BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

Sunday, July 08, 2018

Menakar Kalkulasi Politik Tuan Guru Bajang

Mengamati perjalanan politik TGB memang cukup menarik. Keputusan TGB yang akhinya berlabuh untuk mendukung Jokowi untuk maju pada periode kedua kepemimpinanya memancing kontroversi dan perdebatan publik. 

Sudah hampir seminggu ini pemberitaan media elektronik, media cetak dan media sosial masih sibuk menurunkan opini tentang dukungan TGB kepada Jokowi. Hal ini menunjukkan bahwa sosok TGB yang selama ini dikenal sebagai pemimpin daerah, dalam sepuluh tahun terakhir telah menjelma menjadih tokoh ulama dan politisi nasional yang diperhitungkan. 

Banyak pihak yang kaget dengan sikap politik TGB, terutama aktivis Islam  kalangan 212, mengingat pada pilpres 2014 lalu TGB berada dikubu Prabowo dan menjadi salah satu tim pemenangan Prabowo.

Selama ini TGB dianggap sebagai salah satu putra mahkota atau kandidat calon alternatif bagi kalangan islam versi kelompok 212 yang terdiri dari elemen FPI, FUI, PKS, HTI dll, sehingga ketika TGB mengubah sikapnya mendukung Jokowi maka merekapun kaget dan merespon sikap tersebut dengan cara yg sangat beragam.

Para kader dan simpatisan PKS dimedia sosial mengungkapkan ekspresi kekecewaanya. Tokoh PKS Hidayat Nur Wahid dalam sebuah media menyampaikan rasa kekecewaan dan ingin tabayyun atau mengklarifikasi keputusan TGB yang berubah 180 derajat.

Meski Kelompok 212 dan PKS mengidolakan TGB tapi hingga saat ini belum ada kepastian dari kelompok 212 atau PKS yang secara terang-terangan memberi  dukungan nyata bagi TGB untuk maju baik, dicalonkan menjadi Capres atau Cawapres. PKS justru sibuk mengorbitkan kader-kadernya untuk dipasangkan dengan Prabowo. Tidak adanya kepastian ini tentu menjadi pertimbangan TGB untuk menentukan arah politiknya kedepan. 

Sikap TGB yang kemudian lebih memilih mendukung Jokowi bukan tanpa resiko atau tanpa pertimbangan yang matang, sebagai ulama yang menjadi pemimpin daerah, langkah TGB sarat dengan kalkulasi dan perhitungan yang akurat.
Saat mengisi acara bersama TGB di pesantren Darul Istiqomah, Serang Banten, sy sempat berbincang dengan TGB didalam mobil  menuju hotel utk mendiskusikan langkah dan prospek politik kedepan. Dari pembicaraan empat mata dengan TGB saya sudah tahu kemana arah dukungan TGB pada pilpres 2019 mendatang. 
TGB bukan tipe politisi pragmatis yang hanya mengejar kursi dan posisi. Sepanjang diskusi sama TGB saya melihat aura kepemimpinan yang begitu tajam, pandangannya tentang Ke-Indonesian, Ke-bangsaan dan Ke-Islaman sangat luas serta mengakar. 

Salah satu hal penting yang sempat kita diskusikan dengan TGB adalah langkah konkrit bagaimana menghadapi konstelasi politik mendatang khususnya pilpres 2019.  
Sebagai seorang ulama dan sekaligus Pemimpin daerah
TGB sudah memiliki naluri dan kalkulasi politik yang tajam.  Komunikasi antara Jokowi dan TGB sangat intensif. Dari 8 kali kunjungan Jokowi ke NTB sudah bisa digambarkan betapa tingginya frekwensi hubungan TGB dengan Jokowi. Keduanya sama-sama berkepribadian santun dan lembut.  
kedekatan antara Jokowi dan TGB tumbuh secara natural sebagai hubungan kerja antara Presiden dan Gubernur. Komunikasi keduanya terus meningkat dan semakin dekat. Sehingga masing-masing bisa menangkap kesan positif dari sikap, prilaku kepribadian yang terpancar dari keduanya.
Menurut saya ada beberapa pertimbangan yang mendasari sikap TGB untuk mendukung Jokowi.

Kesantunan Jokowi yang lembut membuat TGB  merasa nyaman berinteraksi dengan Jokowi. Menurut TGB, Jokowi bukan tipe kepribadian pendendam, meski Jokowi tahu bahwa dalam pilpres 2014 TGB menjadi tim pemenangan Prabowo, tetapi Jokowi meminta kepada TGB untuk melupakan pertarungan pilpres dan fokus kepada pembangunan Indonesia. Dari sinilah TGB menilai bahwa Jokowi bukan tipe pendemdam, dia bahkan memiliki kepribadian yang hangat dan bersahabat.

Kinerja Pemerintahan Jokowi-JK mendapat apresiasi berbagai pihak. Pencapaian terbesar yang bisa dirasakan seluruh masyarakat Indonesia adalah pembangunan infrastruktur yang masif di berbagai daerah. Pembangunan jalan tol, jalan nasional, bendungan, hingga pelabuhan bisa dirasakan manfaatnya. Komitmen pemerataan pembangunan era Jokowi juga dilakukan untuk mengurangi kesenjangan sehingga pembangunan wilayah Timur berjalan sangat massif.

Realisasi pemerataan pembangunan infrastruktur yang selalu dikumandangkan sejak Orde Baru (Orba), baru terasa hasilnya pada era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), yang bertepatan 19 tahun bergulirnya reformasi. Sejumlah mega proyek dengan nilai strategis diluncurkan untuk percepatan dan pemerataan pembangunan di semua wilayah Indonesia. Beberapa proyek strategis itu antara lain pembangunan infrasturktur seperti jalan raya, jalan tol, pelabuhan, dan bandara, program sejuta rumah, bendungan atau waduk, pembangkit listrik, dan lainnya.

Khusus untuk NTB, TGB sangat mengapresiasi Presiden Jokowi yang telah melakukan kunjungan kerja sebanyak 8 kali di NTB dan diantaranya adalah kunjungan untuk meresmikan beroperasinya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. Merupakan megaproyek yang berkaitan langsung dengan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat NTB, karena akan dapat menyerap 58.000 tenaga kerja dengan investasi sebesar Rp.13 triliun lebih.

Menghindari perpecahan bangsa harus lebih didahulukan sebelum kita bicara kemajuan dan pembangunan Indonesia. Dalam Kaedah ushul fikih disebutkan bahwa درء المفاسد مقدم على جلب المصالح (Mencegah keburukan didahulukan dari pada mencari kebaikan”.  
Kaedah ushul fikih ini  sangat dipahami oleh TGB.  Kegelisahanya muncul melihat pecahnya umat dan bangsa Indonesia yang dipicu oleh perbedaan pandangan politik baik dalam Pilkada maupun Pilpres. Dan terlebih mengkhawatirkan lagi jika perbedaan politik ini dicarikan legitimasi melalui agama. Menurut TGB suatu bangsa kalau sudah terpolarisasi. Dan salah satu yang sering digunakan untuk mempolarisasi adalah sentimen keagamaan.
Di Indonesia, tidak boleh sentimen keagamaan itu mempolarisasi kita. Kalau ada sentimen keagamaan, arahkan dia untuk memperkuat Indonesia. Artinya sebagai umat berkontribusi untuk Indonesia. Di mana kita bisa bekerja dan berbuat yang terbaik. 
Bagaimana negeri ini bisa membangun kalau komponen bangsa terpecah. Menghindari perpecahan bangsa harus lebih didahulukan sebelum kita bicara kemajuan dan pembangunan Indonesia. 
TGB menjadi cerminan seorang ulama yang berpolitik dan seorang politisi yang berkepribadian ulama. Dua dimemensi ulama dan umara yang terkandung dalam sosok TGB menjadi fenomena menarik dalam kancah perpolitikan Indonesia masa kini. Semoga Allah SWT selalu memberikan kekuatan dan anugerah kepada sahabat kita Tuan Guru Bajang (TGB) Dr. M. Zainul Majdi, Lc, MA. 

Khariri Makmun Direktur Moderation Center
« PREV
NEXT »

No comments