728x90

468x60

Tuesday, August 28, 2018

KH. Muhyiddin Ulama NU Panglima Hizbullah Pejuang Kemerdekaan

Muslimedianews.com ~ Kiai Haji Muhyiddin, seorang Panglima Hisbullah yang ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Bersama santri dan rakyat, Kiai Haji Muhyidin berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan negeri ini. 

Yayasan Masyarakat Sejarawan Cabang Jawa Barat mengusulkan KH Muhyiddin, yang merupakan kakek dari Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, untuk menjadi pahlawan nasional.

KH Muhyiddin merupakan salah seorang ulama ternama asal Jawa Barat pada era penjajahan Belanda yang terlibat dalam perjuangan merintis, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan. Dia juga telah mendirikan delapan pesantren yang diberi nama Pagelaran, serta tersebar di Subang, Purwakarta, dan Sumedang.

KH Muhyiddin termasuk kiai yang ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan bersama rakyat ketika Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1945.

Pada masa penjajahan Belanda, KH Mukhyidin juga dikenal memimpin para pejuang untuk menyerang garis pertahanan Sekutu di Bandung Utara. Dalam penyerangan itu, markas tentara NICA di Ciateul, Bandung, menjadi salah satu sasaran para pejuang.

Sejarah singkat

Pada awal tahun 1900-an, Bupati Sumedang pada saat itu Pangeran Wiriakusumah merasa bahwa masyarakat muslim Sumedang sangat memerlukan bimbingan ahli agama. Maka dengan itu, Bupati Sumedang mendatangkan beberapa orang kyai dari berbagai wilayah, diantaranya adalah K.H. Muhyiddin bin Arif seorang kyai yang berasal dari Garut. 

Pada tahun 1910 K.H. Muhyiddin ditempatkan di diaerah Cimalaka, disana beliau mendirikan pesantren yang dikenal dengan pesantren Cimalaka.'

Setelah sepuluh tahun disana, beliau pindah ke suatu tempat terpencil di Cimeuhmal, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang. 

Di tempat itu beliau mendirikan pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Pagelaran. Pasca revolusi kemerdekaan, kondisi daerah sangat tidak aman karena merajalelanya gangguan gerombolan. Banyak pengikut dan kawan seperjuangan K.H. Muhyiddin yang tewas menjadi korban keganasan gerombolan. Sehingga pada tahun 1950 diputuskan untuk mengungsi, kembali ke Sumedang. 

Beliau tinggal di daerah Kaum. Selama tinggal disana kegiatan pengajian tetap berlangsung, dan kemudian beliau mendirikan pondok pesantren.

Pada tahun 1962 atas permintaan tokoh-tokoh masyarakat Desa Gardusayang serta petinggi militer waktu itu, beliau pindah ke Desa Gardusayang, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang. Tokoh-tokoh masyarakat dan pihak militer waktu itu meminta kedatangan beliau untuk merehabilitasi mental masyarakat yang rusak akibat gerombolan pengacau keamanan. 

Di tempat ini beliau mendirikan pondok pesantren pasirnaan. Pada tahun 1973, Beliau berpulang ke Rahmatullah pada usia 97 tahun dan dimakamkan di Cimeuhmal. Putra-putra beliau menamakan pesantren Pagelaran di Cimeuhmal menjadi Pondok Pesantren Pagelaran I, pesantren di Kaum Sumedang menjadi Pondok Pesantren Pagelaran II dan pesantren pasirnaan di Gardusayang sebagai Pondok Pesantren Pagelaran III. (Kompas/pagelarantiga)

via Kotasubang.com 
« PREV
NEXT »