728x90

468x60

Sunday, April 22, 2018

Dakwah Kampus

Muslimedianews.com ~

Oleh: Jupriyansyah*

Berdakwah di kampus merupakan bagian integral dari dakwah secara umum. hal ini tidak berbeda dengan dakwah kepada manusia lain, hanya obyek dakwahnya memiliki ciri khas tersendiri, yaitu orang-orang terpelajar atau mereka yang mengaku sebagai intelektual atau calon-calon intelektual. Maka tujuan dakwah di kampus ini adalah mengajak para pelajar, mahasiswa dan dosen untuk mengenal Allah, Rasul dan Islam, dengan cara bijaksana dan pelajaran yang baik sehingga mereka beriman dengan keesaan Alllah, kelanjutan risalah, dan kebenaran Islam.

Kampus merupakan lahan yang subur untuk manuver dakwah Islam. Ia berbeda dengan perkantoran, pabrik, pasar, dan lain-lain. Orang-orang yang datang ke kampus memang telah siap untuk menuntut ilmu dan mengembangkan penalarannya. Mereka bersikap terbuka dan kritis terhadap perubahan yang datang.

Dakwah Kampus bergerak di lingkungan masyarakat ilmiah yang mengedepankan intelektualitas dan profesionalitas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktivitas dakwah kampus merupakan tiang dari dakwah secara keseluruhan, puncak aktivitasnya, serta medan yang paling banyak hasil dan pengaruhnya terhadap perkembangan masyarakat selanjutnya.

Ketika peran strategis ini dapat dimanfaatkan oleh dakwah Islam, maka sangat banyak kebaikan yang akan diraih oleh Islam itu sendiri, di antaranya: suplai kader sebagai energi peradaban, suplai alumni yang berafiliasi kepada Islam dan kemenangan Dakwah itu bukan menjadi hal yang mustahil, tetapi merupakan sebuah keniscayaan.

Dakwah yang layak di didakwahkan di kampus saat ini yaitu Dakwah yang bermodelkan Aswaja.

Sebenarnya tidak mudah mendefinisikan Ahlussunnah Waljama'ah (Aswaja) apalagi memberikan ciri-ciri pemikiran dan implementasinya pada sikap. Sebab mendefinisikan yang meliputi keseluruhan isi Aswaja (inclusive/jami') dan menolak keseluruhan yang tidak termasuk di dalamnya (exclusive/mani') sungguh amat sulit. Jika definisi Aswaja dari hadits yang diserap oleh fatwa MUI adalah sesuatu yang ada pada zaman Nabi saw dan para sahabatnya, sungguh sangat luas dan sulit mengidentifikasi kelompok yang di dalam dan yang di luar Aswaja. Sulitnya terletak pada klaim bahwa semuanya adalah penganut Aswaja dengan tafsirnya masing-masing yang berbeda.

Di tengah arus arogansi Mahasiswa terhadap klaim Aswaja dan masing-masing kelompok menyatakan yang paling benar penafsirannya, NU mencoba mendefinisikan yang sekaligus mencirikan Aswaja yang dirasa benar tanpa menyalahhkan apalagi mencemoh pemahan Aswaja yang lainnya.

Ahlussunnah Waljama'ah (Aswaja) yang dituangkan oleh Pendiri NU, Hadratusysyaikh KH. Hasyim Asy'ari dalam bukunya Risalah ahAhlu as-Sunnah Wal Jama'ah yang kemudian diserap menjadi keputusan NU, menafsirkan Aswaja sebagaimana yang dirumuskan oleh Abu al-Hasan al-Asy'ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Di bidang fikih mengikuti pendapat atau metode (manhaj) salah satu empat mazhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali. Dan di bidang tasawwuf mengikuti al-Junaid al-baghdadi dan Abu Hamid al-Ghazali.

Dalam pandangan sejumlah kalangan, perkembangan gerakan Islam ekstrim telah demikian meresahkan, termasuk di kampus. Mereka yang awalnya dididik di lembaga pendidikan Nahdlatul Ulama, ternyata ketika kuliah justru menjadi penentang. Karenanya dakwah Aswaja di lingkungan perguruan tinggi harus kian diintensifkan. Setidaknya inilah yang diingatkan KH Abdurrahman Navis, beliau adalah Direktur Aswaja NU-Center PWNU Jatim.

Langkah perubahan tidak harus dimulai dengan langkah-langkah yang besar, dengan hal yang sederhana perubahan itu berawal. Begitu juga dengan cara kader Dakwah Kampus untuk menembus benteng-benteng pertahanan dari kampus yang telah memblocking terhadap ajaran dan amaliah Ahlussunnah Wal Jama’ah itu sendiri.

Pertama, menguasai organisasi intra kampus. Sejak dini penting ditanamkan jiwa kepemimpin dan mengorganisir massa, sebagai bentuk fitrah bahwa setiap manusia adalah pemimpin, sehingga tidak ada hal yang mustahil dan dipertentangkan apabila mahasiswa-mahasiswa NU mulai menjajaki organisasi intra kampus.

Kedua, membentuk Small Group Discussion Aswaja kampus. Hal ini sangat penting, apalagi jika diterapkan di kampus-kampus umum dengan mengundang tokoh-tokoh yang mahir tentang pemikiran Aswaja.

Ketiga, menguasai lembaga pers kampus. Beberapa tahun terakhir, lembaga pers, penalaran dan penyiaran media kampus di perguruan tinggi lebih didominasi oleh mahasiswa yang di bawah tangan organisasi tidak moderat. Tentu hal ini disebabkan minimnya minat dan bakat mahasiswa NU untuk berkecimpung di dalam dunia literasi dan media. 

Keempat, Setiap Kader Dakwah terus terhubung dan tetap berkomunikasi dengan para kiyai sepuh atau kiyai yang berada di sekitaran kampus agar tetap terus mendapatan asupan supelmen tentang Ke-Aswaja-an.

Keempat hal di atas adalah sekadar kiat-kiat Penulis, dan masih bisa bersifat dinamis dalam penerapannya karena situasi dan kondisi setiap perguruan tinggi akan berbeda, maka berbeda pula solusi dan strategi dalam menerapkannya di kampus. (foto: SoundVision.com)


Penulis : Jupriyansyah*Mahasiswa
« PREV
NEXT »