BREAKING NEWS
latest

728x90

468x60

Tuesday, June 17, 2014

Hukum Mengumumkan Awal Ramadhan dan Syawal pada Khalayak dengan Hisab

Muslimedianews.comPertanyaan : Bagaimana hukumnya mengumumkan awal Ramadhan atau awal Syawal untuk umum dengan hisab atau orang yang mempercayai sebelum ada penetapan hakim atau siaran dari Departemen Agama? Boleh ataukah tidak? (NU Cabang Banyuwangi)

Jawaban :

Sesungguhnya mengabarkan tetapnya awal Ramadhan atau awal Syawal dengan hisab itu tidak terdapat di waktu Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin.

Sedang, pertama-tama orang yang memperbolehkan dengan hisab ialah Imam Muththarif, guru Imam Bukhari. Adapun mengumumkan tetapnya awal Ramadhan atau awal Syawal berdasarkan hisab sebelum ada penetapan/ siaran Departemen Agama, maka Muktamar memutuskan tidak boleh, sebab untuk menolak kegoncangan dalam kalangan umat Islam, dan Muktamar mengharap kepada pemerintah supaya melarangnya.

Keterangan, dalam kitab:

1. Al-Bughya al-Mustarsyidin,
"(Kasus dari Sulaiman al-Kurdi) Bulan Ramadhan, sebagaimana bulan-bulan lain, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan Ru'yah atau menyempurnakan 30 hari tanpa perbedaan, kecuali masuknya Ramadhan yang bisa ditetapkan dengan satu orang adil"(Abdurrahman Ba'alawi,Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 108, Mesir: Musthafa al-Halabi, 1952).

2. Al-Bughya al-Mustarsyidin,
"(Kasus dari Abdullah bin Umar al-'Alawi al_Hadhrami dan Muhammad Sulaiman al-Kurdi) Munjim yaitu orang yang berpendapat bahwa permulaan bulan adalah dengan munculnya bintang tertentu, dan ahli hisab yaitu orang yang berpedoman pada tempat perputaran bulan dan kadar perputarannya, boleh mengamalkan pedoman tersebut. Namun, andaikan terbukti hari yang mereka puasai itu adalah hari Ramadhan, puasa mereka tetap tidak mencukupi dari puasa Ramadhan. Mereka itu hanya diperbolehkan berpuasa saja.... Meskipun begitu, bila hisab bertentangan dengan ru'yah, maka yang diamalkan adalah ru'yah bukan hisab menurut pendapat manapun" (Abdurrahman Ba'alawi,Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 110, Musthafa al-Halabi, Mesir, 1952).

3. Al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra,
"Dan dari bukti-bukti pendapat ulama tersebut bisa disimpulkan, bahwa yang menjadi pedoman adalah keyakinan hakim secara mutlak. Oleh sebab itu, ketika hakim yang melihat hilal sudah menetapkannya dan keputusan hukumnya tidak terbantah, sebab berlawanan dengan nash sharih yang tidak mungkin dita'wil, maka keputusan hukumnya dibenarkan" (Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra,Jilid II, hal. 81, Dar al-Fikr, Beirut, 1403 H).
(Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-20 di Surabaya pada tanggal 10-15 Muharram 1374 H/ 8-13 September 1954 M)
« PREV
NEXT »

No comments