Muslimedianews.com ~ Assalamu’alaikum wr. Wb. Pak ustadz, saya seorang seorang bapak dengan dua orang anak perempuan. Yang pertama berumur 30 dan sudah menikah dengan dikarunia dua orang anak. Sedangkan putri saya yang kedua berumur 25 tahun dan belum menikah. Sebagai orang tua kami selalu kepikiran dengan putri kami yang kedua tersebut karena dalam usianya yang sudah dewasa belum menikah.
Beberapa kali kami menjodohkkan dengan pria yang kami anggap layak dan sepadan (kufu`), tetapi putri saya selalu menolaknya dengan alasannya sudah mempunyai pilihannya sendiri yang dianggap lebih baik dari pilihan kami. Dalam hal ini bagaimana hukumnya seorang ayah yang memaksa anak perempuannya yang sudah dewasa untuk menikah dengan pria yang menjadi pilihannya? Atas penjelasannya kami ucapkan terimakasih. (Hasan dari Yogyakarta)
Jawaban
Penanya yang budiman semoga selalu dirahmati Allah swt. Salah tujuan syariat adalah memelihara keturunan (hifdhun-nasl). Karenanya, maka Islam mensyariatkan pernikahan sebagai sarana untuk memelihara keturunan, bagi orang-orang yang sudah dianggap layak dan memenuhi ketentuan yang sudah ditetapkan dalam pandangan Islam. Disamping itu juga untuk menghindari perbuatan keji (zina).
Dalam pandangan Islam pernikahan tidaklah bisa dilakukan secara serampangan, tetapi harus tunduk pada aturan main yang sudah ditentukan. Di antara ketentuannya adalah adanya wali. Menurut madzhab syafii, wali menjadi salah satu rukun nikah.Karenanya pernikahan tidak dianggap sah kecuali ada walinya.
اَلْوَلِيُّ أَحَدُ أَرْكَانِ النِّكَاحِ فَلَا يَصِحُّ إِلَّا بِوَلِيٍّ
“Wali adalah salah satu rukun nikah, maka nikah tidak sah tanpa wali” (Taqiyyuddin al-Husaini al-Hushni, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Surabaya-Dar al-‘Ilm, juz, 2, h. 40)
Namun disinilah kemudian muncul persoalan, bagaimana jika seorang ayah memaksa anak gadisnya yang sudah dewasa untuk menikah dengan pilihan sang ayah karena dipandang sepadan (kufu`), padahal di sisi lain si gadis sudah punya pilihan lain yang ia anggap juga layak? Dari sini kemudian biasanya muncul ketidakharmonisan hubungan anak dan ayahnya.
Menurut madzhab Syafii sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Kifayah al-Akhyar dikatakan sebagai berikut:
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ تُسْتَأْذَنَ البَالِغَةُ لِلْخَبَرِ
“Dan disunnahan dimintai izinnya gadis yang sudah dewasa karena adanya hadits (yang menjelasakan hal itu)”. (Taqiyyuddin al-Husaini al-Hushni, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Surabaya-Dar al-‘Ilm, juz, 2, h. 44)
Maksudnya adalah disunnahkan bagi seorang ayah untuk meminta persetujuan kepada anak gadisnya yang sudah dewasa. Pandangam ini karena didasarkan kepada hadits:
وَالْبِكْرُ تُسْتَأْمَرُ وَإِذْنُهَا صُمَاتُهَا -رواه مسلم
“Dan perempuan yang masih gadis (sebaiknya) dimintai izin, sedangkan izinnya adalah keterdiamannya” (H.R. Muslim)
Hal ini juga pernah dibahas dalam Muktamar ke-5 di Pekalongan pada tanggal 7 September 1930. Hasil keputusan tersebut membolehan, tetapi makruh, sepanjang tidak ada kemungkinan akan timbulnya bahaya. Keputusan ini didasarkan kepada kitab Tuhfah al-Habib:
Beberapa kali kami menjodohkkan dengan pria yang kami anggap layak dan sepadan (kufu`), tetapi putri saya selalu menolaknya dengan alasannya sudah mempunyai pilihannya sendiri yang dianggap lebih baik dari pilihan kami. Dalam hal ini bagaimana hukumnya seorang ayah yang memaksa anak perempuannya yang sudah dewasa untuk menikah dengan pria yang menjadi pilihannya? Atas penjelasannya kami ucapkan terimakasih. (Hasan dari Yogyakarta)
Jawaban
Dalam pandangan Islam pernikahan tidaklah bisa dilakukan secara serampangan, tetapi harus tunduk pada aturan main yang sudah ditentukan. Di antara ketentuannya adalah adanya wali. Menurut madzhab syafii, wali menjadi salah satu rukun nikah.Karenanya pernikahan tidak dianggap sah kecuali ada walinya.
اَلْوَلِيُّ أَحَدُ أَرْكَانِ النِّكَاحِ فَلَا يَصِحُّ إِلَّا بِوَلِيٍّ
“Wali adalah salah satu rukun nikah, maka nikah tidak sah tanpa wali” (Taqiyyuddin al-Husaini al-Hushni, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Surabaya-Dar al-‘Ilm, juz, 2, h. 40)
Namun disinilah kemudian muncul persoalan, bagaimana jika seorang ayah memaksa anak gadisnya yang sudah dewasa untuk menikah dengan pilihan sang ayah karena dipandang sepadan (kufu`), padahal di sisi lain si gadis sudah punya pilihan lain yang ia anggap juga layak? Dari sini kemudian biasanya muncul ketidakharmonisan hubungan anak dan ayahnya.
Menurut madzhab Syafii sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Kifayah al-Akhyar dikatakan sebagai berikut:
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ تُسْتَأْذَنَ البَالِغَةُ لِلْخَبَرِ
“Dan disunnahan dimintai izinnya gadis yang sudah dewasa karena adanya hadits (yang menjelasakan hal itu)”. (Taqiyyuddin al-Husaini al-Hushni, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Surabaya-Dar al-‘Ilm, juz, 2, h. 44)
Maksudnya adalah disunnahkan bagi seorang ayah untuk meminta persetujuan kepada anak gadisnya yang sudah dewasa. Pandangam ini karena didasarkan kepada hadits:
وَالْبِكْرُ تُسْتَأْمَرُ وَإِذْنُهَا صُمَاتُهَا -رواه مسلم
“Dan perempuan yang masih gadis (sebaiknya) dimintai izin, sedangkan izinnya adalah keterdiamannya” (H.R. Muslim)
Hal ini juga pernah dibahas dalam Muktamar ke-5 di Pekalongan pada tanggal 7 September 1930. Hasil keputusan tersebut membolehan, tetapi makruh, sepanjang tidak ada kemungkinan akan timbulnya bahaya. Keputusan ini didasarkan kepada kitab Tuhfah al-Habib:
أَمَّا مُجَرَّدُ كَرَاهَتِهَا مِنْ غَيْرِ ضَرَرٍ فَلاَ يُؤَثِّرُ لَكِنْ يُكْرَهُ لِوَلِيِّهَا أَنْ يُزَوِّجَهَا بِهِ كَمَا نَصَّ عَلَيْهِ فِي اْلأُمِّ وَيُسَنُّ اسْتِئْذَانُ الْبِكْرِ إِذَا كَانَتْ مُكَلَّفَةً لِحَدِيْثِ مُسْلِمٍ. (وَالْبِكْرُ يَسْتَأْمِرُهَا أَبُوْهَا) وَهُوَ مَحْمُوْلٌ عَلَى النَّدْبِ تَطْيِيْبًا لِخَاطِرِهَا. إهـ
“Adapun sekedar ketidaksukaan wanita tanpa hal yang dharuri (terpaksa), maka tidak berpengaruh, (terhadap keabsahan perkawinan), akan tetapi dimakruhkan bagi walinya untuk mengawinkannya sebagaimana yang ditegaskan dalam kitab al-Umm. Disunatkan meminta izin kepada perawan jika memang sudah dewasa berdasarkan hadis Muslim: “seorang ayah harus meminta persetujuan dari anaknya yang masih perawan”. Hadis ini dipahami sebagai “sunnah” demi menghargai perasaan”.
Jika permintaan izin atau persetujuan seorang ayah kepada anak gadisnya merupakan sebuah kesunnahan, maka lebih lanjut penjelasan dalam kitab Kifayah al-Akhyar menyatakan bahwa izin dari seorang gadis perempuan dewasa jika yang menikahkan selain ayah dan kakek adalah sebuah keharusan. Ini artinya wali selain ayah atau kakek tidak bisa menikahkan tanpa persetujuan dari si gadis tersebut. Hal ini sebagaimana yang dipahami dari ibarah dibawah ini:
وَإِنْ زَوَّجَ غَيْرُ الأَبِ وَالْجَدِّ فَلَا بُدَّ مِنْ إِذْنِ الْبِكْرِ بَعْدَ الْبُلُوغِ
“Apabila yang menikahkan (gadis) selain bapak dan kakeknya maka harus mendapatkan izin si gadis setelah baligh (dewasa)” (Taqiyyuddin al-Husaini al-Hushni, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Surabaya-Dar al-‘Ilm, juz, 2, h. 45)
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan, semoga bisa bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai rujukan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Saran kami, sebelum menentukan jodoh untuk anak perempuan, bicarakan secara baik-baik terlebih dahulu, berikan alasan yang kuat, dan jangan sampai menimbulkan kesan memaksa. Memaksa anak gadis yang sudah dewasa hukumnya makruh, selain itu dikhawatirkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. (Mahbub Ma’afi Ramdlan)
“Adapun sekedar ketidaksukaan wanita tanpa hal yang dharuri (terpaksa), maka tidak berpengaruh, (terhadap keabsahan perkawinan), akan tetapi dimakruhkan bagi walinya untuk mengawinkannya sebagaimana yang ditegaskan dalam kitab al-Umm. Disunatkan meminta izin kepada perawan jika memang sudah dewasa berdasarkan hadis Muslim: “seorang ayah harus meminta persetujuan dari anaknya yang masih perawan”. Hadis ini dipahami sebagai “sunnah” demi menghargai perasaan”.
Jika permintaan izin atau persetujuan seorang ayah kepada anak gadisnya merupakan sebuah kesunnahan, maka lebih lanjut penjelasan dalam kitab Kifayah al-Akhyar menyatakan bahwa izin dari seorang gadis perempuan dewasa jika yang menikahkan selain ayah dan kakek adalah sebuah keharusan. Ini artinya wali selain ayah atau kakek tidak bisa menikahkan tanpa persetujuan dari si gadis tersebut. Hal ini sebagaimana yang dipahami dari ibarah dibawah ini:
وَإِنْ زَوَّجَ غَيْرُ الأَبِ وَالْجَدِّ فَلَا بُدَّ مِنْ إِذْنِ الْبِكْرِ بَعْدَ الْبُلُوغِ
“Apabila yang menikahkan (gadis) selain bapak dan kakeknya maka harus mendapatkan izin si gadis setelah baligh (dewasa)” (Taqiyyuddin al-Husaini al-Hushni, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Surabaya-Dar al-‘Ilm, juz, 2, h. 45)
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan, semoga bisa bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai rujukan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Saran kami, sebelum menentukan jodoh untuk anak perempuan, bicarakan secara baik-baik terlebih dahulu, berikan alasan yang kuat, dan jangan sampai menimbulkan kesan memaksa. Memaksa anak gadis yang sudah dewasa hukumnya makruh, selain itu dikhawatirkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. (Mahbub Ma’afi Ramdlan)
Sumber : http://nu.or.id/
No comments
Post a Comment