Natal dan Musuh Abadi Umat
Muslimedianews ~ Entah kenapa ketika itu kami, para santri, tak mau menghambur keluar lalu merobohkan dan membakar gereja terdekat. Padahal di atas panggung, seorang penceramah terus memompa semangat kami hingga ke ubun-ubun. Intinya, musuh utama Islam tak lain orang-orang kafir, Kristen dan Yahudi. Pemerintah Soeharto yang menangkap dan memenjarakan para kiai dan penceramah dianggapnya tamsil nyata jika sang penguasa berada di bawah skenario orang-orang kafir.
Kata si penceramah, Kristen musuh abadi umat Islam. Al-Quran sudah mengabadikannya. Saya mendengar ceramah lelaki bercelak dan pakaian serba hitam itu dengan khusyuk. Gayanya berapi-api seperti sedang memanggil langit. Saya suka. Usia saya sekitar 16 tahun.
Kebencian semacam pengalaman ini mungkin salah satu alasan yang gampang nyelonong di pikiran orang-orang yang mengharamkan natal. Tentu saja ada alasan yang lebih ideologis dari itu. Biasanya seputar trinitas. Mengucapkan natal dianggap sebentuk syahadat atas keyakinan tiga tuhan: Tuhan Bapak; Yesus Kristus; dan Roh Kudus. Paling tidak cara agar tak terjerumus ke arah keyakinan itu. Dalam Islam, Allah itu esa, tak pernah beranak, dan diperanakan. Isa al-masih, putera Maryam, hanyalah seorang rasul (utusan). Ia Nabi yang diperintahkan shalat, berzakat, berbakti pada sang ibu.
Saya santri baru ketika itu. Tak pernah dalam hidup saya berjumpa langsung dengan orang Yahudi. Pengenalan dengan orang-orang Kristen juga terbatas. Jangan tanya tahukah saya beda Protestan dan Katolik. Jawabannya sudah jelas: tak paham. Apalagi kalau ditanya pernahkah dengar Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia yang membawahi sekitar sembilan puluh sinode, semacam muktamar gereja-gereja, di seantero Indonesia. Bahwa PGI berbeda dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang tunduk pada Vatikan. Pokoknya, di batok kepala saya Kristen hanya satu jenis. Yahudi dan Kristen memusuhi Islam.
Perubahan penting terjadi ketika saya beraktivitas di kampus. Tak hanya membaca buku-buku yang mengajarkan kritisisme dan keterbukaan, saya mulai terlibat dalam aktivitas lintas iman seperti kunjungan ke tempat-tempat ibadah, donor darah lintas iman, atau menggelar kegiatan di gereja. Saya mulai mengenal dan bergaul dengan orang-orang dari beragam latar belakang agama, bahkan dari agama yang belum pernah saya dengar sebelumnya seperti Sikh atau Bahai.
Saya membaca lagi kitab-kitab yang pernah dipelajari di pesantren, merenungkannya, ikut dalam diskusi seputar tema-tema keislaman dan lintasiman. Bukan hanya mengenal, saya bergaul dan berteman karib dengan mereka. Kami biasa melempar humor soal agama. Tak ada yang tersinggung. Ketika natalan atau idul fitri kami berkirim ucapan selamat hingga sekarang. Kami saling mendoakan. Setahu saya tak ada satupun dari kami yang pindah agama. Malah kami makin yakin pada agama kita masing-masing. Kami percaya setiap agama mengajarkan kebaikan.
Jadi, mengapa bagi sebagian muslim ucapan natal diharamkan? Sekarang saya bisa mengatakan ini. Problem utamanya bisa karena soal ketidaktahuan atau perbedaan cara melihat soal. Kalau bukan keduanya, mungkin sedang termakan gorengan isu para pembenci saja.
Saya membaca lagi fatwa Majlis Ulama Indonesia tahun 1981 tentang natal. Kata orag ini rujukan tentang larangan mengucapkan natal. Tak ada larangan mengucapkan natal di sana. Yang ada, perayaan natal bersama. Di fatwa itu, MUI memang mengatakan perayaan natal tak sama dengan perayaan maulid Nabi Muhammad. Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen merupakan ibadah”. Itu bunyi konsiderannya. Saya sendiri tak dapat penjelasan bagaimana MUI lantas memberi status Maulid Nabi jika dianggap dianggap bukan sebagai ibadah.
Bagaimana dengan trinitas? Dalam sejumlah ayat, al-Quran memang mengritik keras konsep trinitas, khususnya tentang keyakinan bahwa Yesus adalah tuhan. Mereka yang berkata Allah adalah Al-Masih Putera Maryam divonis kafir (QS. Al-Maidah 72). Tapi, dalam ayat-ayat lain al-Quran juga memberi penghormatan terhadap Kristen dan Yesus. Misalnya dalam Surat tentang ibunda Nabi Isa, Q.S. Maryam [19]: 33. Nabi Isa berkata Dan kesejahteraan (as-salam) semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitan hidup kembali.” Dalam ayat lainnya, orang-orang Nasrani yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan beramal bakal mendapat pahala dari tuhan. Tak ada kekhawatiran dan sedih hati (QS. Al-Baqarah: 62).
Lantas Kristen macam apa yang sedang dibicarakan al-Quran dan yang pernah dihadapi Nabi? Apakah mereka kumpulan komunitas agama yang seragam atau sebaliknya? Mengapa satu waktu dikritik, di saat lain dimuliakan?
Terkait poisisi Yesus, agar gampang, para ahli studi agama biasanya mengelompokan Kristen awal dalam tiga kelompok: Yesus adalah tuhan; Yesus manusia sekaligus tuhan; Yesus manusia namun dipilih menjadi instrumen tuhan. Sebagian mereka bilang, pengelompokan itupun sebetulnya menyederhanakan beragam kompleksitas di dalam tubuh kekristenan.
Docetisme satu kelompok yang masuk dalam jenis pertama. Inti ajarannya, Yesus tak bertubuh nyata atau materi. Ia hanya punya bayang-bayang atau penampakan badani. Karena itu Yesus tak mungkin menderita dan meninggal di atas tiang salib.
Kelompok kedua melihat Yesus bukan sekedar tuhan dan bukan sekedar manusia. Yesus adalah tuhan sekaligus manusia. Konsep yang pelan-pelan berubah menjadi doktrin ortodoks dan tipikal Kristen sekarang yang itu dibakukan, salah satunya lewat Konsili Kalsedon (nama tempat, di Istanbul Turki), pada 451. Berarti 119 tahun sebelum Nabi Muhammad lahir. Dalam hasil konsili, semacam muktamar para uskup dalam gereja, itu disebutkan Tuhan kami Yesus Kristus, sempurna dalam keilahiannya dan sempurna dalam kemanusiaannya”. Keduanya tidak tercampur atau terpisahkan.
Kelompok terakhir melihat Yesus sebagai manusia namun punya hubungan istimewa dengan tuhan. Hubungan Yesus dengan tuhan digambarkan seperti putra angkat dengan ayah angkat. Bukan seorang anak yang diperanakan oleh ayah. Makanya kelompok ini dikenal dengan kelompok adopsionis. Jenis kelompok ini ada yang dikenal dengan Kelompok Nestorian. Kelompok yang terakhir ini berkembang di Syiria yang kemungkian besar kelompok yang pernah berinteraksi dengan Nabi.
Ajaran yang dikembangkan Nestorius, tokoh asal Turki abad keempat ini menentang konsili Kalsedon. Tokoh yang pernah menjadi uskup Konstantinopel pada 428 itu bahkan menolak menyebut Yesus dengan nama Tuhan. Nestorius disesatkan dan akhirnya dipecat dari keuskupan. Sebetulnya ada lagi nama-nama lain di kelompok ini, yang saya sendiri susah mengingatnya: Ebionit, Elkesit, Monarkianisme Dinamis, atau Arianisme.
Secara teologis kelompok terakhir ini paling sejalan dengan doktrin Islam. Posisi sosial-politik kelompok terakhir ini juga kurang beruntung. Kehadiran Islam yang tengah melakukan ekspansi di tanah kekuasaan Persia dan Byzantium dianggap pihak penyelamat dari dominasi dan tekanan pengusa Kristen, disebut juga kaum Melkit, kelompok Kristen elit berbasis kebudayaan Yunani yang berpusat di Konstantinopel (Bizantium). Seperti tergambar dalam sebagian ayat al-Quran, ketika itu Islam mengambil sikap berpihak pada kelompok terakhir. Dan sekarang dunia kekristenan punya konteks dan masalah yang tak selalu sama dengan masa silam itu. Akan ada banyak latar dan konteks yang berbeda yang perlu dipahami dan dipelajari umat Islam.
Dengan membeberkan ini semua, sebetulnya satu saja yang ingin saya katakan: banyak-banyaklah membaca, bergaul, dan berusahalah berpikiran terbuka. Penting agar syaraf tidak tegang.
Oleh: Alamsyah M. Djafar, Wahid Institute.