728x90

468x60

Saturday, March 02, 2019

Ini Penjelasan Pemimpin Sidang Munas NU tentang Hubungan Agama dan Negara


Dalam sidang Bahtsul Masail Komisi Maudlu’iyah tgl 28-2-2019 dibahas dua perkara yaitu (1) negara bangsa, dan (2) Islam Nusantara. Mengenai yang pertama, dibahas tiga pertanyaan:
1. Bagaimana pandangan Islam menyikapi bentuk negara bangsa?
2. Bagaimana dengan status non-Muslim di Indonesia?
3. Bagaimana kedudukan produk perundangan yang dihasilkan negara bangsa dan sikap kaum muslim terhadapnya?


Untuk menjawab pertanyaan nomor dua di atas, yang menjadi pembicaraan di medsos, beberapa peserta meneliti pilihan-pilihan yang telah tersedia dalam fiqih, yakni: (a) kafir harbī (non muslim yang diperangi), (b) kafir dzimmi (non muslim yang dilindungi dengan imbalan pajak kepala atau jizyah), (c) kafir mu‘āhad (non muslim dengan perjanjian, tanpa keharusan bayar jizyah), kafir musta’man (non muslim bukan warga yang dijamin keamanannya). 

Pilihan-pilihan ini tidak dapat dipakai karena Indonesia dibangun bersama oleh komponen bangsa yang terdiri dari berbagai latar belakang keagamaan yang berbeda. Indonesia bukan negara Islam, tetapi negara kesepakatan dari orang-orang yang majemuk itu. 
Ini jawaban pertanyaan nomor 1. 

Konsisten dengan jawaban ini, jawaban pertanyaan nomor 2 adalah: Status non muslim di dalam NKRI sebagai negara bangsa adalah “warga negara”. Hak-hak dan kewajibannya, dalam hubungan dengan negara, tidak berbeda dengan hak-hak dan kewajiban muslim.

Prof. Dr. M, Machasin, Mustasyar PBNU, 

« PREV
NEXT »