerangi ekstrimisme (kewarganegaraan,  jihad,  loyalitas dan kebebasan,  ketundukan kepada Allah,  proses pemikiran dalam memahami dan memaknai ajaran Islam); 

Ketiga,  lingkungan sosial dan perannya dalam upaya memerangi ekstrimisme; dan keempat,  peran lembaga pemerintah dan organisasi sosial masyarakat dalam mencegah kebangkitan ISIS.

Kepala Biro Humas, Data dan Informasi Kementerian Agama RI
Dr. MASTUKI, M.Ag