BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

Sunday, July 01, 2018

Pro-Kontra Islam Nusantara: Pentingnya Islam Nusantara

Muslimedianews.com ~ (2) PRO DAN KONTRA TENTANG URGENSI ISLAM NUSANTARA
Bagi pihak pro, Islam Nusantara adalah kajian yang perlu dikembangkan. Mereka menyebut terdapat tiga pilar atau rukun penting di dalam Islam Nusantara. Pertama, pemikiran (fikrah); kedua, gerakan (harakah); dan ketiga, tindakan nyata (amaliyyah/amaliah).

Islam Nusantara ini dilandasi empat semangat yang saling menyatu, yakni: semangat religius, (ruh al-din), semangat kebangsaan ruh (al-wathaniyah), semangat kebinekaan (ruh al-ta’addudiyah , dan semangat kemanusiaan (ruh al-insaniyyah).

Pemahaman, pengalaman, dan metode dakwah ulama Nusantara, sejauh ini telah memberikan kesan baik, yaitu Islam yang tampil dengan wajah sumringah dan tidak pongah, toleran tapi tidak plin-plan, serta permai nan damai. Bahkan, Islam Nusantara harus diupayakan untuk diekspor ke seantero dunia. Islam Nusantara adalah metode dakwah sesuai tradisi, adat, jenis pembebanan hukum, kemampuan manusia yang di masing-masing daerah berbeda.

Sebaliknya, keberadaan Islam Nusantara menurut pihak kontra sangat tidak diperlukan. Hal ini terbukti, sejak sebelum munculnya istilah Islam Nusantara, Islam Ahlussunnah Wal-Jama’ah telah berjalan dengan baik. Sementara bagi pihak pro, kehadiran Islam Nusantara tetap penting, karena tujuannya adalah spesifikasi dan spesialisasi kajian. Islam Nusantara memperkaya kajian akademik dan melahirkan spesialisasi-spesialisasi keilmuan yang berwatak Nusantara, terutama ilmu-ilmu sosial seperti ilmu sejarah, sosiologi, antropologi, filologi, histeriografi, pendidikan, ekonomi, politik, hukum dan ilmu sosial maupun alam lainnya.

Sedangkan kritikan tentang tidak urgennya Islam Nusantara, bahkan berbahaya – karena merupakan nama tipuan dari kalangan liberal untuk mengelabuhi masyarakat awam, sejatinya menjadi satu pertimbangan tersendiri bagi kelompok pro. Dikatakan dapat menjadi pertimbangan, atau masukan, karena memang berdasarkan penjelasan pihak pro, Islam Nusantara bukan proyek liberalisasi agama. Islam Nusantara merupakan cara dakwah sesuai tradisi, adat, jenis pembebanan hukum, kemampuan manusia yang di masing-masing daerah berbeda.

Terdapat potensi, penjelasan elite agama pro Islam Nusantara yang didominasi oleh pengurus NU ini, tidak sampai kepada warga NU di tingkat akar rumput. Hal ini ditandai oleh data survei, bahwa di satu daerah terdapat 12 persen warga NU yang tidak setuju sama sekali terhadap Islam Nusantara, sementara 52 persen lainnya hanya setuju sebagian. Warga NU yang setuju semua jumlahnya lebih kecil daripada yang setuju sebagian, yaitu 36 persen. Sedangkan warga NU di daerah lain, 24 persen dari mereka menyatakan tidak setuju sama sekali terhadap Islam Nusantara. Angka ini lebih besar dibandingkan angka warga yang tidak setuju di daerah pertama.

Satu hal menarik, pada aspek urgensi Islam Nusantara ini terungkap, pihak kontra dari kalangan elite agama diasumsikan tidak menolak secara mutlak gagasan Islam Nusantara ini. KH Muhammad Najih Maimoen misalnya, mengatakan, Islam Nusantara sebenarnya gambaran Islam yang tidak perlu dipermasalahkan. Islam tahlilan, yasinan, ziarah kubur, tawassul, muludan dan lain sebagainya, menurutnya itulah Islam Nusantara, sebuah tatanan yang sudah baku dan mengakar di tengah-tengah umat. Sebuah shari’at dan ajaran Islam yang dibawa para Walisongo untuk meng-Islamkan Nusantara.

Namun Gus Najih – demikian putra putra KH. Maimoen Zubair ini dipanggil, mengkhawatirkan, bila istilah tersebut dimunculkan dan digembar-gemborkan oleh beberapa tokoh yang menurutnya “mempunyai rekam sepak terjang yang menyimpang dari shari’at dan mempunyai raport merah dalam berakidah”.

Harapannya, Islam Nusantara dikawal oleh para ulama pesantren yang istiqamah mengajar kitab salaf, membela-memperjuangkan ajaran dan membentengi akidahnya. Apabila itu yang terjadi, konsep Islam Nusantara ala ulama salaf dapat mempertahankan estafet ajaran Islam yang benar dan lurus serta dakwah Islam yang tegas, namun tetap santun dan merakyat sesuai warisan ulama-ulama Nusantara pendahulu.

Berdasarkan analisa pada poin ini, penggagas dan pengawal Islam Nusantara dirasa perlu memberikan penjelasan terkait aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna dan urgensi Islam Nusantara. Aksiologi sebagai teori nilai tersebut membahas informasi tentang pengetahuan, klasifikasi, tujuan dan perkembangan Islam Nusantara. Dalam konsep mabadi’ ‘ashrah, aksiologi dibahas dalam poin tujuan (al-thamrah).

Sama seperti poin sebelumnya, meski pendapat pro dan kontra menurut hemat peneliti belum mengkristal menjadi tesis dan antitesis, namun berbagai penjelasan pihak pro dapat difungsikan sebagai pemikiran awal (tesis), yang kemudian memicu munculnya pemikiran lawan (antitesis). Kedua hal ini akan melebur menjadi sebuah sintesis, yang akan di-breakdown dalam mabda’ berupa tujuan (al-thamrah) dari gagasan Islam Nusantara tersebut.

Manfaat Kajian (al-Thamrah)
Ke depannya, kajian Islam Nusantara dan sebagai pengembangan model dakwah yang berbasis kearifan lokal diharapkan dapat terbangun paradigma keilmuan berbasis sosio-episteme keNusantaraan, dan sebagai pijakan atas ketahanan serta kedaulatan budaya dan peradaban bangsa Indonesia dalam menghadapi benturan antar peradaban (class of civilization) dengan ideologi-ideologi berbahaya yang berbasis pada ekstrimisme, materialisme, liberalisme, hedonisme, sekularisme dan lainnya. Sekaligus mencoba menawarkan bahwa budaya dan peradaban Islam Nusantara bisa sebagai alternatif pembangunan kebudayaan dan peradaban dunia lebih berperikemanusiaan melawan hegemoni kebudayaan dan peradaban westernisme dan kofusianisme.

(dikutip dari buku Kontroversi Islam Nusantara: Menjernihkan Polemik dalam Bingkai Mabadi Asyrah, oleh Faris Khoirul Anam, 2016)
« PREV
NEXT »

No comments